Tampilkan postingan dengan label BOYKE RORING 1987-1990. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BOYKE RORING 1987-1990. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Maret 2012

BOYKE RORING 1987-1990


 

Bernama asli Salmon Bouke Roring. Lahir di Manado, Sumatera Utara, 23 September 1946. Pendidikannya di tempuh di Akademi Teater Nasional Indonesia/ATNI (1968). Ia merupakan angkatan terakhir ATNI. Di luar jam kuliah, bersama Nano Riantiarno dan Slamet Rahardjo, kerap mengikuti kursus acting di bawah bimbingan Teguh Karya (alm), yang merupakan salah satu pengajarnya di ATNI.

Ia kemudian ikut dengan Teguh Karya (alm) yang ketika itu membentuk grup Teater Populer. Di Teater Populer ia bergabung dan berlatih bersama sejumlah aktor dan aktris teater seperti Ishaq Iskandar, Tuti Indra Malaon, Effendy, Salim, Dewi Sawitri, Sylvia Nainggolan, Henky Solaiman, Rahayu Effendy, Dicky Zulkarnaen, Mieke Wijaya, Titi Qadarsih, Roselina Oscar, Bustomi, Dadi Djaya, Bustomi SA, Franky Rorimpandey, N. Riantiarno, Purnama, dan Slamet Rahardjo. Ketika itu Teater Populer berlatih dan kerap berpentas di Hotel Indonesia, karena pada waktu itu, Teguh Karya menjadi salah satu asisten manajer pada Art & Culture Department. Di Teater Populer, mulanya ia sebagai pemain dalam peran-peran tambahan.

Selain bermain di Teater Populer, ia juga bergabung dengan Teater Koma yang didirikan oleh N.Riantiarno pada 1 Maret 1977. Ia merupakan anggota angkatan pertama Teater Koma (1978), bersama Joshua D. Pandelaki, Nasri Wijaya, Idries Pulungan, Sari Madjid, Muchlis Gurmilang, Dorias Pribadi, Ronny M. Toha, Embie C. Noer, Widiaty Taufik, Ibnu Hakim, dan Prijo S. Wienardi.

Ketika Teguh Karya membuat film layar lebar, ia juga turut dilibatkan sejak Wadjah Seorang Laki-laki (1971). Tapi kemudian ia main di belakang layar, di mulai sebagai pimpinan unit hingga menjabat asisten sutradara. Setelah Tjoet Nja’Dhien (Eros Djarot, 1986), ia mulai beralih menjadi sutradara dengan menyutradarai Saskia (1989) yang di bintangi oleh Nurul Arifin, Deasy Ratnasari, Rico Tampatty, Charlie Sahetapy dan film Isabella (1990) yang di bintangi oleh Nia Zulkarnaen dan kelompok Search dari Malaysia.

Sutradara Senior Boyke Roring wafat di Jakarta, 11 September 2013, di Rumah Sakit Dewi Sartika karena stroke. Dimakamkan di TPU Kampung Rambutan.

PERNIKAHAN DINI 1987 YAZMAN YAZID
Actor
ISABELLA 1990 BOYKE RORING
Director
SASKIA 1988 BOYKE RORING
Director.

Minggu, 04 Maret 2012

ISABELLA /1990

ISABELLA


Isabella (Nia Zulkarnaen), gadis Indonesia yang tinggal di Malaysia, saling jatuh cinta dengan Amy (Amy Search), pemusik rock. Begitu melihat penampilan Amy, Isabella dilarang bergaul oleh orangtuanya (Robert Syarief, Ida Kusumah), yang terpengaruh oleh berita-berita kerusuhan akibat pertunjukan rock di Jakarta, Padahal diperlihatkan bahwa Amy juga rajin sembahyang. Mereka menganjurkan Isabella dengan Robby (Alan Nuari), yang tak disukai Bella. Tiba-tiba orangtua Bella dipindahkan ke Jakarta. Amy kelimpungan". Hubungan telepon ke Jakarta dihalangi, dan soal ini juga sedikit menimbulkan ketegangan dengan kawan-kawan satu grup. Kedatangan ke Jakarta untuk memecahkan masalahnya dengan orangtua Bella tak berhasil. Soal baru selesai ketika Amy datang lagi untuk pertunjukan. Kebetulan Robby yang sebenarnya juga tak suka dijodoh-jodohkan dapat saran kawannya: mencoba memperkosa. Peristiwa yang ketahuan orangtua Bella, membuat mereka sadar bahwa perjodohan itu tak bisa diteruskan. Dari judul lagu Amy dan grupnya, earch, grup musik Malaysia, yang sangat populer pada masa itu.
 
CIUMAN bibir dan naik motor tanpa helm -- kendati cuma adegan film -- bisa membikin geger masyarakat. Ini terjadi di Malaysia. Dari tukang sapu sampai menteri serentak melontarkan kutukan. Buru-buru Lembaga Penepis Film Malaysia (LPFM) -- badan sensor di sana -- memainkan guntingnya. Peristiwa itu bermula dari rampungnya film Isabella yang membonceng popularitas album Amy Search yang berjudul sama. Produksi patungan PT Prima Metropolitan Sakti Film (PMSF) dari Indonesia dengan Pengedar Utama dan TV3 dari Malaysia itu menghabiskan Rp 250 juta. Lantaran patungan, pemeran utamanya pun patungan. Isabella lalu dibuat jadi gadis Indonesia dan diperankan artis Indonesia Nia Zulkarnaen. Sedang tokoh Amy dimainkan Amy Search sendiri. Lokasi shootingnya dibagi dua: 60% di Indonesia, 40% di Malaysia. Skenarionya ditulis Nasri Cheppy -- sutradara serial Catatan Si Boy -- dan Marwan Al Katiri, keduanya dari Indonesia. Penyutradaraan diserahkan pada Boyke Roring, anak asuh Teguh Karya yang pernah menyutradarai film Saskia. Mulanya tentu tidak ada masalah. Ketika PT PMSF menyerahkan skenarionya pada Desember 1989, Pengedar Utama dan TV3 langsung setuju. Baru setelah film selesai dan pers Malaysia tahu adanya adegan berciuman, masyarakat heboh. 

Adegan cium berlangsung tatkala Isabella dan Amy bakal pisah. Cium bibir, tentu saja. Sedang adegan naik motor tanpa helm berlangsung ketika sejoli kasmaran itu tengah berputar-putar mengelilingi salah satu kota di Malaysia. Menteri Penerangan Malaysia Datuk Mohamad Rahmat berkata, "Apa pun tujuannya, adegan cium bukanlah kebudayaan kita." Adegan itu pada akhirnya memang dipotong badan sensor Malaysia. "Adegan cium sama sekali tidak sesuai dengan masyarakat Timur, apalagi bagi orang Melayu yang mayoritas beragama Islam," ujar Datuk Mansor Mohamad Nor, Ketua LPFM, mendukung pernyataan menterinya. Lantas soal helm. Pemerintah Malaysia memang sedang ketat-ketatnya menjalankan wajib helm bagi pengendara sepeda motor. 
 
Di negara tetangga itu, film pun berfungsi sebagai media pendidikan -- dan tak cuma slogan. Karena itulah, adegan Isabella dan Amy naik motor tanpa helm digunting. Film Indonesia tak ada yang kena gunting sensor hanya karena ada adegan naik motor di jalanan tanpa helm -- padahal peraturan pakai helm juga ada. Apalagi, menurut Manoj M. Samtani, Produser Eksekutif PT PMSF, adegan itu untuk lebih menunjukkan secara jelas wajah tokoh-tokohnya. "Kalau memakai helm, bagaimana penonton mengenali bahwa mereka Isabella dan Amy?" dalih Manoj. Suatu alasan yang kelihatan dicari-cari dan menunjukkan betapa miskinnya kreativitas. Akan halnya adegan cium itu, untuk peredaran di Indonesia -- film ini sudah beredar di Jawa Timur -- badan sensor film di sini juga meloloskannya. "Ciumannya sama sekali tidak hot," ujar Nasri Cheppy. Apalagi, agaknya penonton kita sudah terbiasa dengan ciuman yang lebih gemes dari itu, baik pada film-film nasional asal jadi maupun film impor. 

Sebetulnya, ketika masyarakat di Malaysia ribut, Isabella belum beredar. "Ini ulah wartawan yang mencuri foto-foto milik Pengedar Utama," kata Tajuddin Yahya, Direktur Pelaksana Pengedar Utama. Menurut Tajuddin, yang terjadi di balik layar adalah persaingan dagang. "Ada pihak tertentu yang berusaha menghancurkan Isabella," katanya lagi. Konon, hak memakai judul Isabella sudah lama jadi rebutan Pengedar Utama dan TV3 dengan Teletrade. Dan media cetak Malaysia lebih berpihak pada Teletrade yang dinilai lebih berpengalaman. Di samping itu, terpilihnya Nia untuk peran Isabella telah menimbulkan kecemburuan. "Mereka tidak menyukai saya memerankan Isabella," ujar Nia. Memang, tatkala nama Nia diumumkan sebagai pemeran utama, muncul suara sumbang di beberapa media cetak Malaysia. Mereka menilai Yulia Rais lebih cocok ketimbang Nia. 

Yulia adalah bintang film Malaysia yang memerankan Isabella dalam kaset video album Amy Search. Pada film Isabella ini Yulia dipasang sebagai teman Isabella. Sutradara Boyke Roring pun kena semprot di pers Malaysia. Kata mereka, Boyke sama sekali asing dalam industri film di Indonesia. "Dia cuma tukang make-up," tulis beberapa koran. Padahal, seperti kata Nasri Cheppy, Boyke pernah menyutradarai Saskia yang cukup sukses. Ribut memang belum usai, tapi bukan berarti rencana pemutarannya terhambat. Akhir Agustus, Isabella diputar serentak di bioskop-bioskop Malaysia. Malah beberapa bioskop kelas satu telah menayangkan midnight show-nya pada 25 Agustus silam. Tajuddin mengkhawatirkan, kecaman pers Malaysia terhadap Isabella akan berdampak negatif pada usaha patungan selanjutnya. "Kalau sampai terjadi, hubungan kerja sama industri perfilman kedua negara bakal terganggu," ujarnya. Priyono B. Sumbogo, Ekram H. Attamimi, dan Ardian T. Gesuri

Minggu, 19 Juni 2011

SASKIA / 1988

SASKIA


Kishi (Nurul Arifin) dibentak dosennya yang juga dokter, Ramon (Rico Tampatty), karena terlambat masuk ruang kuliah. Di luar Kishi menyatakan protes atas perlakuan itu.

Sikap ini justru menumbuhkan rasa suka Ramon. Ia mendekati dan berhasil memacarinya. Ditunjukkan pula sisi lain kehidupannya: penyanyi klab malam. Malah Ramon merasa ia lebih bisa melampiaskan seluruh dirinya sebagai penyanyi dan bukan sebagai dokter dan dosen, yang dijalaninya karena menuruti orangtua. Kebolehannya ini membuat ia ditaksir pemilik klab malam lain. Ramon menolak. Manajer pentas, Sahadi (Charlie Sahetapy) bekerja sama dengan pesaing tadi. Ramon dijebak. Ia difoto bersama dengan perempuan dalam keadaan teler. Foto itu diterima Kishi. Dan tanpa memberi tahu alasannya, Kishi memutuskan hubungan. Ramon sakit hati. Ia lalu membalas saat melihat kesempatan bahwa adik Kishi, Saskia (Deasy Ratnasari), pelajar SMA, jatuh cinta padanya. Kishi hanya bisa melarang tanpa memberi alasan. Suatu hari, Saskia dan teman-teman berlibur ke puncak. Ayahnya minta Kishi menemaninya. Di sana ada Ramon juga. Kishi dan Ramon bertengkar di ruang tertutup. Saskia mendengar dan pingsan. Ramon menyesal dan memberi tahu pada Saskia bahwa mereka sebaiknya berpisah. Lalu ia juga minta maaf pada Kishi sambil menjelaskan dendam sakit hatinya. Ia minta Kishi kembali. Kishi menolak. Saskia seolah lupa pada peristiwa sebelumnya dan bisa kembali ceria