Tampilkan postingan dengan label DJUN SAPTOHADI / JUN SAPTOHADI 1977-1988. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DJUN SAPTOHADI / JUN SAPTOHADI 1977-1988. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Februari 2011

DJUN SAPTOHADI JUN SAPTOHADI 1977-1988

DJUN SAPTOHADI

Juga dikenal sebagai Jun Saptohadi

Ia merupakan Sutradara Indonesia yang mengawali karirnya dengan menyutradarai film "Bila Si Kembar Bercinta" pada tahun 1977. Namanya meroket ketika ia menyutradarai film "Ken Arok - Ken Dedes". Selain film, ia juga menyutradari sinetron seperti "Di Bawah Matahari Bali" serta "Menur dan Pundakwangi".

SAAT-SAAT KAU BERBARING DI DADAKU1984 DJUN SAPTOHADI
Director
KEN AROK - KEN DEDES 1983 DJUN SAPTOHADI
Director
SEMBILAN WALI 1985 DJUN SAPTOHADI
Director
TIGA DARA MENCARI CINTA 1980 DJUN SAPTOHADI
Director
BILA SI KEMBAR BERCINTA 1977 DJUN SAPTOHADI
Director
IRISAN-IRISAN HATI 1988 DJUN SAPTOHADI
Director
TOMBOY 1981 DJUN SAPTOHADI
Director

IRISAN-IRISAN HATI / 1988

IRISAN-IRISAN HATI


Meski bukan mahasiswa golongan kiri, Nurhadi yang biasa dipanggil Hadi (Deddy Mizwar) berkeras jadi sukarelawan dalam pengganyangan Malaysia. Wati (Christine Hakim), kekasihnya, berusaha mencegah, tapi tak berhasil. Usahanya antara lain dengan mengaku hamil pada orangtuanya yang tak suka akan Hadi yang terpengaruh zaman. Wati lalu nikah dengan Hadi. Hadi tetap berangkat. Waktu menyelundup ke Malaysia, rombongan Hadi kepergok patroli Malaysia hingga terjadi baku tembak seru. Semua mati kecuali Hadi, yang ditemukan Latifah (Tiara Jaquelina) dalam keadaan pingsan di pinggir pantai. Hadi dirawat Latifah dan ayahnya, Somad (Baharuddin). Ia mengaku nelayan yang terdampar dan bernama Mohamad Noor. Konfrontasi usai. Wati yang yakin suaminya masih hidup mencari sendiri ke Malaysia. Hadi ditemukan sudah beristrikan Latifah yang tengah hamil besar. Wati langsung pulang dengan kecewa. Latifah memahami posisinya dan bersedia mengalah. Waktu anak mereka sudah lahir, Hadi pergi ke Indonesia. Wati berbohong telah kawin lagi, tapi Hadi tahu. Wati mengalah. Ia minta Hadi mengurus keluarganya.

Pemain Malaysianya antara lain Tiara Jaquelina dan Baharuddin bin Haji Omar.
 P.T. KANTA INDAH FILM

CHRISTINE HAKIM
TIARA JAQUELINA
DEDDY MIZWAR
BAHARUDDIN bin HAJI OMA
WONG SIP NEN
ARIEF RIVAN
YATTI SURACHMAN
ERMI NOOR IBRAHI
ANNY KUSUMA
PITRAJAYA BURNAMA
GRACE SUWANDI
M.E. ZAINUDDIN

SEMBILAN WALI / Wali Sanga / 1985

 

Akibat perang saudara di Majapahit, Ibu Suri melarikan diri ke Ampel dikawal oleh Mahesa Kicak. Kebetulan disana sedang berkumpul para wali. Ibu Suri meminta kepada mereka yang masih mempunyai kaitan erat dengan Majapahit, dapat mengembalikan kehormatan Majapahit. Sunan Ampel menjelaskan bahwa padepokannya dibangun hanya untuk menyebarkan agama Islam. Sedangkan untuk mengembalikan kehormatan Majapahit diperlukan tentara yang banyak. Mahesa Kicak yang berambisi jadi penguasa, menawarkan diri untuk membangun tentara. Sementara para wali berpendapat lain. Yang paling tepat melaksanakan adalah Raden Patah, karena dialah putera Prabu Brawijaya, meskipun ia lahir dari selir. Mahesa Kicak sakit hati lalu meninggalkan sidang. Kemudian dia berguru kepada Syech Siti Jenar seorang wali yang dianggap menyeleweng dari ajaran agama Islam. Syech Siti Jenar tidak menolak, tetapi juga tidak mengiyakan permintaan Mahesa Kicak. Akhirnya Mahesa Kicak berkerja sama dengan Adipati Brumbung, tetapi dapat ditumpas oleh Raden Patah.

P.T. SORAYA INTERCINE FILM

SARDONO W. KUSUMO
EL MANIK
MIEKE WIJAYA
WISNU WARDHANA
DODDY SUKMA
JACK MALAND
GURUH SOEKARNOPUTRA
HERMAN PERMANA
ALFIAN
TEDDY PURBA
GEORGE RUDY
SWANDARI

NEWS
27 Juli 1985
Membintangi film sembilan wali

SUDAH banyak produser film ingin menyorotkan tubuh sintal Yani Sapto hudoyo, 30, ke layar perak. Tapi, yang empunya tubuh selalu menolak. Alasannya, kegiatan film banyak menyita waktu, sementara ia hampir tiap hari harus menunggui butiknya yang terletak di pojok ruangan tunggu lapangan terbang Adisutjipto, Yogyakarta. "Lagi pula," kata Yani, "Mas Sapto tak mengizinkan." Tapi untuk film Sembilan Wali, Yani tak berdaya menolaknya. Suaminya juga tidak melarangnya. Mengapa? "Soalnya, Djun Saptohadi, sutradara film itu, anak didik Mas Sapto. Jadi, saya ini ibu gurunya Djun. Nah, 'kan rikuh saya menolaknya," ujar Yani. Ia menolak menyebutkan kapan dan apa yang dipelajari Djun dari Sapto. Dalam Sembilan Wali, Yani mendapat peran Nyai Pandanaran. Bagaimana cara Yani membagi waktunya? "Saya pesan kepada Djun, shooting-nya jangan lama-lama. Djun pun maklum, karena yang kasih perintah ibu gurunya," kata Yani. Tak cuma itu perintah sang "ibu guru". Ia juga mengatur waktu pengambilan gambar: dari pukul 19.00 sampai pukul empat dinihari. Yang susah bagi Yani adalah ketika memerankan Nyai Pandanaran cemberut kepada suaminya. "Sudah lama tak pernah saya cemberut," kata Yani. "Dan Mas Sapto sendiri tiap hari mengingatkan, hidup ini nggak usah pakai cemberut. Eh, di film kok diminta cemberut ...."

Film Walisongo
Wali Songo Mampir Bioskop


Jakarta, 23 Desember 2001 00:37
SEORANG bocah priayi bernama Raden Mas Said tercenung melihat satu keluarga miskin, seluruhnya menderita busung lapar. Merasa prihatin, bocah ini memutuskan turun tangan menolong. Ia diam-diam mengambil sekantong makanan dari lumbung persediaan milik orangtuanya. Sayang, jalan pikiran kaum dewasa tak mampu mencerna niat mulia sang bocah.



Orangtua Raden Mas Said, Tumenggung Wilarikta --petinggi Majapahit di wilayah Tuban-- memergoki aksi itu. Di mata Wilarikta, perbuatan putra sulungnya adalah penjarahan. Itu tak termaafkan. Raden Mas Said pun dihukum sekap di gudang makanan itu. Sejak kejadian itu, Raden Mas Said tak lagi betah di rumah.


Ia terus berkelana dari satu daerah ke daerah lain. Sepanjang perjalanan, Raden Mas Said melihat sendiri betapa banyaknya penyelewengan kekuasaan para lurah, dan betapa tertindasnya rakyat. Tapi, ketika ia melaporkan semua yang dilihatnya kepada sang ayah, sekali lagi dunia tak berpihak padanya. Raden Mas Said justru dituding sebagai sumber fitnah.


Kisah hidup Raden Mas Said ini menjadi pembuka cerita Sunan Kalijaga (1984), film pertama yang mengangkat kisah Wali Songo ke pita seluloid. Dalam film itu dikisahkan, Raden Said akhirnya menjalani hidup sebagai pembegal. Beruntung, ia kemudian berjumpa dengan Sunan Bonang, yang berhasil menginsyafkannya, sekaligus menjadi gurunya.


Dalam versi Sunan Kalijaga, Raden Mas Said diperintahkan melakukan tapa di pinggir kali, hingga Sunan Bonang datang menemuinya. Penantian panjang di tepian kali itu --hingga lumut dan akar tumbuh menyelimuti tubuh-- menyebabkan Raden Mas Said memperoleh nur, cahaya Ilahi. Tapanya bertahun-tahun itu memberinya gelar Sunan Kalijaga.


Sofyan Sharna, sutradara dan penulis skenario Sunan Kalijaga, punya alasan mengapa ia mengambil versi penantian di tepi sungai ini sebagai muasal nama Sunan Kalijaga --dari kata jaga (menjaga) dan kali (sungai). Legenda ini memungkinkan eksploitasi visual lebih ''seru'' ketimbang versi lain asal-usul nama Sunan Kalijaga.

Adegan menunggu bertahun-tahun di tepi kali, dengan lumut, akar, dan tubuh nyaris membatu, memang membuka peluang penggunaan tipuan optik untuk memainkan imaji penonton. Kemungkinan serupa sulit diperoleh dari versi lain asal-usul nama Sunan Kalijaga, yaitu dari nama sebuah desa di Cirebon, tempat ia pernah berdakwah.


Versi ketiga malah cuma menyebut bahwa nama Kalijaga berasal dari bahasa Arab qadi zaka, yang berarti pelaksana dan membersihkan. Oleh lidah Jawa, qadi zaka dipelesetkan menjadi Kalijaga, dimaknai pemimpin yang menegakkan kesucian. Toh, pilihan Sofyan Sharna untuk lebih memanjakan mitos menjaga sungai itu justru bersambut.


Masyarakat menyukai rangkaian legenda demi legenda yang dijahitnya. Menurut data Perfini, pada 1984 itu Sunan Kalijaga menjadi film terlaris nomor dua di Jakarta. Penonton pembeli tiket mencapai jumlah 575.000 lebih. Kabarnya, Sunan Kalijaga menghasilkan pemasukan lebih dari Rp 1 milyar, jumlah uang cukup besar ketika itu.


Dari segi artistik, film ini juga diakui. Sunan Kalijaga tahun itu memperoleh beberapa nominasi untuk meraih Piala Citra, penghargaan tertinggi dalam Festival Film Indonesia. Sofyan Sharna dijagokan mendapat gelar sutradara dan penulis skenario terbaik. Pemeran Sunan Kalijaga, Deddy Mizwar, diunggulkan sebagai pemeran utama pria terbaik.


Zainal Abidin masuk unggulan pemeran pembantu pria terbaik, diikuti Ardi Ahmad untuk penata artistik. Lebih dari itu, Sunan Kalijaga juga termasuk satu dari lima unggulan film terbaik dalam festival film tahunan yang kini tak terdengar lagi gaungnya itu. Walau memperoleh banyak unggulan, Sunan Kalijaga gagal merebut satu pun Piala Citra.

Film ini cuma memperoleh Piala S. Toetoer untuk poster film terbaik, dan Piala Djamaluddin Malik untuk produsernya, PT Tobali Indah, sebagai penghargaan bagi produser idealis. Tapi, walau tanpa Piala Citra, Sunan Kalijaga boleh sedikit berbangga. Ia membuat kisah wali menjadi laku sebagai salah satu genre film Indonesia.


Sebenarnya, jauh sebelum Sunan Kalijaga diproduksi, banyak kalangan telah berniat memfilmkan kisah Wali Songo. Masagung, pengusaha terkemuka yang juga kolektor benda-benda bersejarah Islam, misalnya, malah sudah menetapkan Sjumanjaya --sutradara pemenang beberapa Citra-- sebagai calon penggarap film Wali Songo yang didanainya.


Masagung dan Sjumanjaya sempat mengklaim bertemu para wali dalam mimpi. Sayang, sampai akhir hayatnya, mereka tak kesampaian menggarap film itu. Barulah ketika Sunan KalijagaSunan Kalijaga, beberapa film wali menyusul diproduksi.


''Ketika itu, kami lihat trend film yang digemari adalah film agama,'' kata Raam Soraya ketika dihubungi GATRA. Raam pun memutuskan menggarap film Sembilan Wali. ''Film yang sudah ada cuma menceritakan satu wali. Lewat Sembilan Wali, kami ingin film yang lebih lengkap lagi,'' katanya.


Selain Sembilan Wali yang diproduksi Raam Soraya lewat PT Soraya Intercine Films, tahun itu juga ada Sunan Gunung Jati, produksi PT Inem Film. Sementara PT Tobali Indah mengajak PT Empat Gajah Film menyiapkan sekuel Sunan Kalijaga. Film bertajuk Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar ini kembali digarap oleh Sofyan Sharna.

Cuma, mengulangi sukses Sunan Kalijaga ternyata tak gampang. Lihat saja upaya Raam Soraya. Untuk mewujudkan gagasannya ke pita seluloid, Raam terpaksa menghamburkan dana lebih dari Rp 600 juta. Biaya yang terhitung besar menurut ukuran waktu itu diperlukan karena Raam menginginkan banyak adegan kolosal dalam filmnya.


Raam juga menginginkan banyak nama terkenal bermain sebagai Wali Songo. Ia, misalnya, mengundang Guruh Soekarnoputra sebagai Sunan Muria. Juga ada tokoh Nahdlatul Ulama, Kiai Yusuf Hasjim, yang jadi Sunan Gresik. Penyanyi Alfian sebagai Sunan Gunung Jati, dan penari terkemuka Sardono W. Kusumo sebagai Sunan Kalijaga.


Pada film Sunan Gunung Jati, yang disutradarai Bay Isbahi, tokoh di luar dunia film juga ikut ditarik berperan serta. Abdul Rahman Saleh, bekas Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pusat, diminta memerankan tokoh Sunan Gunung Jati. Pengacara ternama ini dinilai cocok memerankan Sunan Gunung Jati, yang raut wajahnya konon bersegi-segi Arab.


Sayang, walau tampak serius dikerjakan, hampir seluruh film wali itu terjebak pada penekanan sisi action. Sehingga, walau secara verbal mengagungkan dakwah, penggunaan tipuan optik untuk menggambarkan kesaktian tokoh utamanya justru memperoleh porsi berlebih. Kebenaran sejarah tampaknya memang menjadi nomor dua bagi para penggarap kisah wali ini.


''Kita bikin film ini untuk menarik penonton ke gedung bioskop, bukan mengarahkan mereka ke mimbar atau ke masjid,'' kata Djun Saptohadi, sutradara Sembilan Wali, dalam wawancara di buletin Karyawan Film dan Televisi pada 1985. Alim Bachtiar, penulis skenario Sembilan WaliSunan Gunung Jati, mengemukakan alasan senada.


Menurut Alim, pada masa itu, film yang gampang laku adalah film silat dan seks. ''Kalau tak ada bumbunya, tak akan dilihat. Kisah Wali Songo harus dikemas sedemikian rupa biar enak ditonton,'' katanya. Boleh jadi, semangat semacam itulah yang membuat, dalam film-film Indonesia, para wali yang berjumlah sembilan itu bisa-bisanya dipertemukan.


Kesembilan wali Allah itu digambarkan hidup pada zaman yang sama, bercakap serta hadir dalam majelis yang sama. Padahal, ketika Sunan Bonang lahir, misalnya, Sunan Ampel sudah berusia 64 tahun. Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa ketika Sunan Gunung Jati lahir, Sunan Gresik --alias Maulana Malik Ibrahim-- sudah wafat 29 tahun sebelumnya.


Ada pula kesulitan lain dalam penggarapan film wali ini: pesan titipan. Djun Saptohadi menceritakan, Departemen Agama meminta ditampilkannya adegan orang naik haji. ''Maksudnya memberitahu bahwa Islam maju,'' kata Djun. Karena tak bisa menolak, pikiran jail pun muncul. Adegan itu diletakkan Djun di buntut film. ''Jadi, orang sudah berdiri pulang, baru ada gambar naik haji,'' katanya.

KEN AROK - KEN DEDES / 1983

KEN AROK - KEN DEDES


Ken Arok - Ken dedesKen Arok (George Rudy) dibesarkan di dunia hitam oleh Lembong (Baron Achmadi), perampok yang menemukannya di kuburan ketika masih bayi. Karena tingkah lakunya,Ken Arok diusir dari rumah dan kemudian hidup bersama Bango Samparan (Harun Syarief). Inipun tidak berlangsung lama, karena terjadi keributan dengan istri Samparan. Karena Ken Arok sering merampok kiriman upeti kerajaan, akhirnya ia berkelana dan menjadi buronan. Suatu saat ia bertemu dengan Pendeta Loh Gawe (Ali Albar) yang banyak memberikan ilmu kepemimpinan. 

Sementara itu, Akuwu Tumapel, Tunggul Ametung (Advent Bangun) berhasil menculik Ken Dedes (Eva Arnast) untuk dijadikan istri. Atas jasa Loh Gawe, Ken Arok dapat diterima menjadi prajurit di Tumapel.Begitu melihat Ken Dedes, Ken Arok langsung jatuh cinta, berniat untuk membunuh Tunggul Ametung, namun Loh Gawe tidak menyetujuinya.Ken Arok kemudian meminta restu ayah angkatnya Bango Samparan dan memesan keris kepada Empu Gandring. Karena keris tidak kunjung selesai, Ken Arok marah dan membunuh Empu Gandring dengan keris yang dipesannya. Sebelum meninggal, Empu Gandring sempat mengutuk Ken Arok bahwa ia juga akan mati oleh keris itu. Ken Arok menitipkan kerisnya kepada Kebo Ijo (Bram Adrianto) di istana.Kebo iji adalah perwira yang sombong, suka pamer dan mengatakan bahwa keris itu adalah miliknya sendiri. Suatu malam, Ken Arok mencuri kerisnya dari Kebo Ijo lalu membunuh Tunggul Ametung. Rakyat Tumapel gempar, dan menuduh Kebo Ijo sebagai pembunuhnya. Niat Ken Arok untuk mengawini Ken Dedes akhirnya terkabul, bahkan berhasil menggantikan kedudukan Tunggul Ametung untuk mengembangkan kerajaan Tumapel.


Sayang sekali film ini lebih tertuju pada sexualitas dan pertikaian dan sedikit bumbu perperangannya. Untuk Antroploginya kurang sekali, apalagi mengambil sejarahnya. Padahal banyak sekali yang bisa digali dan menjadikan film yang hebat, tidak hanya sekedar heboh di sex Ken Dedesnya saja. Padahal ini semacam kitab jawa yang tidak kalah dengan Mahabarata dari India juga.
 
FULL MOVIE

Sudut pandang yang lain
Arok, Dedes cerita yang populer. Ada 3 hal yang sering diingat orang dalam cerita itu, artinya ada tiga inti yang sering dijadikan topik film, sinetron atau drama panggung. Tentang Arok yang mengkudeta berdarah Tanggul Ametung. Tentang percintaan Arok dan Dedes (istri Tanggul Ametung) biasanya dikonotasikan dengan cinta selingkuh Dedes terhadap Arok dari Tanggul Ametung. Atau Hypersex-nya Dedes dari Tanggul Ametung ke Arok. Banyak buku cerita, yang mengulas tentang topik tadi. Termasuk juga buku Pram yang lebih kepada Kudeta Arok terhadap Tanggul Ametung, dan meraih cinta Dedes.

Ceritanya lainnya
Ken Endog membuang bayi yang baru saja dilahirkannya. Bayi itu dibuang dikuburan tua dengan menulis pesan melalui secarik kertas untuk orang yang menemukan anaknya agar merawat bayinya dan memberi nama anaknya Ken Arok.

Bayi tersebut ditemukan secara kebetulan oleh seorang pencuri yang berusaha melarikan diri dari kejaran masyarakat dengan bersembunyi dikuburan tua itu, orang itu bernama Lembong. Bayi itu dibawa pulang oleh Lembong dan dirawat bersama istrinya yang kebetulan belum mempunyai anak.

Ken Arok kecil mulai tumbuh besar dengan mengikuti jejak pekerjaan Lembong sebagai pencari dan pencopet meskipun kebiasaan itu dilarang oleh istri Lembong, hingga akhirnya pada suatu ketika Lembong dan Ken Arok kecil tertangkap basah ketika sedang mencuri sehingga Lembong dihajar beramai-ramai oleh masyarakat dan Ken Arok kecil yang sedang bersembunyi ketakutan juga dipergoki oleh masyarakat tapi Ken Arok secara tiba-tiba ditolong oleh Seekor Ular Raksasa.

Ken Arok yang masih membawa tas hasil curian yang berisi perhiasan tergeletak tak sadar didepan rumah Bangau Samparan. Bangau Samparan menganggap Ken Arok kecil membawa keberuntungan baginya hingga dia mengajak Ken Arok kecil untuk membantunya berjudi, Ken Arok yang kebingungan karena tidak tahu caranya berjudi tiba-tiba ditolong kembali oleh Ular Raksasa hingga Ken Arok kecil dapat membantu memenangkan Bangau Samparan dalam berjudi.

Tapi kedekatan Bangau Samparan kepada Ken Arok kecil diprotes oleh Lanang, anak Bangau Samparan sendiri. Hal ini diketahui oleh Ken Arok kecil, karena tidak ingin menyakiti hati Lanang maka Ken Arok kecil kabur dari rumah Bangau Samparan.

Ken Arok tumbuh dewasa dengan menjadi perampok bersama kawanannya, sasaran mereka adalah truk pengangkut beras atau pun barang yang lain milik para lintah darat dan tengkulak yang merugikan masyarakat. Salah satu korban dari ulah Ken Arok adalah Tunggul Ametung yang akhirnya memerintahkan Bapiang, pengawal pribadinya untuk menumpas gerombolan perampok yang berani mengganggu bisnisnya.

Ken Arok dan kawanannya dijebak oleh Bapiang dibantu oleh Kebo Ijo beserta anak buahnya hingga hancur bercerai berai. Bapiang sendiri tewas ketika ingin membunuh Ken Arok. Ular Raksasalah yang membunuh Bapiang. Ken Arok dibawa oleh Ular Raksasa tersebar bertemu dnegan Loh Gawe. Pertemuan itu membuat Ken Arok diangkat menjadi murid oleh Loh Gawe. Ken Arok diajarkan tentang tata krama, ilmu ke tata negaraan, agama dan ilmu bela diri.

Tanggul Ametung yang kehilangan pengawal pribadinya membuat sayembara untuk mencari penggantinya. Loh Gawe memerintahkan Ken Arok untuk mengikuti sayembara tersebut dan Ken Arok berhasil memenangkannya.

Ken Arok menjadi pengawal pribadi Tanggul Ametung dan istrinya Ken Dedes hingga akhirnya Ken Arok menjadi dekat dengan Ken Dedes setelah menolong Ken Dedes dari gangguan Sawung Agul. Dari situlah Ken Arok mengetahui tentang keadaan Ken Dedes serta penderitaan menjadi istri Tanggul Ametung.

Karena itulah Ken Arok merencanakan membunuh Tanggul Ametung dengan memesan keris kepada Empu Gandring, tapi setelah menerima keris itu Ken Arok membunuh Empu Gandring dengan keris buatannya itu hingga Empu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa keris itu akan membunuh 7 korban lagi.

Untuk memuluskan rencananya, Ken Arok memberikan keris itu pada Kebo Ijo, karena tidak mengetahui niat jahat Ken Arok maka Kebo Ijo menerima dengan senang hati dan memamerkan pada semua orang yang ditemuinya. Pada malam hari Ken Arok mengambil keris itu dan melanjutkan rencananya mendatangi rumah Tanggul Ametung dan dengan bantuan Ken Dedes, Ken Arok berhasil membunuh Tanggul Ametung ketika tidur.

Setelah Tanggul Ametung mati dan Ken Arok pergi dari ruang tidurnya, Ken Dedes berteriak membangunkan seluruh penghuni rumah. Dengan liciknya Ken Arok akhirnya memfitnah Kebo Ijo akan kematian Tanggul Ametung dan membunuh Kebo Ijo dengan keris itu juga. Rencana Ken Arok dan Ken Dedes berhasil dan mereka pun menikah serta mewarisi kekayaan dari Tanggul Ametung.

NEWS
KEN AROK atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir:1182 – wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 – 1227 (atau 1247).

Asal usul Menurut naskah Pararaton, Ken Arok adalah putra Dewa Brahma hasil berselingkuh dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.

Ken Arok tumbuh menjadi pemuda yang gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan. 

Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri. Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya. Merebut Tumapel Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjadi akuwu (setara camat zaman sekarang) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung. Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa.

Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe. 

Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh. Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri. Kembali ke Tumapel, Ken Arok menjalankan rencana liciknya. 

Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil. Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan. Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung. Mendirikan Kerajaan Tumapel Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. 

Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya. Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati. Keturunan Ken Arok Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang, yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi. Selain itu, Ken Dedes juga memiliki putra dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati.




Kematian Ken Arok Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok. Anusapati berhasil mendapatkan keris Mpu Gandring yang selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak. 

Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247. Versi Nagarakretagama Nama Ken Arok ternyata tidak terdapat dalam Nagarakretagama (1365). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri Kerajaan Tumapel merupakan putra Bhatara Girinatha yang lahir tanpa ibu pada tahun 1182. Pada tahun 1222 Sang Girinathaputra mengalahkan Kertajaya raja Kadiri. Ia kemudian menjadi raja pertama di Tumapel bergelar Sri Ranggah Rajasa. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun 1254 diganti menjadi Singasari oleh Wisnuwardhana). Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun 1227 (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam Pararaton). Untuk memuliakan arwahnya didirikan candi di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai Siwa, dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai Buddha. Kematian Sang Rajasa dalam Nagarakretagama terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga besar Hayam Wuruk, sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja Majapahit dianggap aib.


Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sang Rajasa dalam Pararaton diperkuat oleh prasasti Mula Malurung (1255). Disebutkan dalam prasasti itu, nama pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang meninggal di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian Sang Rajasa memang tidak sewajarnya. Keistimewaaan Ken Arok Nama Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya mengaku sebagai anggota Wangsa Rajasa.Raden Wijaya adalah keturunan Ken Arok. Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam Pararaton, sehingga diduga kuat merupakan ciptaan si pengarang sebagai nama asli Rajasa. Arok diduga berasal dari kata rok yang artinya “berkelahi”. Tokoh Ken Arok memang dikisahkan nakal dan gemar berkelahi.


Pengarang Pararaton sengaja menciptakan tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sang Rajasa dengan penuh keistimewaan. Kasus yang sama terjadi pula pada Babad Tanah Jawi di mana leluhur raja-raja Kesultanan Mataram dikisahkan sebagai manusia-manusia pilihan yang penuh dengan keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra Brahma, titisan Wisnu, serta penjelmaan Siwa, sehingga seolah-olah kekuatan Trimurti berkumpul dalam dirinya.


Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik kesimpulan kalau pendiri Kerajaan Tumapel hanya seorang rakyat jelata, namun memiliki keberanian dan kecerdasan di atas rata-rata sehingga dapat mengantarkan dirinya sebagai pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan dominasi keturunan Airlangga dalam memerintah pulau Jawa.

SAAT-SAAT KAU BERBARING DI DADAKU / 1984

SAAT-SAAT KAU BERBARING DI DADAKU


Cia (Zoraya Perucha) mengawini Dono (Deddy Mizwar) Seorang pegawai tata usaha sebuah Universitas. Lelaki itu dinikahinya karena Cia ingin membalas sakit hati, akibat ayahnya mengawini Lies teman akrabnya. Mereka lalu pergi ke kampung halaman Dono untuk melangsungkan bulan madu.

P.T. GRAMEDIA FILM

ZORAYA PERUCHA
DEDDY MIZWAR
MARULI SITOMPUL
KIES SLAMET
SOFIA WD
DHALIA
W.D. MOCHTAR
DINA MARIANA
LIA CHAIDIR
ARTHI DEWI
CAK SUBUR
GRIUS SARSIDI A



TIGA DARA MENCARI CINTA / 1980

TIGA DARA MENCARI CINTA


Kisah seorang duda bernama Lesmana (Jojon) mempunyai hobi memelihara perkutut. Ia hidup dengan tiga orang anak gadisnya. Anak pertama seorang guru dipacari duda, sementara anak ketiganya masih kuliah. Anak kedua bekerja di biro perjalanan, dipacari lelaki perlente tapi ternyata penipu. Cerita disajikan dengan penuh kelucuan sepertti saat ia ditipu oleh pacar anak yang kedua.

BILA SI KEMBAR BERCINTA / 1977

BILA SI KEMBAR BERCINTA


Kisah percintaan dua orang pemuda kembar Arwin dan Irwan. Dua orang anak kembar yang ingin hidup berpisah demi karir mereka masing-masing. Maya, seorang gadis cantik berada di tengah - tengah kehidupan mereka. Maya tidak memilih salah satu dari mereka, tetapi mencintai kedua orang pemuda kembar itu.Sebagai akibat pergaulan bebasnya Maya hamil. Masalah yang kemudian timbul adalah siapakah satu di antaranya yang harus bertanggungjawab atas kehamilan Maya, sulit untuk dikompromikan, namun Maya tetap harus dinikahi. Arwinlah yang menikahinya. Kebahagian tiba dengan hadirnya sang anak. Tetapi kebahagiaan itu segera berakhir karena Arwin meninggal. Dalam suasana duka dan tanpa sengaja, sang anak memanggil "papa" kepada Irwan.
P.T. ROMEI FILM
P.T. GOLDEN SUN FILM
 

TOMBOY / 1981

 

Albert Rumantir (Zainal Abidin)adalah pengusaha kaya yang hidup menduda dengan dua anak lelaki, Frans (Pratiwanggono) dan Tommy (Adi Bing Slamet). Mereka mendapat telegram dari ibunya,Ny. Rudolf Rumantir (Alona Alegre = pemain dari Philipina)tentang warisan. Menerima berita itu Albert ragu,enggan mengurus kedatangan ibutirinya, Frans berdalih sibuk, sehingga Tommy yang menjemput dan meladeni nenek tiri itu. Ternyata Ny. Rudolf masih sangat muda dan cantik. Sesuai pesan ayahnya, Tommy keasyikan meladeni neneknya di hotel. Frans mengetahuinya, sehingga ia ganti meladeni sang nenek. Begitu pula Albert juga tahu dan memutuskan untuk membawa ibu tirinya ke rumah. Melihat gelagat tak baik, sang nenek berusaha menyadarkan anak dan cucunya untuk hidup baik, bermoral dan bertanggung jawab.

P.T. GEMINI SATRIA FILM

ALONA ALEGRE
ADI BING SLAMET
HAPPY PRETTY
ZAINAL ABIDIN
PRATIWANGGONO
TUTI MUTIA
AMINAH CENDRAKASIH
SEVIHARA SOEDJARWO
NANA RIWAYATIE
SUNDORO
SIRJON DE GAUT
WOLLY SUTINAH

(ALONA ALEGRE = pemain dari Philipina), dia adalah bintang sexy Philipina.