Tampilkan postingan dengan label A. HARRIS (Abdillah Harris) 1953-1988. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label A. HARRIS (Abdillah Harris) 1953-1988. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Maret 2020

A. HARRIS / Abdillah Harris 1953-1988

 A. HARRIS

 
Adalah seorang aktor yang terjun menjadi sutradara Indonesia. Film pertamanya yang Ia buat adalah "Oma Irama Penasaran" yang berhasil menarik perhatian penonton bioskop, film yang dibintangi oleh raja dangdut Rhoma Irama dan Yati Octavia. Kemudian Ia membuat film lagi berjudul "Penasaran" yang dibintangi oleh mantan ratu dangdut Elvy Sukaesih.

Harris, A.(Abdillah Harris) lahir di Jakarta 04 Agustus 1927, Sejak kecil Harris sudah gemar seni musik, seni suara dan seni foto. Tahun 1951 mulai menjadi penyanyi lagu-lagu melayu dan bergabung dengan orkes Sinar Medan 1948-1952. Salah satu lagu ciptaannya sempat tersohor di tahun 50-an adalah kudaku lari. Tahun 1952 pertama kali main film. Waktu dunia film Indonesia mengalami masa suram, Harris pergi ke malaysia dan membikin film disana sebagai penulis skenario dan sutradara. Namanya baru muncul kembali di tahun 1972 menjadi sutradara untuk beberapa film.

Dia adalah anak dari DAENG HARRIS, Aktor, dan pernah menyutradari satu film saja,
SETAN KUBURAN / 1975 
 
Daeng Harris


Daeng Harris bersama P.Ramle

Daeng Harris bersama Nona Asiah

Lahir di Ujung Pandang (sekarang Makassar), 10 Agustus 1911. Awalnya ia adalah pemain sandiwara. Karir seninya di mulai di panggung sandiwara Moon Light sekitar tahun 30-an. Karirnya di film sendiri bermula saat ia bersama rombongan sandiwara Asmarandana yang di ikutinya tiba di Singapura pada tahun 1939. Ketika itu ia di tawari untuk bermain dalam film Ibu Bidjaksana produksi Chan’s & Christy film, Singapura. Sejak saat itu ia kemudian tinggal di Singapura dan bermain dalam sejumlah judul film diantaranya dalam film One Ninght in Singapore (1947).
 
Selanjutnya ia hijrah ke Kuala Lumpur, Malaysia sebagai aktor film. Karirnya di film terus melesat. Bahkan, di saat film Malaysia sedang berjaya di awal tahun 1950-an, dengan bintang utamanya kala itu P. Ramlee, honornya adalah nomor dua sesudah P. Ramlee. Sampai dengan tahun 1951, ia tercatat telah membintangi 21 judul film dan juga mampu mencetak nama besar sebagai pemeran komedi di Malaysia. Film yg pernah di bintanginya di Malaysia antara lain Pisau Beratjun (1948), Dewi Moerni (1949), Takdir Illahi (1949), Manusia Iblis (1950), Aloha (1950), Pulau Mutiara (1950), Terakhir Radja Sehari (1951), dll.
 
Tahun 1954, ia hijrah ke Jakarta. Ia kemudian bermain dalam film Hang Tuah produksi bersama antara produser Malaysia dan Indonesia, namun produksi film tersebut gagal. Ia kemudian mengisi kekosongan dengan tampil melawak di atas pentas. Penampilan pertamanya dalam film di Indonesia adalah dalam film Radja Karet dari Singapura (1954). Meski karirnya tidak secemerlang di Malaysia, namun ia tetap memilih menetap di Indonesia. Sampai tahun 1984, ia telah menyelesaikan sekitar 20-an film. Tak hanya berperan sebagai pemain, sesekali ia juga menjadi sutradara seperti dalam film Setan Kuburan (1975).
 
Film yang di bintanginya di Indonesia antara lain Bapak Bersalah (1955), Hari Libur (1957), Sesudah Subuh (1958), Desa yang Dilupakan (1960), Pandji Tengkorak (1972), Gitar Tua Oma Irama (1977), Modal Dengkul Kaya Raya (1978), Cubit Cubitan (1979), Goyang Dangdut (1980), Elang Maut (1984), dll.
 
Aktor, sutradara dan komedian Daeng Harris wafat di Jakarta, 12 Desember 1990.


SOSOK A. HARRIS


GOYANG DANGDUT 1980 A. HARRIS
Director
PENDEKAR TANGAN HITAM 1977 A. HARRIS
Director
PANDJI TENGKORAK 1971 A. HARRIS
Director
BENDI KERAMAT 1988 A. HARRIS
Director Composer
DJELITA 1953 CHAIDAR DJAFAR
Actor
TJURIGA 1954 NAWI ISMAIL
Actor
DUKUN ILMU HITAM 1981 A. HARRIS
Director
PERKASA ALAM 1954 M. ARIEF
Actor
ABIZARS 1980 A. HARRIS
Director
SENGSARA 1955

Actor
TENDANGAN IBILIS 1983 A. HARRIS
Director
OMA IRAMA PENASARAN 1976 A. HARRIS
Director
ROSITA 1953 BAMBANG SUDARTO
Actor
ELANG LAUT 1984 A. HARRIS
Director
SONA ANAK SRIGALA 1984 A. HARRIS
Director
PENASARAN 1977 A. HARRIS
Director

Minggu, 23 Januari 2011

OMA IRAMA PENASARAN / 1976

OMA IRAMA PENASARAN


Seorang penyanyi dangdut, Oma , pacaran dengan putri pemimpin sebuah perkebunan, Ani, tentu saja ayah sang gadis mencegah hubungan itu. Oma pergi ke Jakarta, dan setelah menempuh jalan yang tidak mulus, akhirnya sukses besar. Sementara itu Ani minggat dari rumah, hingga orangtua repot. Happy end.

RAJA dangdut Rhoma Irama pertama kali menggebrak dunia akting saat membintangi film berjudul Oma Irama Penasaran pada tahun 1976. Dalam film besutan sutradara A Harris itu, Rhoma beradu akting dengan Yati Octavia yang berperan sebagai Ani. Sosok Ani sendiri sangat istimewa di mata Rhoma, tidak tanggung-tanggung, meski hanya tokoh fiksi, Rhoma menciptakan lagu menggunakan nama Ani yang juga menjadi salah satu soundtrack dalam film tersebut, bersama lagu Cuma Kamu yang berduet dengan Rita Sugiarto.
  P.T. SJAM STUDIO

OMA IRAMA
YATIE OCTAVIA
AMINAH CENDRAKASIH
A. HAMID ARIEF
NETTY HERAWATI
MARULI SITOMPUL
AEDY MOWARD

SONA ANAK SRIGALA / 1984

SONA ANAK SRIGALA


Waskita, dianggap sebagai penghambat di mata Permoni, yang haus akan kekuasaan. Akra, yang masih memimpin mereka dihasut agar menghukum Waskita. Setelah itu, Permoni bersama kepala pengawal bernama Sarpa akan melakukan kup, lalu berkuasa. Sabar, seorang abdi yang baik, menolong bayi lelaki yang ibunya meninggal dalam tahanan. 

Bayi itu lalu diletakkan di dalam gua, dengan harapan ada orang yang akan menolong dan merawatnya. Ternyata gua itu merupakan sarang srigala. Namun, srigala liar itu tidak memakannya, melainkan memelihara bayi itu. Badra, seorang pemburu, menemukan anak yang lincah dan gesit, di tengah hutan. Anak yang tak lain adalah bayi tadi, lalu diberinya nama Sona. Sona mendapat pelajaran memanah dan bela diri bersama Intan, anak pemburu itu. Suatu ketika, Sona dan Intan tengah berburu, mendengar jeritan gadis yang akan diperkosa Sarpa. Sona berusaha membebaskan, tetapi kalah dan mendapat siksaan dari anak buah Sarpa hingga menderita kebutaan. 

Dia ditahan bersama gadis-gadis tawanan yang akan dipersembahkan kepada berhala. Sabar, yang ternyata masih hidup mengetahui bahwa Sona adalah bayi yang pernah ia tolong. Bersama Waskita, pemuda Sona ditolong dan disembuhkan kembali. Akhirnya, Sona dapat menumpas Permoni dan Sarpa yang kejam itu.

 P.T. PRIMA METROPOLITAN SAKTI FILM

MINATI ATMANEGARA
TEDDY PURBA
FARIDA PASHA
BUDI PURBOYO
WIEKE WIDOWATI
ARMAN EFFENDY
DEDDY SUTOMO
KAMSUL CHANDRAJAYA
EDDY BAKAR PARE

Film yang mengambil tema, bayi diasuh oleh hewan yang buas sekalipun, sudah dilakukan dalam film-film sebelumnya. Cerita-cerita ini sangat menarik dari masa ke masa, dimana seeokr hewan buas sekalipun tidak tega memakan bayi manusia dan bahkan diasuh hjingga menjadi sebuah keluarga kawanan hewan liar ini. Tentu sifat dan karakter anak ini akan seperti induknya. Mengingat di Indoensia juga terkenal banyak hutan dan hewan, memang sangat bagus untuk setting cerita ini. Tetapi hendaknya di ganti selain Srigala. Karena Srigala bukan hewan indemik Indonesia. Mungkin harus orang utan atau komodo.

ELANG LAUT / 1984



Waktu Elang (Advent Bangun) asyik menonton pertunjukan tarian di desa lain, desanya diobrak abrik bajak laut pimpinan Sanjaya (Muni Cader). Mayang (Enny Beatrice), pacar Elang, dan kakak angkatnya, Rati (Sri Gudhi Sintara), diculik. Elang yang tak enak perasaan pulang dan mendapati desanya sudah hancur. Ayah angkatnya Rengga (Kamsul Chandrajaya), merestui elang dan dua kawannya untuk masuk ke pulau bajak laut. Setelah berhasil mengobrak abrik sarang bajak laut itu, terjadi duel antara Elang Dan Sanjaya. Sanjaya terbunuh. Pada saat itulah Ratih memberi tahu bahwa Sanjaya adalah ayah kandungnya. Ia dendam pada Rengga karena pernah mengalahkannya dalam sebuah perkelahian.


 P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

ABIZARS (Pahlawan Kecil) / 1980

 

Dasri (Amien Fauzi) dan anaknya Abi (Abizars) pergi ke kota untuk memperbaiki nasib sesuai dengan tuntutan istrinya, Mirah (Aminah Cendrakasih). Mereka hidup sengsara di kota bahkan tidur di emperan toko. Akhirnya mereka mendapat pekerjaan yang diharapkan.

 P.T. SAMOKITO FILM

AMINAH CENDRAKASIH
AMIEN FAUZI
KOSIM
DIANA YUSUF
A. HAMID ARIEF
DJAUHARAI EFFENDI
ABIZARS
LATIEF M

DUKUN ILMU HITAM / 1981

DUKUN ILMU HITAM


Dewi (Ruth Pelupessy) adalah wanita ular. Ia membunuh seorang wanita dan mengambil bayinya untuk menemani bayinya sendiri. Ia kembali menjadi ular setelah menyerahkan bayi-bayi yang bernama Sari (Farida Pasha) dan Maya (Dian Ariestya) tadi kepada suaminya yang berprofesi sebagai seorang dukun (Dadang Iskandar). Setelah dewasa Sari dan Maya dilatih ilmu hitamnya. Maya kemudian berkenalan dan kawin dengan Panji (Ray Sahetapy), salah seorang korban Dewi dan suaminya. 
 
Panji dibesarkan oleh seorang ulama (WD Mochtar). Milihat tanda hitam di pergelangan tangan kanan Maya,Ulama mengenali Maya dari tanda itu dan mengatakan telah menerima pesan ayah Maya saat sekarat untuk mencari anaknya, dan kemudian menceritakan latar belakang Maya. Dikatakan bahwa di desa itu pernah ada seorang dukun dengan istrinya yang diusir oleh penduduk karena kelakuannya. Ia memperalat Sari untuk meneror dan membunuh penduduk kampungtermasuk Maya. Sari dan ayahnya berhadapan dengan Panji dan Ulama yang berakhir dengan kamatian Sari dan ayahnya. 
Film ini masih menonjolokan sex dan mistik kelenik yang dipadukan sebagai bumbu pelarisnya. Ilmu hitam tidak bisa lepas dari masyarakat Indonesia terutama di Jawa, istilah perdukunan jadi alternatif dari segi kedokteran hingga ke hal yang tidak masuk akal. Ilmu hitam di kaitkan dengan lawan dari ilmu putih (ajaran agama yang disahkan, yaitu Islam, karena kalau tidak di sahkan maka ilmu hitam itu akan di sebut putih juga mengingat putih adalah bersih, dan hitam kotor). Ilmu hitam dikaitkan dengan ilmu bantuan dari Setan, sedangkan Ilmu putih dari Tuhan. Walaupun dalam film ini menampilkan sex dan mistik kelenik, tetap saja endingnya ilmu hitam di kalahkan oleh ilmu putih.


BENDI KERAMAT / 1988

BENDI KERAMAT


Merupakan drama Srimulat yang difilmkan, peran-peran penting dimainkan oleh Basuki dan Timbul. Gaya permainan Srimulat mewarnai panggung, begitu pula lagu-lagu dangdut. Basuki (Basuki) ingin sekali mendapat bendi keramat milik pamannya. Mereka percaya bahwa dengan mengucapkan mantra tertentu bendi tersebut dapat membuat wanita-wanita berebut memburunya. Melihat khasiat ini calon mertua Basuki ingin memanfaatkannya, sehingga menuai akibat istrinya minggat. Basuki akhirnya kawin dengan Lydia (Lydia Kandou) pacarnya sejak awal.

P.T. METRO VISTARIA FILM

LYDIA KANDOU
BASUKI
AMINAH CENDRAKASIH
ADE IRAWAN
TIMBUL
SUNARYO
ARMAN EFFENDY
JACK MALAND
ASEP SUPARMAN
JAJA MIHARDJA
HERMAN TINO
YOYO DASRIYO
 
 
Film ini kurang sukses diangkat ke layar lebarnya, mengingat setiap pangung Srimulat selalu di penuhi oleh penontonnya. Ada juga yang memfilmkan drama panggung Tonil yang kurang sukses juga diangkat ke film, diawal munculnya film Indonesia, drama panggung China, melayu, timur tengah hingga India. Tetapi panggung Srimulat sudah berapa kali di coba diangkat ke Film, tetapi kurang baik dan kurang lucu, entah kenapa, padahal memakai pemain Srimulatnya sendiri. Mungkin ini yang menyadarkan orang film bahwa srimulat bisa lucu karena Improvisasi yang mereka lakukan di panggung, sedangkan di film, mereka terbatas oleh ruang dan frame kamera juga, tetapi di panggung mereka juga terbatas oleh besar-tidaknya panggung. Jadi apa yang salah? Banyak yang bilang mungkin karena tehnis pembuatan film yang selalu berpindah angel kamera dan membutuhkan waktu, ruang dan gerak. SEdang di panggung, sebelum mereka main, mereka sudah sadar seberapa besar ruang gerak mereka agar tidak out frame/out of panggung.

PANDJI TENGKORAK / 1971

PANDJI TENGKORAK


Dengan menggunakan topeng Panji Tengkorak, anak buah Kebobeok (Maruli Sitompul), berhasil merampas pedang pusaka dan membunuh pemiliknya. Gadis murid korban pembunuhan itu, Dewi Bunga (Shang Kuan Ling Fung), lalu dendam kepada pada Panji Tengkorak. Ia lalu belajar silat pada Muri (Rita Zahara) dan setelah itu berkelana mencari Panji Tengkorak. Waktu ia dikeroyok anak buah Kebobeok, Panji Tengkorak asli (Deddy Sutomo), yang tak menggunakan topeng datang membantu. Dalam perjalanan selanjutnya, Dewi Bunga berhasil menyelamatkan seorang gadis, Mariani (Lenny Marlina), yang sedang mencari adiknya yang diculik gerombolan Kebobeok juga. Dari cerita Mariani, diketahui juga bahwa Panji Tengkorak adalah pendekar budiman. Dewi Bunga dan Mariani lalu menyerbu markas Kebobeok, yang ternyata sedang menyekap Panji Tengkorak juga. Dibantu gurunya, Muri, maka mereka semua berhasil melabrak gerombolan jahat tadi. Panji dan Dewi lalu berpisah jalan.

Film ini bekerjasama dengan Union film co/ Hongkong, dan memakai bintang laga asia Taiwan Shang Kuan Ling Fung. Sutradaranya juga bersama Yang Shih Ching

FULL MOVIE


Gambar mati (Komik) kedalam Gambar bergerak (film).








Komik yang dilahirkan tahun 1970 ini berjudul Panji Tengkorak. Inilah sosok yang menjadi bagian dari kehidupan remaja di akhir 1960-an. Dan tak pelak lagi, nama penciptanya pun menjadi identik dengan era tersebut, dialah Hans Jaladara.

Hans adalah salah satu dari 7 “pendekar” komik Indonesia di masanya, selain Jan Mintaraga, Ganes Th, Sim, Zaldy, Djair, dan Teguh Santosa. Dari 7 pendekar itu, hanya Hans dan Djair yang masih bertahan. Selebihnya, telah tunduk di depan maut.

Panji Tengkorak yang terdiri dari 5 jilid, boleh dikatakan karya masterpiece Hans. Meski karya lain, Walet Merah, Si Rase Terbang juga meraih popularitas. Setelah Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes Th, hanya karya Hans itulah yang mampu menyamainya, difilmkan, bahkan sampai mengundang aktris Taiwan Shang Kuan Ling Fung sebagai Dewi Bunga.

Hans Jaladara lahir di Kebumen pada 4 April 1947 dengan nama asli Liem Tjong Han. Ia kemudian berganti nama jadi Rianto Sukandi ketika keluarganya memutuskan jadi WNI sekira awal 1960-an. Semasa revolusi berkecamuk, keluarganya memutuskan pindah ke Jakarta.

Hans akrab dengan dunia fiksi sejak belia. Maklum ayahnya adalah guru bahasa Inggris. Dari sang ayah itulah ia berkenalan dengan kisah-kisah Shakespeare dan Alexandre Dumas. Tapi Hans tak mewujudkan imajinasinya melalui tulisan, melainkan gambar.

Hans belajar menggambar sejak sekolah dasar. Gambar-gambarnya pun biasa dibeli teman-temannya seharga seringgit. Ia lalu mulai membuat komik kala SMP. Hans sendiri mengenang, di masa itu ia menggambar sampai taraf keranjingan. Ia menggambar di sembarang buku dan kertas kosong.

"Saya sampai kena timpuk guru karena di kelas kerjanya menggambar melulu,” tutur Hans sebagaimana dikutip Kompas (28/4/2002).

Ia terus mengasah kemampuan bercerita dan menggambar hingga SMA. Seno Gumira Ajidarma dalam Panji Tengkorak: Kebudayaan dalam Perbincangan (2011) mencatat Hans banyak menggali referensi dari karya-karya komikus yang sudah tenar dan biasa terbit di media. Ia rajin mengikuti serial Sie Djin Koei karya Siaw Tik Kwie dan Tarzan anggitan Burn Hoggart yang terbit di majalah mingguan Star Weekly. Tak ketinggalan pula karya R.A. Kosasih dan Taguan Hardjo.

Di masa akhir SMA itulah Hans menyeriusi hobinya. Ia memulai langkah sebagai komikus profesional pada 1966 dengan komik drama Hanya Kemarin yang diilhami film Hollywood Only Yesterday.

“Honor pertamanya diserahkan semua kepada orang tuanya. Selanjutnya, Hans-lah yang menghidupi keluarga yang menghidupi keluarga sampai ia menikah,” tulis Seno (hlm. 254).

Sebagai komikus ia menggunakan nama Hans, alih-alih Rianto Sukandi. Ia lalu menambahkan nama baru “Jaladara” yang dicuplik dari nama seorang tokoh komik anggitan komikus S. Ardisoma.

Selepas SMA, Hans mempertajam kemampuan menggambarnya dengan masuk Sekolah Tinggi Seni Rupa Nasional (STSRN) Jakarta. Tapi karena waktunya lebih banyak habis untuk berasyik-masyuk dengan komik, ia pun memilih hengkang setahun kemudian.

Bolehlah dikata, Hans Jaladara menganggit komik silat karena mengikut musim mekarnya genre itu. Penerbitnya lah yang mengarahkannya alih haluan. Sebagai komikus yang masih hijau, ia tak bisa ambil langkah lain kecuali ikut saja.

"Saya diminta membuat komik seperti Jan, Budianta. Tapi saya tidak mau meniru. Tapi ada yang mengatakan komik saya berwajah Jan," kata Hans.

Sebagai kawitan, Hans membikin Drama di Gunung Sanggabuana dalam satu jilid tamat. Barulah kemudian ia menggubah Panji Tengkorak pada 1968.

Sebagaimana diakuinya, ia tak ingin jadi epigon Ganes TH dengan Si Butanya. Karena itulah desain karakter Panji Tengkorak ia bikin sebagai antitesis Si Buta. Sementara Si Buta berambut panjang awut-awutan, Panji Tengkoraknya berambut pendek; jika Si Buta berpakaian rapi dari kulit ular, maka sang Panji berbaju compang-camping.

Mulanya Hans hanya mempersiapkan Panji Tengkorak untuk satu jilid. Ternyata penerimaan pasar begitu antusias. Jadilah serial ini baru tamat setelah lima jilid.

Pembeda lain karya Hans dengan komik silat lain adalah kuatnya drama dalam plotnya. Komik silat masa itu jamak menggunakan pembalasan dendam sebagai penggerak cerita dan motivasi para tokohnya. Hans mengambil jalan lain dengan memasukkan unsur drama, terutama kemelut cinta, dalam karya-karyanya.

Sebagaimana diamati Arswendo Atmowiloto dalam “Menggambar Kue Menghilangkan Lapar” yang terbit di Kompas (5/12/1981), empasis Hans adalah asmara tak sampai, disatroni lawan jahat, atau terpaksa hidup dengan bukan pilihannya.

Simaklah perjalanan hidup Panji Tengkorak. Mulanya ia dibikin kedanan gara-gara istrinya terbunuh. Sampai-sampai suatu kali dibongkarnya kembali kuburan si istri yang bernama Murni itu. Bukan lagi wajah rupawan yang ia dapati kemudian, tapi tengkorak yang demikian buruknya.

Tapi akhirnya kejadian itu memberinya pencerahan. Wajah tengkorak itulah sebenarnya wajah yang hakiki. Dari itulah kemudian ia memakai topeng tengkorak dan mengembara tak tentu arah. Toh, topeng itu tak mengubah kenyataan bahwa wajahnya memang tampan sejak lahir.

“Masalahnya, sekali para perempuan melihat wajahnya, mereka semua jatuh cinta. Urusan cinta ini membuat kehidupannya betul-betul pahit,” tulis Seno (hlm. 11).

Bagi Seno, ini adalah satu dari sekian paradoks yang melingkupi hidup si Panji Tengkorak. Dalam pengembaraannya, Panji Tengkorak bertemu dengan banyak perempuan dan semuanya jatuh cinta kepadanya. Tapi, di akhir cerita ia justru harus kawin dengan perempuan yang sama sekali tak ia kehendaki. Ia bahkan terikat sumpah wajib membawa jenazah istrinya ke mana pun pergi.

Tak hanya sekali Hans menganggit kisah pendekar getir macam itu. Tengoklah komik Pedang Naga Berlian (1979) sebagai tamsil lain. Alkisah, adalah seorang pendekar bernama Kido yang hendak membalas dendam kepada Indrasakti gara-gara orang tuanya dibunuh. Di tengah-tengah upaya itu, pembaca dibikin geregetan karena Kido lalu jatuh hati kepada Seruni yang tak lain adalah anak Indrasakti. Drama jadi kian runyam manakala terkuak fakta bahwa Seruni ternyata adalah saudara kandung Kido sendiri yang lama terpisah oleh suatu sebab.

Pendekar-pendekar Hans jelas beda dengan Si Buta. Sementara Si Buta mampu menuntut tuntas dendamnya dan move on dari cinta masa lalunya kala berkelana, tokoh-tokoh Hans membawa luka hati itu ke mana pun kaki melangkah.

Atas pencapaian ini Arswendo memuji Hans, “Ditopang dengan ketekunan dan kerapian goresannya tidak menjadi sembrono seperti banyak jenis silat yang lain Hans pantas berada dalam daftar komikus terkemuka seperti Jan Mintaraga, Ganes TH, maupun Teguh Santosa. Ini juga membuktikan bahwa penyamarataan mutu komik secara keseluruhan sering meleset. Ternyata masih mungkin menemukan butiran berharga dari lautan produk yang kira-kira sejenis.”

GOYANG DANGDUT / 1980

GOYANG DANGDUT


Kecuali enam lagu dangdut yang di pakai tetapi entah kenapa ceritanya bukan tentang dangdut atau apalah. Film ini hanya mempopularkan Deddy Irama. 

Inti kisahnya sebenarnya tak ada hubungannya dengan musik dangdut. Yang dikisahkan adalah ular yang menjelma menjadi gadis cantik dan bekerja di sebuah bar. Ia jadi rebutan para pria di situ. Salah satu yang jatuh cinta berat adalah penyanyi di situ, Yusman (Deddy Irama). Meski sudah terungkap jati diri gadis itu, Yusman tetap berusaha. Waktu si gadis kembali ke guanya, ia menyusul. Ia minta supaya sang gadis tetap sebagaimana adanya. Saat Yusman berpelukan, temannya yang mengantarkan melihat Yusman dibelit ular, maka ditembaknya ular itu. Matilah sang gadis jelmaan ular. 
 P.T. INEM FILM

DANA CHRISTINA
DEDDY IRAMA
HERLINA EFFENDY
RUDY SALAM
AMINAH CENDRAKASIH
FATIMAH MARIA
LISA DONA
A. HAMID ARIEF
JOHNY MATAKENA
DADANG ISKANDAR
JAJA MIHARDJA

PENASARAN / 1977

PENASARAN


Entah apa hubungan film ini dengan Oma Irama Penasaran/ 1976?

Muchsin dibesarkan oleh bibinya setelah ibunya meninggal, sementara ayahnya terlilit judi dan menghilang. Muchsin mulai berpacaran dengan Elvy, anak bibinya tetapi kandas karena Elvy disuruh menikah dengan Ade karena pertimbangan materi. Melalui temannya Titiek, Muchsin mendapat pekerjaan dari Hamid, ayah Titiek. Mulailah terjalin hubungan mesra antara Muchsin dan Titiek, meskipun cinta Muchsin masih tertuju ke Elvy.

Terjadi perceraian antara Elvy dan Ade, Elvy menjadi penyanyi di sebuah bar. Kecelakaan menimpa salah satu anak Hamid yang lain. Melalui kalung yang dipakai Muchsin, mulai terungkap bahwa Muchsin adalah anak Hamid yang ditelantarkannya dulu. Akhirnya kembalilah Elvy-Muchsin

P.T. BAHAP JAYA FILM

14 Januari 1984
Goyang ayat quran
RHOMA Irama ternyata tidak suka orang berjoget. Pemusik yang dikenal sangat saleh ini menyatakan kepada TEMPO, goyang tubuh akibat lagu dangdutnya sebenarnya "hanya terjadi di Jakarta." Itu pun hanya dilakukan segelintir orang, di antara mereka yang menikmati pertunjukannya. "Tidak ada satu persen," katanya. Ia sendiri mengharapkan, suatu saat nanti pengunjung show-nya di Jakarta akan bersikap sama dengan yang di daerah: duduk tenang di kursi. Aneh, kedengarannya? Tidak. Rhoma (Raden Haji Oma) Irama, salah satu bintang besar tanah air yang tidak diberi tempat di TVRI, diketahui sudah bulat niatnya menjadikan musik sebagai sarana dakwah. Bisa diikuti perkembangan rekaman Soneta, grup dangdut yang dipimpinnya, bukan hanya semakim lama semakim pekat dengan nasihat moral, tapi juga menyelipkan beberapa ayat Quran secara utuh. Dan itu pula yang agak ramai dipersoalkan orang.  

November silam, sebuah mingguan di Jakarta sempat-sempatnya bertanya kepada K.H. Syukri Ghozali, ketua umum Majelis Ulama Indonesia, apa hukum menyanyikan ayat Quran. Jawaban sang kiai: haram. Tentu saja seniman yang salah satu filmnya berjudul Oma Irama Penasaran itu benar-benar penasaran. Sebuah diskusi lalu diadakan, 1 Januari lalu, oleh majalah Panji Masyarakat. Dan di situ, di hadapan para ulama, Rhoma Irama memutar kaset-kasetnya. "Lagu-lagu Soneta tidak ada yang menyanyikan ayat Quran," kata Bang Haji kemudian kepada TEMPO. Dan memang tidak. Dalam lagu seperti La ilaha illallah yang populer itu, ayat Quran Surah Al Ikhlash - dibacakan komplet dengan lidah yang fasih oleh Bang Haji sendiri, diirimgi terjemah. Baru musik mulai - dengan sisipan-sisipan seruan tahlil, kalimat "tiada Tuhan selain Allah". Begitu juga dalam lagu Setetes Air Hina - ayat Q. 86:5-7, tentang asal manusia yang cuma dari air mani. Tapi MUI sudah "telanjur" mengeluarkan fatwa - 3 Desember lalu - yang secara formal mengulangi fatwa hukum dari Kiai Syukri di muka. Dan pelarangan di situ, ternyata, memang hanya berarti pengharaman cara melagukan ayat menurut melodi yang bukan melodi Quran. Sebab, seperti dikatakan Prof. K.H. Ibrahim Hosen, L.M.L., ketua Komisi Fatwa, penyuaraan Quran itu "terikat pada tajwid dan tata cara." Gampangnya saja, ada aturan panjang-pendek yang tidak boleh rusak karena si penyanyi lebih dulu mengikuti melodi - bahkan melodi nyanyian Arab sekalipun. Itu rupanya dianggap penting, mengingat kemungkinan makin banyak upaya "mengqurankan musik". Bukan upaya jenis Rhoma Irama, memang.

Para ulama, dalam pertemuan siang hari itu di Masjid Al Azhar, Jakarta, malah pada mengangguk-angguk. Sebab ternyata tak ada itu "goyang ayat Quran" dalam lagu-lagu Bang Haji. Adapun mengapa Rhoma Irama, di luar soal Quran, begitu khawatir kepada goyang, sedangkan joget dangdut diketahui bahkan tak memerlukan pasangan, tentu hanya mempertegas komitmen keagamaannya.

TENDANGAN IBILIS / 1983

 

Rahsapati, pemuda yang telah matang di dunia persilatan, meminta restu gurunya untuk mencari kedua orangtuanya yang tidak ia ketahui sejak kecil. Di samping itu ia juga ingin mencari kakak kandungnya yang bernama Rahsabudi. Dalam pengembaraannya, dia menemukan dua sahabat yang setia membantu keinginannya. Tantangan demi tantangan mereka hadapi. Bahkan melawan seorang pendekar sakti yang kemudian mereka ketahui ternyata kakaknya sendiri yang sedang dicarinya, Rahsabudi. Rahsabudi kemudian meminta kepada adiknya, janganlah menaruh dendam terhadap Sancageni dan memaafkannya. Tetapi karena hasutan Purbasari, pendekar wanita yang telah membongkar rahasia Sancageni, terjadilah pertarungan antara Rahsapati dan Sancageni, yang sebenarnya adalah ayah kandung sendiri. Keduanya tewas, setelah mengetahui semua rahasia kehidupan masing-masing. Rahsapati sebelum meninggal berpesan, agar Purbasari jangan disia-siakan.

P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

YATTI SURACHMAN
HERMAN PERO
ARMAN EFFENDY
DADANG ISKANDAR
TEDDY PURBA
WATY SIREGAR
BUDI BURBOYO
KAMSUL CHANDRAJAYA
MIEN MAWARDI
ABDULLAH
HERMAN TINO
DAENG HARRIS

PENDEKAR TANGAN HITAM / 1977

PENDEKAR TANGAN HITAM

Murni (Nuke Maya Saphira) sudah lama diculik dan diperistri Datuk Benalu (WD Mochtar), tapi ia tetap mengharap anaknya akan membebaskan.

Sebuah kisah antah-berantah. Murni sudah lama diculik dan diperistri Datuk Benalu, tapi ia tetap mengharap anaknya akan membebaskannya. Adegan pindah ke Megat, keponakan Murni, yang jumpa dengan Ratih, yang mau menyeberang dan diserang gerombolan Benalu, jawara yang selalu mengenakan sarung tangan hitam dan bermata satu. Dalam perjalanan Megat bertemu lagi dengan dua gadis lain, Seruni dan Kumala yang ternyata kemudian diketahui sebagai saudara-saudaranya. Mereka berempat lalu membebaskan Murni yang disekap, dan mengalahkan Benalu. Megat lalu melanjutkan perjalanan. Sepanjang film, dipenuhi adegan perkelahian.


P.T. LARASATI FILM
P.T. BUKIT BARISAN FILM


S. KUMALA DEWI
BENG ITO
ETY ROSARITA
W.D. MOCHTAR
NUKE MAYA SAPHIRA
DADANG ISKANDAR
EDDY WARDY
DAENG HARRIS
ANNA YOHANA
MOH MOCHTAR
HUSIN LUBIS