Tampilkan postingan dengan label AMI PRIJONO / AMI PRIYONO 1970-1994. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AMI PRIJONO / AMI PRIYONO 1970-1994. Tampilkan semua postingan

Senin, 31 Januari 2011

AMI PRIJONO / AMI PRIYONO / 1970-1994

AMI PRIJONO

Banyak orang yang mengenalnya sebagai pemain film, penata artistik film yang juga sekolah film di Moskow (tidak tamat), hingga sedikit yang tahu kalau dia Sutradara film juga.


Nama :Lembu Amiluhur Priyawardhana Priyono

Lahir :Jakarta, 23 Oktober 1939

Wafat :16 Juni 2001

Pendidikan:Akademi Sinematografi, Moskwa jurusan Penata Tari

Prestasi : Meraih piala Citra dalam FFI 1974 Surabaya, sebagai Penata Seni terbaik melalui film Ambisi,
Meraih piala Citra FFI 1978 Ujungpandang, sebagai Sutradara Terbaik, Skenario Terbaik, Penata Artistik Terbaik dan Aktor Pendukung Terbaik melalui film Jakarta, Jakarta,
Merebut hadiah penyajian teknik”dan tema masa kini pada Festival Film Asia tahun 1978 di Sydney, Australia.


Sinetron :Bung Besar (1994),Salah asuhan (1994),Jendela Hati (1994),Erte Erwe (1995),Si Doel Anak Sekolahan II (1995-1996),Singgasana Brama Kumbara (1995),Pedang Keadilan (1996),Agency (1996),Rembulan Teriknya Matahari (1996-1997) 

Anak tunggal almarhum Prof. Priyono ini terjun ke dunia film tahun 1968, sebagai penata seni dalam film Jampang Mencari Naga Hitam. Sebagai penata seni dia pernah memperoleh penghargaan melalui film Ambisi, dalam Festival Fim Indonesia tahun 1974 di Surabaya.Kemahirannya sebagai penata seni pernah pula dia ajarkan di Akademi Teater Nasional, Jakarta dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta.Ami yang jangkung itu dikenal sebagai pemain. Ia muncul sebagai pemain pembantu, antara lain dalam film Tuan Tanah Kedawung”tahun 1970, Beranak Dalam Kubur” pada tahun 1972, Anjing-Anjing Geladak” ditahun 1972, Laki-Laki Pilihan”dan Mama tahun 1973. Pada tahun 1979, ia mendapat peran utama dalam film Bayang-Bayang Kelabu.”Film yang pertama disutradarai olehnya adalah Dewi tahun 1974, kemudian Karmila”di tahun 1975, yang mendapat banyak sambutan publik, lalu Kampus Biru”yang ia buat tahun 1976.Kerjasama dan pengertian antara sutradara dan produser, menurut Ami, merupakan syarat penting untuk keberhasilan sesuatu film. Dalam Film”Kenangan Desember”tahun 1976, “kerjasama dan pengertian itu tercapai sehingga saya memperoleh kebebasan kreatif untuk melaksanakan ide-ide saya”, “begitu kata Ami.Di Ujungpandang, pada FFI tahun 1978, filmnya Jakarta, Jakarta”yang ia sutradarai tahun 1977 menghasilkan 5 buah piala Citra, masing-masing untuk film terbaik, penyutradaraan terbaik, skenario terbaik yang ditulis bersama N. Riantiarno, penata artistik terbaik, yang didapat Judy Subroto dan aktor pendukung terbaik yang diperankan oleh Masito Sitorus.


Kemudian ia juga merebut hadiah penyajian teknik”dan tema masa kini pada Festival Film Asia tahun 1978 di Sydney, Australia.
 


Berawal dari Penata Artistik Film
30 Oktober 1976 


Karmila dan hiburan dengan "b"...

Ia memang tidak sampai selesai mempelajari ilmu penataan artistik (art  directing). Tapi jelas bukan itu soal yang jadi sumber kekecewaannya  sehingga ia terpaksa hijrah dari bidangnya. "Di sini penata artistik  hampir tidak ada artinya, cuma embel-embel"? kata Ami, 37 tahun 7 pekan  silam. Sejumlah film ia kerjakan sebagai penata artistik tapi di sana ia  tidak merasa berbuat apa-apa. "Produser kita belum menyadari hal itu,  hingga banyak kali film dibikin tanpa seorang penata artistik". Meski  mendapat porsi yang teramat kecil dengan bayaran yang amat murah, Ami  toh bekerja keras. Dan Festival Film Indonesia di Surabaya sepakat untuk  memilih pemuda kelahiran Jakarta ini sebagai penata seni terbaik untuk  festival itu lewat film A.M.B.I.S.I. 
 
Di dunia film Indonesia seorang  yang telah mendapat hadiah festival biasanya mendapat banyak kesempatan  kerja, tapi Ami ternyata dihindari oleh nasib baik demikian. "Saya  pikir-pikir, kalau begini terus, tidak bakalan saya bisa kerja kreatif",  keluh Ami yang kemudian juga sering mengisi kosongnya sebagai pemain  film. Ia ingin jadi sutradara saja. Ini memang bukan keinginan  berlebihan, sebab di Indonesia, mereka yang tak ketentuan pendidikan dan  pengalamannya saja tiba-tiba bisa jadi sutradara. "Selama jadi penata  artistik, saya juga memperhatikan teman-teman bikin film. Saya belajar  dari Asrul Sani, Sjuman Djaja, Wim Umboh, Niko dan Abbas Akup", begitu  Ami menjelaskan. Dan Ami Priyono bekas mahasiswa Sekolah Film  Moskow memang jadi sutradara. Filmnya yang pertama, Dewi, tidak beredar  di Jakarta. Ini lantaran ribut antara produser dan pemilik modal. 
 
Film  Karmila yang kini sedang menyedot sejumlah besar penonton, juga nyaris  tidak bisa ditonton. Meliwati proses rumit, menghabiskan waktu yang  cukup panjang, film itu akhirnya beredar juga. Dan produser Yudi Astono Cahaya langsung membikin kontrak dengan Ami. Kini Ami sibuk menyiapkan  film Kenangan Desember untuk PT Baskara Film. Sementara itu beberapa  produser lainnya dikabarkan sedang menanti kesempatan berikutnya untuk  mencoba tenaga sutradara baru ini. 
 
T: Tawaran yang banyak itu apakah anda akan terima semua?
J:  Saya menghadapi tawaran itu dengan sebuah prinsip. Saya hanya akan bisa  bikin 3 film dalam 2 tahun. Dengan begitu saya akan cukup waktu mengisi  diri supaya tidak kering, tidak kehabisan kreatifitas.
T: Adakah prinsip lain yang anda pegang dalam menghadapi para produser?
J:  Bagi saya honorarium adalah soal ke dua. Untuk bekerja, saya perlu  kondisi obyektif. Saya perlu cerita yang baik, pembiayaan yang luwes,  karyawan yang baik dan laboratorium harus Tokyo. Film-film yang  menghasilkan uang banyak semua dibuat dengan prinsip ini, coba anda  perhatikan.
T: Setelah mendapat kesempatan jadi sutradara, apakah ambisi anda selanjutnya? 
J:  Sederhana. Ingin berkomunikasi dengan penonton. Sebagian besar film  kita kurang berkomunikasi dengan penontonnya. Ini saya kira disebabkan  lantaran kebanyakan sutradara kita kurang memperhatikan keinginan  penontonnya. Saya tidak akan bikin film macam-macaum. saya cuma ingin  film ini bukan dengan "h besar. Kalau nanti saya cukup punya uang lebih,  saya akan coba bikin film-film ekspresi diri dengan biaya dari saku  saya sendiri. Sembari bersiap-siap memulai pembuatan film Kenangan  Desember. Ami juga masih harus merampungkan pembicaraan dengan PT Madu  Segara, produser film Karmila yang berhasil menarik banyak penonton itu. 
T: Apakah lanjutan Karmila itu dibikin lantaran film Karmila sekarang ini membawa untung besar? 
J:  (jawaban dari pihak Madu Segara) Untung besar terang tidak, sebab uang  yang tertanam juga besar (93 juta) dan uang itu lama terkatung-katung  lantaran ribut yang sampai ke pengadilan dulu itu. Pembuatan seri  berikut dilakukan lantaran permintaan banyak orang dan kalangan  perbioskopan. Investasi kita nanti tidak akan sebesar dulu, sebab  biasanya film serial macam itu akan kurang menghasilkan uang. 
J:  (jawaban Ami): Bagi saya film Karmila yang sudah beredar itu barulah  buka layar. Konflik-konflik hidup berkeluarga justru akan ditemukan pada  seri lanjutannya nanti. Para peminat film nasional sebentar lagi akan  menyaksikan karya terbaru Ami Priyono, Kampus Biru, yang diangkat dari  novel Ashadi Siregar.
T: Kabarrya penggarapan Kampus Biru tidak serapi Karmila. 
J:  Hal itu mungkin disebabkan oleh waktu kerja yang sempit. Pemotretan  Karmila menghabiskan waktu 45 hari, sedang Kampus Biru cuma 28 hari.  Bahan baku yang dipakai oleh Karmila juga lebih baik, juga studio. Dan  Kampus Biru dibuat ketika Karmila masih dalam sengketa, dan suasana itu  ada membawa pengaruh kurang baik pada diri saya.

Dekade  tahun 1970-an bisa disebut sebagai periode terbaik dalam proses  adaptasi novel menjadi film. Pada periode ini pula publik pecinta film  (remaja) begitu gandrung kepada film "Gita Cinta dari SMA" arahan  sutradara Arizal. Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama  karya Eddy D. Iskandar ini tak hanya sukses dari sisi jumlah penonton,  tetapi juga mampu mengangkat sosok Rano Karno (pemeran Galih) dan Yessi  Gusman (pemeran Ratna) sebagai idola remaja kala itu.

Sebelumnya,  di tahun 1977 Teguh Karya sukses mengangkat kisah novel Badai Pasti  Berlalu karya novelis wanita Marga T. ke layar lebar dengan judul yang  sama. Karya Marga T. lainnya yang diangkat ke layar lebar adalah Karmila  (1974). Film yang diberi judul sama dengan novel dan disutradarai oleh  Ami Prijono ini terbilang sukses. "Karmila" merupakan film kelima yang  berhasil menembus dan bertahan lama di bioskop kelas atas. Menurut data  Perfin, "Karmila" merupakan film terlaris kedua di Jakarta pada 1976  dengan jumlah penonton mencapai 213.036 orang.

Setelah  sukses membesut "Karmila", Ami Prijono meneruskan projek film adaptasi  lainnya. Masih dengan genre remaja, kali ini ia menggarap "Cintaku di  Kampus Biru" (1976), hasil adaptasi dari novel karya Ashadi Siregar.  "Cintaku di Kampus Biru" mampu melambungkan nama Roy Marten dan tercatat  sebagai film terlaris ketiga di Jakarta pada 1976 dengan jumlah  penonton 168.456 orang.

Tentu saja, di era  ini penonton tak boleh melupakan kiprah "Si Doel Anak Betawi" (1973)  arahan sutradara Sjuman Djaya. Film ini diangkat dari kisah novel karya  sastrawan Aman Datoek Madjoindo. Film bergenre anak-anak yang dibintangi  Rano Karno ini dinilai sukses, bukan saja dari segi pencapaian  penonton, tetapi juga pembentukan sosok Si Doel yang kelak menjadi  sebuah brand yang populer.
 

RORO MENDUT 1982 AMI PRIJONO
Director
GUNDALA PUTRA PETIR 1981 LILIK SUDJIO
Actor
DEWI 1974 AMI PRIJONO
Director
ROMI DAN JULI 1974 HASMANAN
Actor
DR. SITI PERTIWI KEMBALI KE DESA 1979 AMI PRIJONO
Director
OMBAKNYA LAUT MABUKNYA CINTA 1978 ABRAR SIREGAR
Actor
BUYANG-BUYANG KELABU 1979 AMI PRIJONO
Director
ASMARA 1992 ADISOERYA ABDY
Actor
RAMADHAN DAN RAMONA 1992 CHAERUL UMAM
Actor
YANG 1983 AMI PRIJONO
Director
KASUS 1978 ISHAQ ISKANDAR
Actor
BINTANG KEJORA 1986 CHAERUL UMAM
Actor
KARMILA 1975 AMI PRIJONO
Director
PENGANTIN 1990 WIM UMBOH
Actor
PENGANTIN REMAJA 1991 WIM UMBOH
Actor
SI BONGKOK 1972 LILIK SUDJIO
Actor
KIDUNG CINTA 1985 MATNOOR TINDAON
Actor
SELEMBUT WAJAH ANGGUN 1992 AGUS ELLYAS
Actor
JAKARTA JAKARTA 1977 AMI PRIJONO
Director
TUAN TANAH KEDAWUNG 1970 LILIK SUDJIO
Actor
BADUT-BADUT KOTA 1993 UCIK SUPRA
Actor
BAYANG-BAYANG KELABU 1979 FRANK RORIMPANDEY
Actor
OOM PASIKOM 1990 CHAERUL UMAM
Actor
LAKI-LAKI PILIHAN 1973 NICO PELAMONIA
Actor
KELUARGA MARKUM 1986 CHAERUL UMAM
Actor
BERANAK DALAM KUBUR 1971 AWALUDIN
Actor
ALI TOPAN DETEKTIF PARTIKELIR TURUN KE JALAN 1979 ABRAR SIREGAR
Actor
MAMA 1972 WIM UMBOH
Actor
UNTUKMU INDONESIAKU 1980 AMI PRIJONO
Director
UNTUKMU KUSERAHKAN SEGALANYA 1984 YAZMAN YAZID
Actor
ANJING-ANJING GELADAK 1972 NICO PELAMONIA
Actor
YANG MASIH DI BAWAH UMUR 1985 YAZMAN YAZID
Actor
JODOH BOLEH DIATUR 1988 AMI PRIJONO
Director
PERTUNANGAN 1985 AMI PRIJONO
Director
BONEKA DARI INDIANA 1990 NYA ABBAS AKUP
Actor
ITA SI ANAK PUNGUT 1973 FRANK RORIMPANDEY
Actor
KIPAS-KIPAS CARI ANGIN 1989 NYA ABBAS AKUP
Actor
CAS CIS CUS 1989 PUTU WIJAYA
Actor
SEJAK CINTA DICIPTAKAN 1990 ADISOERYA ABDY
Actor
HATI SELEMBUT SALJU 1981 ISHAQ ISKANDAR
Actor
REMANG-REMANG JAKARTA 1981 LUKMANTORO DS
Actor
OLGA DAN SEPATU RODA 1991 ACHIEL NASRUN
Actor
KENANGAN DESEMBER 1976 AMI PRIJONO
Director
RODA-RODA GILA 1978 DASRI YACOB
Actor
CHRISTINA 1977 I.M. CHANDRA ADI
Actor
BUKAN IMPIAN SEMUSIM 1981 AMI PRIJONO
Director
SESAL 1994 SOPHAN SOPHIAAN
Actor
KAMPUS BIRU 1976 AMI PRIJONO
Director

KENANGAN DESEMBER / 1976

KENANGAN DESEMBER


Kisah tentang Anna(Tanty Josepha), gadis sebatang kara tanpa latar belakang jelas, dan keluarga Frans (Ishaq Iskandar) yang diliputi kesuraman. 

Pangkal kesuraman ini adalah kematian nyonya rumah yang tak begitu jelas alasannya diracun oleh adik kandungnya sendiri, Renata (Marini), tapi tak diketahui Frans. Anna adalah guru privat kedua anak Frans. Ia digombali oleh Danny(Roy Marten), adik ipar Frans juga yang tinggal di rumah itu. Anna yang semula menolak, lalu merasa tumbuh cintanya, saat Danny sudah pergi ke Jakarta untuk bekerja. Sialnya, surat-surat Danny dibajak Renita. Dan Anna-Danny begitu bodoh untuk tidak berusaha cara lain untuk saling tahu. Lalu ada pernyataan cinta dari Frans terhadap Anna, yang terlanjur sudah dingin dan akhirnya membeku di biara, setelah menyaksikan kematian Frans oleh racun Renita juga.

P.T. BHASKARA INDAH CINE FILM

TANTY JOSEPHA
MARINI
ISHAQ ISKANDAR
NANI WIDJAJA
ROY MARTEN
SIMON PS
HENGKY NERO
BUNG SALIM
CANDY
NIKEN BASUKI
DOLLY SANDRA
   



PERTUNANGAN / 1985

PERTUNANGAN

Sandro (Rano Karno), anak bungsu keluarga kaya Sugiarto, menderita penyakit aneh. Ia lalu dibawa ke dokter nyentrik, yang menemukan penyebabnya. Ia menderita tekanan jiwa, akibat selalu disuntik wejangan sang ayah agar sukses seperti kakak-kakaknya, padahal Sandro otaknya tak begitu encer. Sang Dokter akhirnya bersedia merawat Sandro, asal ayahnya tak ikut campur.

Sandro dididik Sang Dokter agar bisa mandiri. Sandro kemudian bersedia menjadi penarik bajaj. Di suatu tempat Sandro bertemu dengan Maya (Winny Aditya Dewi), gadis yang bekerja di cabang perusahaan ayahnya, yang berlanjut dengan sering bergaul. Maya sendiri sedang diincar Bambang (Mathias Muchus), pimpinan cabang perusahaan itu.

Ketika Sandro dinyatakan hilang, Sugiarto menuduh dokter telah menculiknya. Di sisi lain persaingan pun terjadi antara Sandro dan Bambang, memperebutkan Maya. Persaingan ini dimenangkan oleh Sandro. Bambang dan Maya akhirnya mengetahui bahwa Sandro adalah anak boss mereka.
 P.T. GRAMEDIA FILM

WINNY ADITYA DEWI
RANO KARNO
MIEN BRODJO
DHALIA
A. KHALIK NOOR NASUTION
BAMBANG HERMANTO
MATHIAS MUCHUS
BOEDI SR
HERMAN
YOSE MARUTHA
TINA ARIESTINA
SUTOPO HS

DEWI / 1974

DEWI

Pertemuannya dengan Burhan (Ishaq Iskandar) yang mencintainya sejak kecil, membuka harapan baru bagi Tuti (Tutie Kirana) yang tidak bisa dipenuhi suaminya, Iskandar (Jasso Winarto), wartawan idealis. Maka, bersama anaknya, Dewi (Dewi Rosaria Indah),   ia tinggalkan suami dan kemiskinannya. 
 
Rumah baru ternyata tidak memberikan ketentraman buat Dewi. Apalagi janji Burhan untuk mengawini   Tuti hanya tinggal janji. Tuti sebenarnya hanya selingan saja bagi   Burhan, karena istrinya (Nani Wijaya) tengah  hamil. Dewi dibebaskan dari sekolah karena hanya melamun,  sementara  ayahnya mengajak duel Burhan. Tuti datang melerai. Sampai di  rumah,  ternyata istri Burhan tengah mencoba membunuh Dewi. Maka Dewi   mendapatkan kembali ayahnya, sementara Burhan kembali pada istrinya.   Tuti berkumpul kembali dengan suaminya.

P.T. CITRA INDAH FILM

DEWI ROSARIA INDAH
TUTY KIRANA
NANI WIDJAJA
ISHAQ ISKANDAR
SAM SUHARTO
MARDALI SYARIEF
JASSO WINARTO
ROSALINE OSCAR
BISSU
SOULTAN SALADIN
EL MANIK
PONG HARDJATMO

UNTUKMU INDONESIAKU / 1980

UNTUKMU INDONESIAKU


Sebuah film dokumenter yang nyaris jadi dokumentasi keluarga. 

Pada awalnya nampak ada niat untuk memberikan kesempatan bagi mereka yang tak sempat menyaksikan pagelaran musik "Untukmu Indonesiaku" karya Guruh Soekarnoputra. Pertunjukan itu sendiri memang tampil, meski tidak utuh. Sutradara kemudian merangkaikan rekaman pertunjukan itu dengan apa yang terjadi di balik layar, baik ketika pertunjukan sebenarnya berlangsung, maupun proses latihan dan proses terciptanya pertunjukan itu. Karena itu Guruh sendiri tampil. Bagaimana ia menimba ilmu dan kesenian dari Bali umpamanya. Juga tampil sedikit proses terjadinya grup Swara Maharddika. Yang terpokok tampaknya sutradara ingin menunjukkan siapa Guruh dan pengaruh apa saja yang merangsangnya, termasuk dari ayahnya, Bung Karno dan alam Indonesia yang "elok permai".

P.T. NUSANTARA FILM

GRUP SWARA MAHARDDIKA
TRIO BEBEK
ACHMAD ALBAR
DONO
KASINO
INDRO
GURUH SOEKARNOPUTRA




DR. SITI PERTIWI KEMBALI KE DESA / 1979

DR. SITI PERTIWI KEMBALI KE DESA


Siti  Pertiwi (Christine Hakim) yang baru lulus sebagai dokter, menjalani   wajib dinasnya di daerah Menggala, Lampung. Di tempat tugas ini ia   harus menghadapi berbagai masalah: kecurangan yang dilakukan mantri   pembantunya, ketakutan penduduk setempat pada dukun sakti Atuk Raja   (Maruli Sitompul) berikut anak buahnya yang beringas, dan   masalah-masalah pribadinya. Semua ini menyulitkan pekerjaannya sebagai   dokter di desa itu. Ia mendapat bantuan dari mahasiwa yang kerja   serabutan di daerah itu. Namun, hal ini malah mengundang pandangan yang   tidak-tidak. Sutradara meramu kisah tadi dalam sajian campuran antara   renungan Siti Pertiwi tentang pekerjaan dan dirinya, dengan konflik   fisik.

 Suatu angket telah diadakan oleh PT.Safari Sinar Sakti Film. 94% komentar yang masuk menyatakan "lumayan, cukup, bagus, baik, bermutu" dan selebihnya berupa saran yang antara lain menyebutkan, "judulnya kurang tepat. Sebuah komentar dari Effy Thomas menunjukkan pernyataan yang paling konkrit dari film yang lahir dari ide KNPI itu. "Sangat bagus, apalagi pengabdian dan keberanian seorang dokter wanita. Banyak persamaan antara cerita film itu dan realita pada dokter di kehidupan nyata.
 P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

CHRISTINE HAKIM
EL MANIK
JOICE ERNA
MARULI SITOMPUL
RASYID LUBIS
AUGUST MELASZ
BOEDI SR
SJAEFUL ANWAR
ELVA MANISA
RAMLI IVAR
EDDY WARDY
IKRANAGARA


DR.  SITI PERTIWI KEMBALI KE DESA 
Hampir setiap hari orang bicara soal  pembangunan. Tapi banyak orang lupa bahwa hal itu juga menyangkut  perubahan nilai dan mental. Dalam Dokter Siti Pertiwi Kembali Ke Desa,  saya ingin mengemukakan bahwa soal pembaharuan itu merupakan hasil  benturan nilai tradisional dan nilai modern. Untuk memperoleh resep  pembangunan, saya kira, kaum intelektual harus lebih banyak mengenal  lingkungannya. -- Ami Prijono KAUM intelektual (modern) dalam film Dokter Siti Pertiwi Kembali Ke Desa diwakili Siti Pertiwi (Christine  Hakim). Sementara Atuk Raja (Maruli Sitompul), dukun tradisional dan  Daying Madani (Ikranegara) murid Atuk Raja, berada di pihak seberang.  Benturan nilai tradisional dan modern itu terjadi di Desa Menggala,  Lampung, tatkala Siti Pertiwi diterjunkan ke sana sebagai dokter Inpres.  Pada mulanya kelompok Atuk Raja menolak konsep pengobatan modern. Dengan bekal pengetahuannya, Siti Pertiwi berusaha meyakinkan Atuk Raja  bahwa ilmu kedokteran modern merupakan suatu alat ampuh . 
 
Ketika Desa  Menggala dilanda wabah muntaber -- karena sumur dan sungai diracuni  Daying Madani -- barulah Atuk Raja mau membantu dokter itu mengatasi  wabah. Sementara Siti dan Atuk sudah melunakkan sikap, Daying Madani memisahkan diri secara sepihak. Di situ sutradara Ami Prijono berusaha menunjukkan bahwa konflik justru melahirkan suatu perkawinan harmonis  kedua nilai itu. Ditunjukkannya Atuk Raja justru tewas di tangan Daying  Madani sendiri. "Di film itu saya ingin menunjukkan bagaimana  sesungguhnya peranan kaum intelektual sebagai ujung tombak pembangunan,"  ujarnya. Dibanding filmnya terdahulu Jakarta-Jakarta, kali ini filmnya  lebih tangkas bertutur. Dengan pedas, Ami mengolok-olok sebagian  kelompok masyarakat tradisional yang keburu maju -- digambarkan dalam  sosok Kustiyah (Joice Erna). Didukung permainan para pemeran yang bagus,  film ini menawarkan suatu gagasan dan wilayah baru. Setidaknya ia  bukanlah film melodrama dengan deraian air mata.
 

KARMILA / 1974

KARMILA


Film terlaris II di Jakarta, 1976, dengan 213.036 penonton, menurut data Perfin.
Kisah Karmila (Muriani Budiman), mahasiswi kedokteran yang hamil karena diperkosa Feisal (Awang Darmawan) dalam sebuah pesta. Gadis yang keras hati itu terpaksa kawin, meski pujaan hatinya tetap menyatakan kesediaannya menerima apa adanya. Ia juga sebenarnya menolak kehadiran anak yang dikandungnya itu. Feisal yang menyesal, berusaha mengubah watak dan sikap untuk menarik hati Karmila. Karmila berubah sikap ketika anaknya sakit gawat. Naluri keibuannya muncul dan ia kembali pada suami dan anaknya.

Dari novel laris berjudul sama yang pertama kali dimuat secara bersambung di Kompas. Film ini dipersengketakan di pengadilan oleh PT Citra Indah Film, salah satu produsernya, karena produser lain, PT Madu Segera Film dianggap menguasai sepenuhnya film yang sudah siap edar. Film ini tampaknya selaris novelnya, yang waktu film itu beredar sudah memasuki cetakan kedelapan dan mencapai angka 55.000 yang terjual. Sejak kebangkitan film nasional tahun 1970, film ini merupakan film kelima yang berhasil menembus dan bertahan lama di bioskop kelas atas. Empat film lainnya: Bernafas dalam Lumpur - Pengantin Remaja - Bing Slamet Koboi Cengeng - Ratapan Anak Tiri. 
 P.T. CITRA INDAH FILM
P.T. MADU SEGARA FILM

MURIANI BUDIMAN
AWANG DARMAWAN
MANG UDEL
NANI WIDJAJA
UMAR KAYAM
ROSIHAN ANWAR
CASSIM ABBAS
ROSALINE OSCAR
SRI WIDIATI


SEPERTI  bayi yang terlahir dan keadaan sulit film Karmila yang tersendat-sendat pembuatannya, diharapkan akan dapat mengeruk kantong penonton. Harapan  siapa? Eltahlah, karena siapa pemilik kopi-kopi film itu belum lagi  ketahuan. Nyonya Sevira Sudjarwo, Direktris BT Citra Indah Film,  produser, mengaku film itu dia punya. Fihak lain, Drs. Ibrahim  Syamsuddin, PT Madu Segara, penangung keuangan pembiayaan film itu, juga  merasa punya hak. Sengketa yang menunggu diputus oleh pengadilan itu  sementara mereda. Bismar Siregar SH Ketua Pengadilan Negeri Jakarta  Utara Timur, yang memeriksa perkara itu, bulan lalu menyarankan  ditempuhnya jalan perdamaian. Maka untuk sementara ditetapkan agar dua  fihak yang bersengketa itu bersama-sama mengedarkan novel Marga T yang  sudah dilayar-perakkan itu. Hasilnya bagi-bagilah menurut perjanjian  yang bisa dicapai. Bismar mengharap, "sambil menunggu keputusan saya,  film boleh diputar dan diambil manfaatnya bersama". Asal jangan timbul  sengketa baru lagi saja, begitu.

Metah-mentah Yang memulai  memperkarakan adalah Nyonya Sudjarwo. Ia mengajukan gugatan kepada: Drs.  Ibrahim. Pengurus Ekspedisi Union Ekspres, Departemen Penerangan  khususnya Direktur Pembinaan Film, dan Japan Air Lines (JAL) Seksi  Cargo. Dari kesemua tergugat itu. nyonya ini mengharapkan mendapat  berbagai ganti rugi sebesar Rp 200 juta lebih. Bulan Oktober 1974 antara  yonya Sudjarwo dan Ibrahim telah terjadi sutu perjanjian kerja untuk  membuat dan mengedarkan film Karmila berdasarkan novel terkenal Marga T  dan dengan sutradara Ami Prijono. Film berwarna 35 milimeter itu harus  selesai dibuat oleh produsernya, Nyonya Sudjarwo, paling lambat 3 bulan  dengan biaya dari Ibrahim sebesar Rp 45 juta. Dari hasil peredarannya  nanti, produser akan memperoleh 30% dan selebihnya adalah hak yang punya  uang. Membuat film ternyata tidak gampang. Mula-mula timbul kericuhan  antara produser dengan sutradara. Di samping itu di sana-sini muncul  protes dari para artis serta para karyawan film lainnya yang juga tidak  puas dengan sihap si produser. Keluhan berkisar -a(la keuangan yang  seret. Dengan sutraara Ami Prijono, persoalan kelambatan pembuatan film  lebih diperuncing lagi oleh Nyonya Sudjarwo: sang sutradara dipecat  mentah-mentah. Nyonya ini menuduh Ami terlalu lamban bekerja Ami tidak  membantah, cuma membela diri: ia memang sutradara baru, jadi maklum saja  tidak bisa secepat kerja sutradara Turino atau Nawi Ismail, misalnya  (TEMPO. 15 Pebruari 1975). Menurut Ibrahim, yang menyanggah sulat  gugtan: kericuhan antara produser dan anak buahnya itulah penyebab  kelamhatan pembuatan Karmila. Tapi tidak begitu kata Nyonya Sudjarwo.  Apa yang dianggpnya sebagai alasan yang sebcnarnya. diuraikannya panjang  lebar dalam surat gugatannya.

Uang Lembur Bulan Desember 1974,  Ibrahim menyuruh orangnya menemui Nyonya Sudjarwo untuk meminjam  msh-copy yang telah selesai 40%. Karena alasan sekedar meminjam dan  hanya untuk melihat lihat saja, nyonya produser memberikannya. Tapi  hingga selesai pembuatan film itu, barang pinjaman itu menurut Nyonya  Sudjarwo, tidak pernah dikembalikan. Lalu bulan Januari tahun  berikutnya, sebagai produser, Nyonya Sudjarwo menyodorkan tagihan uang  lembur kepada Ibrahim. Namun penanggung pembiayaan ini keberatan  membayar. Kepada Nyonya Sudjarwo dimintakan agar -  mempertanggungjawabkan lebih dulu pengeluaran keuangan sebelumnya. Belum  lagi selesai tahap pertama sengketa ini, muncul peristiwa baru:  rush-copy kedua yang biasanya diterima oleh produser dari perusahaan  ekspedisi atas kiriman dari perusahaan laboratorium di Jepang, ternyata  telah berada di tangan Ibrahim lagi. Nyonya Sudjarwo menuduh, dalam  gugatannya. Ibrahim telah mengambilnya dengan paksa dan "mengancam  dengan pisau" pada pegawai ekspedisi di lapangan terbang Halim Perdana  Kusuma. Dari peristiwa ini,- penggugat menyebutnya: "sejak itulah  terjadi opan clash alias perselisihan terbuka. Akhir Januari berikutnya,  produser menyodorkan penncian keuangan yang harus dibayar oleh Ibrahim  sekitar Rp 9 juta. Sebagai "perincian anggaran biaya hooling terakhir",  begitu disebut dalam surat gugatan. Ibrahim juga tidak memenuhi tuntutan  produsernya. Ia mengundang agar persoalan Karmila itu di selesaikan  dengan musyawarah kembali, dengan mengambil tempat di Kantor Direktorat  Pembinaan Film. Produser menolak ajakan ini dengan alasan: Ibahim yang  dari PT Madu Segara itu ukan pengusaha film sehingga tak ada  sangkut-pautnya dengan Departemen Penerangan. Karena itu tidak pada  tempatnya mengu ndangnya bertemu di Kantor Direktorat Pembinaan Film  Deppen. Malah berikutnya Nyonya Sudjarwo menyatakan dirinya: secara sah  menjadi pemilik Karmila karena Ibrahim sudah menyalahi perjanjian  kerja--tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya pengambilan adegan  terakhir.

Campur Tangan Dalam saat yang keruh itu Direktur  Pembinaan Film, H. Johardin, turun tangan. Melalui suratnya bulan Juni  1974, tegas-tegas dinyatakannya: Karmila harus lanjutkan pembuatannya  tanpa campur tangan produsernya, PT Citra Indah Film. Nyonya Sudjarwo  menuluh instruksi Direktur Pembinaan Film ini sebagai campur tangan yang  memihak dan merugikan fihaknya. Namun karena tangan Johardin itulah,  maka Karmila selesai dibuat. Merasa mendapat dukungan dari Johardin, PT  Madu Segara akan segera saja mengedarkan Karmila. Hampir saja terjadi  'sesuatu' ketika Karmi11a akan diputar perdana di Jakarta Theatre, 21  Oktober tahun lalu. Hakim Bisrnar Siregar memerintahkan agar pemutaran  film itu dibatalkan, karena pengadilan belum memutuskan siapa yang  berhak memutarnya. Tentu suli untuk menaati perintah Bismar, karena para  undangan sudah harus hadir dan perintahnya sungguh mendadak. Syukur  Bismar bisa mengerti keadaan ini. Hanya setelah pemutaran perdana,  terpaksa 6 copy film (12 Trailer) disimpan dipengadilan. Bismar  mengharapkan: "Kalau bisa saya tidak usah memutuskan perkara ini, asal  perdamaian dapat tercapai secepatnya dan sebaik-baiknya"

JODOH BOLEH DIATUR / 1988

JODOH BOLEH DIATUR
 

Dono, Kasino, Indro mencari pacar lewat biro jodoh. Persoalan timbul karena pasangan mereka yang direkomendasikan kepala biro jodoh (Ira Wibowo) itu. Indro kecewa karena pasangannya ternyata sedang meneliti tentang kesetiaan pria untuk skripsinya.

Dono nyaris dipecat gara-gara kebanyakan memakai telpon untuk pacaran, sedang pasangan Kasino ternyata penipu. Calon Dono, Rita (Raja Emma) tiba-tiba menghilang dan lewat kakeknya (Panji Anom) menitipkan bayi pada Dono. Ternyata Rita menghindar dari suaminya yang datang mencari dan ingin mengajak rujuk. Rita pergi , karena tak mau dimadu.

Maka kelucuan pindah dengan soal bayi itu, yang mengingatkan akan film'"Three Man and a Baby". Dono jatuh cinta pada bayi itu, hingga waktu diambil Rita dan suaminya kembali ke Malaysia, dia bagaikan kehilangan ingatan dan menyusul ke Malaysia dengan menggendong-gendong boneka ditemani Indro dan Kasino. Setelah bertemu bayi itu, ia bisa tertawa kembali.
 P.T. GARUDA FILM

WARKOP D.K.I.
IRA WIBOWO
NIA ZULKARNAEN
RAJA EMMA
YURIKE PRASTICA
IDA KUSUMAH
SYLVANA HERMAN
DHALIA
LINA BUDIARTI


Raja Emma adalah bintang Malaysia. Sebagian film juga dibuat di Malaysia. Maksudnya, kira-kira agar pemasaran di Malaysia bisa lebih baik. Film terlaris IV di Jakarta, 1988, dengan 444.030 penonton, menurut data Perfin.

YANG / 1983

YANG


Yogi dilimpahi perhatian yang sangat berlebihan oleh ibunya. Sang ibu memang terlalu mengatur dan mendikte kehidupan Yogi karena tak mau peristiwa kematian abang Yogi terulang. Sang ayah dipersalahkan karena dulu memberikan kebebasan kepada si sulung. Sekarang, walau sudah di tingkat IV Fakultas Teknik, Yogi tetap tak punya kepercayaan diri. Yogi Cuma mampu membantah kehendak sang ibu dalam hati saja.

Konflik mulai tercetus ketika sang ibu ingin menjodohkan Yogi dengan Ria dan tak mengijinkan Yogi membeli sepatu kats. Yogi ngambek dan ngawur dalam menjawab soal ujian hingga tak lulus. Dalam kebingungan Yogi terjebak keisengan kawan-kawannya yang membawanya ke kelab malam. Inilah awal perkenalan Yogi dengan Sita, hostess yang mengaku sebagai mahasiswi Fakultas Sosial yang sedang riset. Yogi cepat jatuh hatio kepada Sita.


Mengetahui hal ini, ibunya melabrak Sita. Sita menolak sodoran uang ibu Yogi yang memintanya memutuskan hubungan dengan Yogi.


Betapapun akhirnya Yogi mengetahui juga siapa sebenarnya Sita. Hatinya luka, apalagi melihat Sita bermesraan dengan Oom Darto. Ia minggat dari rumah dan mengontrak sebuah kamar gembel.


Berita pertunangan Sita dengan Oom Darto membuat Yogi setengah kalap. Untunglah berita itu tidak benar. Sita menyadari betapa cintanya Yogi kepadanya. Ia merawat pemuda ini dan hidup bersama di sebuah pondok. Sita berhasil menyadarkan Yogi akan arti hidupnya dan membiayai studi si pemuda.


Demi anak muda keluarga kaya-raya, hostess Sita berkorban. Yogi lulus dan diwisuda. Ayah-Ibu Yogi datang dengan penuh kebanggaan. Dan Sita pun dinista sebagai hostess yang kesasar. Sita lari meninggalkan kampus. Ia bersedia mengikuti Oom Darto yang akan terbang ke Surabaya. Yogi menanggalkan toga dan menyerahkan ijazah kesarjanannya kepada ibunya, lalu berlari menyusul Sita ke Bandar Udara Kemayoran.
 P.T. GRAMEDIA FILM

ZORAYA PERUCHA
RANO KARNO
NANI WIDJAJA
ZAINAL ABIDIN
PITRAJAYA BURNAMA
ITA AGUSTA
A. NUGRAHA
IDA LEMAN
AFRIZAL ANODA


BUKAN IMPIAN SEMUSIM / 1981

BUKAN IMPIAN SEMUSIM


Adaptasi dari Novel. Nina kecil (Citra Wiharja) putri tertua penjaga perkebunan, ditolong Daniel (Tara Soemarjo) calon pastor, ketika ada harimau mendekatinya. 

Peristiwa ini menumbuhkan simpati pada Nina yang bercita-cita menjadi biarawati. Sementara itu Adri (Deddy Mizwar), anak pengusaha besar yang sakit-sakitan, sangat mencintai Nina. Nina harus melupakan cita-citanya dan memilih mambantu keluarga yang jatuh miskin karena ayahnya dicopot dari pekerjaan dengan tuduhan korupsi. Ayah yang patuh dan tak mau kompromi menjadi pemabuk. Daniel telah menjadi Pastor. Dengan bekal ketrampilan dari kursus mengetik Nina mendapat pekerjaan di perusahaan ayah Adri, yang kini dipimpin Adri,karena ayahnya mengundurkan diri sejak kematian Ita (Debby Ciptadi)adik Adri. Adri terus mendekati Nina yang selalu minta nasehat dari Daniel yang bertugas mengurus anak yatim-piatu. Akhirnya Nina mau kawin dengan Adri dan berusaha belajar mencintainya. Karena melihat Nina merasa kesukaran dalam keluarga Adri terutama dengan ibunya, Adri melepaskan jabatannya, memilih hidup mandiri menjadi pengrajin kerami di Plered. Adri bekerja keras untuk Nina dan anak kembarnya. Nina mulai tumbuh cintanya, apalagi setelah tahu bahwa tumor yang diidap dan dirahasiakan Adri. Adri meninggal.
 P.T. ISAE FILM

DJATU PARMAWATI
DEDDY MIZWAR
A.N. ALCAFF
RIMA MELATI
CHITRA DEWI
DEBBY CIPTADI
ZAINAL ABIDIN
DINA SOEMARJO
EL MANIK
MARLIA HARDI
DINA MARIANA
SALAT JUNAEDY

RORO MENDUT / 1982

RORO MENDUT


Film ini diangkat dari Novel, Y.B. Mangunwijaya tak  mau dicantumkan  namanya tatkala diangkat ke layar putih oleh Ami  Prijono. Alasannya cukup beragam, mulai   ketidak cocokan atas cerita novel ke layar lebarnya...atau karena Ami   terlalu melihat sudut seksualitas Roro Mendut-nya saja, dari pada   sejarahnya.  Toh ,Akhir cerita ini membuat sengketa dengan penulis ceritanya. Dalam   cerita rakyat aslinya memang bunuh diri yang terjadi, tapi  Mangunwijaya membuat akhiran terbuka yang diharapkan menjadi lambang perlawanan dan optimisme.

Roro   Mendut (Meriam Bellina), wanita muda dan cantik adalah salah  satu  dari  seluruh kekayaan Kadipaten Pati yang diboyong ke Mataram.  Karena  suka  citanya, Sultan Agung berkenan menghadiahkan semua hasil  rampasan   perang itu kepada Tumenggung Wiroguno (WD Mochtar), yang  berhasil   memimpin penumpasan pemberontakan Kadipaten di pantai utara  Jawa di   abad XVII tersebut. Wiroguno tidak bisa menikmati hadiah itu    sepenuhnya. Roro Mendut menolak untuk dijadikan selir. Wiroguno sangat    terpukul dan harga dirinya runtuh, karena ditolak Roro Mendut. Demi    menegakkan wibawa dan harga dirinya, Wiroguno menghukum Roro Mendut    untuk membayar pajak yang sangat besar jumlahnya. Ternyata Roro Mendut    selalu bisa memenuhinya. Caranya, dia mengisap dan menjual rokok itu di    sebuah warung tertutup. Makin pendek batang rokok yang diisap, makin    mahal harganya.

Suatu   ketika Roro Mendut bertemu dan jatuh cinta dengan Pronocitro  (Mathias   Muchus). Tentu saja hubungan cinta mereka terhalang oleh  kungkungan   Tumenggung Wiroguno. Maka Pronocitro mencari siasat dengan  menghamba   kepada Tumenggung Wiroguno. Pada suatu kesempatan ia mengajak  Roro   Mendut melarikan diri, mencari kebebasan dan kebahagiaan bersama.  Tentu   saja Wiroguno sangat murka. Ia bertekad menangkap Roro Mendut   kembali,  bukan semata-mata karena persoalan harga diri dan wibawa   pribadi. Demi  menegakkan citra keagungan dan kekuasaan Mataram yang  jaya  atas daerah Kadipaten Pati. Pronocitro dan Roro Mendut bunuh  diri.

P.T. GRAMEDIA FILM

MERIAM BELLINA
MATHIAS MUCHUS
W.D. MOCHTAR
SOFIA WD
SUNARTI RENDRA
CLARA SINTA
PEDRO SUDJONO
ABDI WIYONO
KIES SLAMET
MIRNA COLEMAN
GITO
GATI


This  exquisitely  designed and photographed film is set in the 17th century  kingdom  of Mataram in Central Java. It is based on a legend that has  been  reworked many times in traditional performances, songs and  narratives,  and more recently has appeared in Ketoprak popular drama,  and in  novel form. In the film the old legend intertwines a story of  passion  and love, with subtle references to cultural contradictions in  Indonesia.  The armies of the king of Mataram have suppressed the rebels  in the  North coast of Java. But one coastal woman, Roro Mendut,  refuses  to surrender to her aristocratic captor, who leads the army.  Roro  Mendut uses her sexuality to resist the sexual aggression of a  powerful  man. When she and her lover die in their attempt to escape  captivity,  we are left asking if weapons and force are an adequate  means of  conquering the spirit of resistance. Though set in a kingdom  of the  past, cultural and sexual conflicts combine in this film to make   it a powerful and yet subtle statement about power relations of today.   Of particular note in the film is the use of traditional dances from   Central Java and the North Coastal regions as a means of expressing   both cultural and sexual difference. It is one of the most successful   recent attempts to incorporate elements of traditional culture into  a  modern Indonesian narrative film. (Notes by Krishna Sen) This video   release version has been subtitled by SBS Television in Australia.

Cerita rakyat (halaman belum tersedia), adalah seorang Perempuan cantik yang hidup di Pulau_Jawa" pada zaman Kesultanan_Mataram"Kesultanan Mataram. Kecantikannya memukau semua orang, termasuk Wiroguno yang sangat berkuasa saat ituNamun, Roro Mendut bukanlah wanita yang lemah. Dia berani menolak keinginan  Wiroguno yang ingin memilikinya. Bahkan dia berani terang-terangan untuk  menunjukkan kecintaannya kepada pemuda lain pilihannya, Pronocitro Wiroguno yang murka mengharuskan Roro Mendut untuk membayar kepada kerajaan. Roro Mendut pun harus berpikir panjang untuk mendapatkan uang guna membayar pajak tersebut. Sadar akan kecantikannya  dan keterpukauan semua orang terutama kaum lelaki kepadanya, akhirnya  dia tiba pada suatu ide untuk menjualyang sudah pernah dihisapnya dengan harga mahal kepada siapa saja yang  mau membelinya. Roro Mendut dan kekasihnya, Pranacitra, mati bersama  demi cinta mereka.Erotisme  Roro Mendut ketika berjualan rokok lintingan, dengan lem dari jilatan lidahnya, menggambarkan potensi perempuan dalam pemasaran. Di samping  itu, penolakan Roro Mendut diperistri oleh Tumenggung Wiroguno  memperlihatkan kemandirian perempuan Nusantara saat ini.

KAMPUS BIRU / 1976

 




   
 
 

 
Film ini di sutradarai Ami Prijono dan
Ada  2 hal film ini menarik untuk ditonton. Selain novel ini karangan Ashadi  Siregar memang populer juga ceritanya sepenuhnya bermain di kampus.  Karena untuk dunia pendidikan, baru kali ini kampus muncul dengan penuh  dan utuh, tentu menarik bagi mahasiswa dan mantan mahasiswa. Mengambil  kampus Bulak Sumur Universitas Gajah Mada sebagai lokasi dan film ini  berputar sekitar buku, pesta, dan cinta. Tokoh utamanya Anton (Roy  Marten) mahasiswa cerdas, aktivis dan playboy.

P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

ROY MARTEN
ENNY HARYONO
RAE SITA
YATIE OCTAVIA
FAROUK AFERO
EL MANIK

Film  ini dimulai dari adegan ciuman dalam semak-semak depan kampus Bulak  Sumur. Ciuman ini tidak hangat karena Anton memikirkan ujiannya yang  gagal untuk kesekian kalinya, tidak dalam keadaan siap untuk berciuman  dengan pacarnya itu, Marini ( Yatti Octavia) yang agresif. Dan hulu  malang kegagalan akademis itu adalah juga seorang gadis cantik dan  cerdas, angkuh, tetapi juga berumur. Namanya Dra. Yusnita (Rae Sita)  jabatannya Dosen.

Konflik  langsung terjadi antara dosen sama sejumlah mahasiswa yang dipimpin  oleh Anton. Ketegangan makin memuncak oleh tangan-tangan jahil yang  melempari rumah Yusnita serta menempelkan plakat dikampus. Dosen yang  amat tersinggung itu nyaris berhasil mendesak dekan untuk memecat Anton.  Kendati ia mendapat sejumlah simpatik dari para dosen.

Nampaknya  Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci dan cinta tipis  sekali perbedaannya. Ternyata Anton mahasiswa idaman Yusnita yang tidak  pernah ditemukannya  ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen  kepada Anton bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai terori  Freud dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan tua itu.

Ami menggambarkan adegan itu dengan baik sekali pengakuan Yusnita di tempat penelitian di panggung itu. Cuma sayang tidak sempat dijelaskan mengapa  ketersingungan oleh tingah Anton membawa korban sejumlah mahasiswa yang  juga ikut-ikutan tidak lulus.

Mendinginnya  sikap Anton terhadap Marini, terlibatnya Marini dalam hubungan baru dengan Kusno (Farouk Afero) yang juga teman Anton, semua digambarkan  dengan baik oleh Ami. Bahkan lebih hidup dari cerita aslinya. Juga  hubungan Anton dengan gadis Erika (Enny Haryono) dan Widyasari yang  cantik dikerjakan dengan rapi. Adegan Anton pertamakali mengunjungi  rumah Erika yang sudah bertunangan menjadi amat mengasyikan dengan  digunakannya Simphoni no 9 Beethoven ketika sang Playboy memulai  penerangannya yang amat mendadak itu. TEtapi mungkin lantaran keasyikan  dengan adegan yang bagus dan hidup itu maka Ami melupakan beberapa hal  yang sudah lebih dahulu ia perkenalkan.

Ini  produksi Safari film rasanya cukup beralasan untuk merenungkan  pertanyaan; setelah resert selesai, apa kabar dengan keputusan dewan  dosen mengenai Anton? Hubungan baik antara Anton dan Yusnita sama sekali  tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang menjadi akar  konflik. Lalu, bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi akan berhenti  menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang tiba-tiba mesra dan amat  menyolok antara Anton dan Yusnita mengapa sama sekali tidak menjadi  bahan pembicaraan kawan maupun lawannya yang ingin menjatuhkannya dari  pimpinan senat mahasiswa. Anton jatuh dari pimpinan senat mahasiswa pada  pemilihan yang ke dua kalinya.

Walaupun  skenario ini ditulis oleh Nyaa Abbas Akup, tampaknya penulisannya ini  terburu-buru dalam pengalihan novel ke skenario. Sedangkan Ami tidak  menyempatkan diri untuk meneliti skenarionya. Persoalan ini tidak banyak  mengganggu film itu sendiri. Gambar yang hidup dan susana kampus yang  nyata sudah pasti ditulis oleh oranmg yang tahu sekali tentang kampus.  Dan pemainnya bermain bagus, termasu Drs.Yusnita.

Dari novel "Cintaku di Kampus Biru", awal dari trilogi dengan "Kugapai  Cintamu" dan "Terminal Cinta Terakhir" yang difilmkan menjadi "Terminal Cinta”. Film terlaris III di Jakarta, 1976, dengan 168.456 penonton, menurut data Perfin.

 








 20 November 1976
ClNTAKU DI KAMPUS BIRU 

Sutradara: Ami Prijono 
Skenario: Nya Abbas Akub 
Cerita: Ashadi Siregar 
Produksi: PT Safari Sinar Sakti 
Film PALING sedikit dua hal yang menyebabkan film Cintaku Di Kampus Biru menarik untuk ditonton. Selain novel karya Ashadi Siregar itu memang populer, juga ceritanya sepenuhnya bermain di kampus. Dalam sejarah film Indonesia, untuk pertama kalinya dunia kampus muncul dengan utuh, dan ini tentu menarik para mahasiswa dan bekas mahasiswa. Mengambil kampus Bulak Sumur Universitas Gajah Mada sebagai tempat kejadiannya, film ini berputar di sekitar "buku, pesta dan cinta". Tokoh utamanya, Anton (Roy Marten) adalah mahasiswa cerdas, aktivis, tapi sekaligus juga suka pacaran. 

Film ini dimulai dengan adegan ciuman dalam semak belukar di depan kampus Bulak Sumur. Ciuman itu tidak hangat, sebab Anton yang sedang memikirkan ujiannya yang gagal untuk kesekian kalinya, tidak dalam keadaan siap untuk bercumbu dengan pacarnya Marini (Yatty Octavia) yang agresif. Dan hulu malang kegagalan akademis itu adalah juga seorang gadis cantik, cerdas, angkuh tapi juga berumur. Namanya: Dra Yusnita (Rae Sita), jabatannya dosen. Konflik memang lantas terjadi antara sang dosen dengan sejumlah mahasiswa yang dipimpin oleh Anton. Ketegangan menjadi makin memuncak oleh tangan-tangan jahil yang melempari rumah Yusnita serta menempelkan plakat di kampus. Dosen yang amat tersinggung itu nyaris berhasil mendesak dekan memecat Anton -- kendati ia dapat simpati sejumlah dosen. Sebuah penelitian yang harus segera dikerjakan di bawah koordinasi Anton, dan segala soal, jadi tertunda. Teori Freud Nampaknya Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci dan cinta terhampar jarak yang amat pendek. Ternyata Anton adalah mahasiswa idaman Yusnita yang tidak pernah ditemukannya ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen kepada Anton bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai teori Freud yang dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan tua itu. Ami Prijono menggambarkan dengan baik sekali adegan-adegan pengakuan Yusnita di tempat penelitian di pegunungan itu. 

Cuma sayang tidak sempat dijelaskan mengapa ketersinggungan oleh tingkah Anton membawa korban sejumlah mahasiswa yang juga ikut-ikut tidak lulus. Mendinginnya sikap Anton terhadap Marini, terlihatnya Marini dalam hubungan baru dengan Kusno (Farouk Afero) yang juga teman Anton, semua digambarkan dengan baik oleh Ami, bahkan lebih hidup dari cerita aslinya. Juga hubungan Anton dengan gadis Erika (Enny llaryono) dan Widyasari yang cantik dikerjakan dengan rapi. Adegan yang menggambarkan Anton pertama kali ke rumah Erika yang sudah bertunangan menjadi amat mengasyikkan dengan digunakannya Simponi nomor 9 Beethoven ketika sang "play boy" memulai penyerangannya yang amat mendadak itu. Tapi mungkin lantaran keasyikan dengan adegan-adegan yang bagus dan hidup itu maka Ami melupakan beherapa hal yang sudah lebih dahulu ia perkenalkan. 

Kawan & Lawan Setelah menonton film produksi Safari yang terbaru ini, rasanya cukup beralasan untuk merenungkan pertanyaan ini: setelah riset selesai, apa kabar dengan keputusan dewan dosen mengenai soal Anton? Hubungan yang amat membaik antara Anton dan Yusnita sama sekali tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang jadi akar konflik. Lalu bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi akan berhenti menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang tiba-tiba mesra dan amat menyolok antara Anton dan Yusnita, mengapa sama sekali tidak jadi bahan pembicaraan kawan mau pun lawan yang ingin menjatuhkannya dari pimpinan senat mahasiswa? Dan Anton yang populer itu, mengapa pula tiba-tiba menjadi nrimo untuk dengan gampang dijatuhkan dari kedudukannya dalam pemilihan ketua senat? Bagi mereka yang sempat membaca novel Cintaku Di Kampus Biru, akan amat jelas bahwa pertanyaan ini sebagian timbul dalam proses pengalihan novel ke skenario film. 

Nya Abbas Akub nampaknya tergesa-gesa mengerjakannya, dan Ami Prijono tidak pula menyempatkan diri untuk meneliti skenario. Kendati demikian, harus cepat-cepat dikatakan bahwa untuk ukuran film Indonesia, kelemahan macam begini boleh digolongkan dalam kategori tidak amat mengganggu. Lepas dari kenyataan bahwa novel mau pun film Cintaku Di Kampus Biru masih merupakan impian Ashadi sebagai bekas mahasiswa yang kini jadi dosen di kampus Bullk Sumur, Yogyakarta -- tontonan yang satu ini harus diakui membawa kesegaran baru ke dalam dunia film Indonesia. Gambaran yang hidup dan suasana khas kampus yang terpancar dari layar sudah pasti bersumber pada cerita yang ditulis oleh orang yang memang tahu kampus. Ami Prijono yang memberi banyak janji lewat film Karmila, ternyata juga tidak mengecewakan. Bekas penala artistik (art director) ini bekerja dengan rapi dengan penuh selera, meskipun ia tidak amat berhasil dalam pengisian suara (dubbing), sehingga adeagan di perpustakaan dan di atas bus menjadi terganggu. Hasil istimewa Ami dalam Kampus pastilah ini: seorang bintang telah lahir, dan ia adalah Rae Sita, Roy Marten, Farouk Afero dan Maruli Sitompul (Gunawan) memang bermain baik, tapi Rae Sita adalah Dra. Yusnita yang sebenarnya, tidak bisa lain dari itu. Salim Said.