Tampilkan postingan dengan label FORTUNATUS SUTRISNO / F. SOETRISNO 1971-1977. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FORTUNATUS SUTRISNO / F. SOETRISNO 1971-1977. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Februari 2011

FORTUNATUS SUTRISNO / F. SOETRISNO 1971-1977



Nama lain: F Sutrisno, Lahir: Jumat, 18 Desember 1925, Meninggal: Senin, 30 Oktober 1978.

Lahir di Semarang. Meninggal di Jakarta. Pendidikan : Tamat SLA, melanjutkan ke Fak. Sastra UGM (sampai tingkat III) dan pernah kuliah di Cine Drama Institut (Akademi Film dan Teater) di Yogyakarta. Ex anggota ABRI berpangkat Letnan ini tahun 1948 mulai bergerak dibidang distribusi film Indonesia untuk daerah Jogyakarta, disamping sejak 1950 hingga 1957 menjadi Direktur SLP dan SLA Ganeca.Tahun 1962 Sutrisno mulai melakukan penyutradaraan film merangkap sebagai Penulis Skenario dalam "Mawar dan Pudjangga"(1962). Kemudian ia melanjutkan penyutradaraan merangkap sebagai Pelaksana Produksi untuk film "Pantang Menjerah". Film cerita pertama yang dieditnya adalah "Spy and Journalist" (1971) di samping ia juga merangkap sebagai Sutradara dan Penulis Film - film yang disutradarai selanjutnya antara lain "Mawar Rimba" (1972), "Bawang Putih" (1974), dll. Di samping film cerita, Sutrisno juga telah banyak menyutradarai film-film dokumenter dan reklame, antara lain "Rawa Sumber Pangan" (1966) dan "Pembinaan Industri" (1978) yang terpilih sebagai film dokumenter terbaik FFI '78 di Ujungpandang.


SPY AND JOURNALIST1971F. SUTRISNO
Director
MAWAR RIMBA 1972 F. SUTRISNO
Director
BAWANG PUTIH 1974 F. SUTRISNO
Director
BANDIT-BANDIT INTERNASIONAL 1977 F. SUTRISNO
Director

SPY AND JOURNALIST / 1971

 

Gatot (Dicky Zulkarnaen), wartawan, ditugasi menyelidik gerakan subeversif yang akan mengacaukan dunia perminyakan Indonesia. Gerakan itu berhasil menyusup ke perusahaan minyak negara (Pertamina), dan menyuruh anak buahnya, Susy (Rahayu Effendi) memotret dokumen-dokumen perusahaan. Sewaktu memotret ini, Susy ketahuan anggota intel yang juga menyusupkan anak buahnya ke dalam gerakan. Seorang anggota gerombolan lain dikirim ke Balikpapan, meski kemudian tak jelas apa yang terjadi di sana. Sementara di Jakarta, orang asing bernama Lopez (Hamidy T. Djamil), digerebek ketika sedang melakukan pertemuan dengan Susy. Markas gerakan kemudian digrebek. Berhasil.


NEWS
11 Maret 1972

Sepai en jurnalisi

UNTUNGLAH belum banjak (belum ada) wartawan Indonesia jang hidup dan bekerdja seperti Gatot (D. Zulkarnaen), wartawan Utusan Indonesia jang diimpikan Hidajat Rahardjo - bekas pemimpin harian Utusan Indonesia jang asli - dalam film berdjudul Inggeris jang agak asing: Spy and Journalist.

Sebab djika demikian halnja, bakal banjak intel jang menganggur, dan koran-koran djadi terlantar karena para wartawan pada asjik berintel. Tentu sadja kenjataan seperti itu tidak dengan sendirinja harus dipatuhi film Indonesia, jang kebanjakan ahli dalam melukiskan hal-hal jang tidak pernah dan tidak bakal ada.

Maka dalam film jang kisahnja ditjiptakan oleh Hidajat Rahardjo itu, kenjataan djuga tidak amat berbitjara: selain korannja tetap hidup, tokoh wartawan dalam film ini dihormati intel, dan seperti biasanja, hidupnja djuga tjukup mewah. Bahwa wartawan tersebut lebih sibuk daripada intel pemerintah itupun bisa dimengerti, sebab djika tidak demikian, film tidak begitu seru, biarpun untuk itu sang wartawan terpaksa tidak perlu digambarkan sebagai wartawan. Elektronis.

Tapi bukan tjuma sang wartawan jang tidak digambarkan sebagaimana lainnja, para intelpun digambarkan dengan gaja sedikit istimewa. Ini seharusnja membikin mongkok dada para wartawan, sebab sarnbil menggambarkan Gatot sebagai patriot jang memberantas pengchianat negara, kesibukan para intel digambarkan sedikit diatas kesibukan para Hansip dikampung. Hanja dalam film ini ada mainan elektronis matjam walkie-talkie, baik jang dengan antenne, maupun jang dipasang dalam djam tangan dan tjintjin berpermata indah. Sungguh peralatan jang luarbiasa dan pasti mahal, meskipun dalam kamar operasi Amirulah (Kusno Sudjarwadi), Kepala Intel Negara, peta jang dipakai adalah peta jang kadang-kadang tergantung dalam ruang klas sekolah menengah. Maka adalah pula gerombolan subversi jang menurut dialog para anggotanja setiara beramai-ramai orang-orang itu berhadjat menghantjurkan instalasi-instalasi Pertamina serta melantjarkan sabotase terhadap pengeboran-pengeboran baru jang direntjanakan oleh penanam modal asing. Ini gerombolan konon berpangkalan diluar negeri, tapi begitu lihai sehingga sanggup menjusupkan orang-orang mereka keposisi penting dalam Pertamina.

Maka adalah usaha pentjurian dokumen (tidak perlu diketahui penonton isi dan djenisnja), jang alhamdulillah bisa diselamatkan oleh para intel jang entah bagaimana mendapatkan keterangan tentang saat penjerahan mikrofilm. Kedjadian terachir ini memang tjukup seru, sebah disiang bolong, didepan gedung Pertamina, Telah terdjadi perkelahian sengit antara Susy (Rahayu Effendi), sebagai agen subversi, dengan seorang intel. Djakarta begitu sibuk rupanja, sehingga meskipun kemudian ada terdengar beberapa tembakan plus darah memerahi kemedja, toh sutradara Fortunatus Sutrisno tetap bisa mentjegah orang-orang lain muntjul didepan kameranja, termasuk djuga pengawal ataupun portir jang setiap harinja menurut kenjataan dan menurut logika bisa ditemukan dipintu masuk kantor Pertamina, ketjuali hari Ahad dan hari-hari besar lainnja. Lopez. Karena di Balikpapan ada pula kilang Pertamina, seorang anggota gerombolan subfersi djuga dikirim kesana. Tjukup dramatis dan sedikit pening mengawasi tangki-tangki minjak jang bergetar ketika dilihat dari udara Tapi tidak djelas kemudian apa jang terdjadi di Balikpapan. Lalu di Djakarta djuga ada orang asing jang termasuk gerombolan subversi. Orang ini bernama Lopez (Hamidi Djamil), lantjar berbahasa Indonesia, terlalu mentjurigai kamarnja di Hotel Indonesia sehingga pertemuannja dengan Susy harus dilakukan dikolam renang hotel. Karena urusan intel, maka sembari kekolam renang, tas samsonite didjindjing djuga meskipun Hamidi tjuma memakai tjelana renang jang indah. Sudah bisa dibajangkan kalau Amirulah djuga sudah menanti dalam kolam, sehingga laporannja melalui radio jang bersatu dalam arlodjinja, dengan mudah ditangkap oleh mobil unit intel (jang bekerdja setjara terbuka bagaikan mobil unit Deppen).

Maka jang membuat hati setiap patriot Indonesia tenteram pada saat menonton film ini adalah bahwa pada achirnja Pertamina tidak mengalami kebotjoran satu pipapun oleh sabotase. Tidak seluruhnja oleh kegesitan wartawan harian Utusan Indonesia jang memang fantastis itu, tapi disamping keinginan keras anak buah Amirulah, soalnja djuga terpulang pada apa jang disebut gerombolan subversi tersebut. Selain dialog dan mainan elektronis mereka jang hebat, gerombolan itu sendiri lebih mengingatkan penonton pada gang-gang anak muda jang baru sadja diurusi oleh larangan Kopkamtib. Tidak pernah kelihatan Suatu kegiatan hebat gerombolan subversi itu ketjuali usahanja untuk mentjulik wartawan Gatot, jang dengan perkasa bisa pula lolos.

Pendeknja, Hidajat Rahardjo sebagai pengarang tjerita memang kaja akan fantasi jang hebat-hebat, begitu rupa hingga logika tjerita entah kemana perginja. Irama. Sebagai penulis skenalio, A. Sjafiuddin djuga tidak begitu bisa dipudjikan kebolehannja. Selain urutan tjerita kurang menarik adanja, djuga terlalu banjak tokoh jang berseliweran sehingga besar harapan bahwa sedjumlah penonton akan minta waktu untuk merenung sebelum menebak keinginan jang empunja hikajat. Sutradara F. Sutrisno-pun tidak kelihatan berbuat tjukup untuk membuat irama film, apalagi mengawasi permainan tokoh-tokohnja. Dan dalam keadaan demikian, sangat masuk-akal djika permainan siapapun dalam film ini seharusnja tidak usah memberi andil pada kemungkinan lahirnja keketjewaan, apalagi kalau teknik pengisian suara jang kurang tjermat itu tidak bisa diperbaiki. Jang terachir ini tjukup menarik, sebab disana ada adegan polisi djadi seperti dibentak wartawan.

BAWANG PUTIH / 1974




Suatu peristiwa di zaman antah berantah. Mak Bakung (Titiek Puspa) punya anak kandung, Mawar (Ita Sitompul) dan anak tiri, Melati (Tanty Josepha). Ketika dewasa, Melati yang cantik dikhawatirkan bakal mengalahkan Mawar. Karenanya Melati diperlakukan sebagai budak. Melati menerima saja perlakuan ibu dan saudaranya itu. Ia juga berlaku ramah kepada semua orang, hingga Melati disayang. Hal sebaliknya berlaku bagi Mak Bakung dan Mawar yang kasar, cerewet, sombong dan judes. Sewaktu seorang pangeran sedang berburu dan sampai di desa mereka, ia jatuh hati pada Melati dan meminangnya untuk jadi permaisuri. Mak Bakung dan Mawar jadi sadar, dan rakyat menyambut pengantin baru itu.
P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

TITIEK PUSPA
TANTY JOSEPHA
BROERY PESOLIMA
ITA SITOMPUL
KRIS BIANTORO
SAID EFFENDY
NANIEN SUDIAR
ELLY KASIM
WIRDANINGSIH
ISKAK
BUDIMAN


MAWAR RIMBA / 1972



Sejak kematian anaknya, bu Harjo (Fifi Young) sangat terpukul, hingga pacar anaknya, Kardini (Dien Novita), tinggal di rumah bu Harjo untuk menemani. Usaha penyembuhan tak berhasil, sampai datang pemuda Samboyo (Bambang Hermanto) yang wajah dan tingkahnya mirip anak yang meninggal itu. Pemuda ini ditemukan di kota, diajak ke desa dan ternyata masih ada hubungan saudara. Maka Samboyo dan Kardini jadi erat. Masalah lain muncul. Kardini telah dinodai pacarnya yang telah dijodohkan orangtuanya. Sang pacar itu juga tak mau mundur. Kardini akhirnya memilih Samboyo.

BANDIT-BANDIT INTERNASIONAL / 1977



Kali ini polisi menghadapi sindikat perampok internasional. Barang rampokannya antara lain intan dan berlian. Bekerja sama dengan interpol, polisi berhasil menumpas sindikat ini. Adegan laga sengaja di buat dan dilibatkan bintang laga dari luar yang sudah terkenal.
 Sepertu Yasuaki Kurata dan Chen Wei Ming.

George Rudy memang aktor laga top Indonesia, selain Barry Prima dan Adven Bangun.


Yasuaki Kurata

Di tanah airnya Jepang, bintang laga Yasuaki Kurata juga dikenal sebagai David Kurata. Ia lahir di prefektur Ibaraki sebagai Kurata Mamuro Showa pada tanggal 20 Maret 1946. Pada pertengahan 60-an, ia belajar drama di Universitas Nihon yang terkenal, kemudian mengikuti keinginannya untuk tampil di depan umum, dan kemudian bergabung dengan Sekolah Teater Toei yang terkenal saat itu. yang masih dimiliki studio film bernama yang sama. Toei, bersama dengan Toho Studios, adalah ujung tombak seni sinematik Jepang dalam segala hal, dan juga mewakili film Jepang di luar negeri. Di atas segalanya, mereka adalah ayah baptis bagi Yakuza, kejahatan, dan film aksi yang tak terhitung jumlahnya yang menghasilkan superstar internasional seperti Takakura Ken, Bunta Sugawara, atau Sonny Chiba.

Terlepas dari penampilan Eurasia yang menarik, dan seni mimik yang ada secara positif, merek dagang Kurata, tentu saja, adalah kemampuan fisiknya yang ditakdirkan untuk film aksi keras. Gaya bertarungnya yang luwes dan serba guna ditentukan oleh aliran gerakan yang elegan. Namun, bertentangan dengan banyak bintang Seni Bela Diri, gayanya tidak diperankan atau dipalsukan tetapi merupakan hasil dari pelatihan Seni Bela Diri awal yang sangat baik. Menjadi seorang Seniman Bela Diri sejati, ia mencapai Shotokan Dan ke-5, Judo Dan ke-5 serta Aikido Dan ke-2.

Kurata segera berhasil merambah ibu kota film laga Asia Timur Hong Kong, langkah ini tentunya difasilitasi oleh bahasa Kantonnya yang fasih. Debutnya di Hong Kong adalah film 1970/71 THE KING BOXER (bukan film Shaw dengan judul sama yang dibintangi Lo Lieh). Rekan mainnya Meng Fei dikenang hari ini terutama untuk penampilannya di LIMA SHAOLIN MASTERS Chang Cheh. Kurata kembali bermain bersama Meng Fei di PRODIGAL BOXER yang juga menampilkan aktor Shaw, Wang Ching (saudara laki-laki dari bintang Shaw, Wang Chung). Peran debut Kurata Shaw Brothers adalah sebagai Katsu, kepala penjahat Jepang di THE ANGRY GUEST. Dia tampil di tiga film Shaw saja (FOUR RIDERS, HEROES OF THE EAST), namun, peran penjahat krusialnya adalah kontribusi penting untuk genre klasik ini. Setelah itu, ia melanjutkan pekerjaannya sebagai lancer bebas.

Karirnya yang panjang meliputi tempat-tempat kerja seperti Hong Kong, Jepang, Taiwan dan juga Perancis, dan memproduksi 60 film, terakhir sejak tahun 2008. Mengenai popularitasnya, aktingnya tidak ada habisnya.

Meskipun Kurata tidak pernah bekerja untuk studio tertentu dalam waktu yang lama, dia tetap bertemu dengan mantan rekan Shaw lagi dan lagi. Misalnya, dalam LEGEND OF THE OWL David Chiang (juga termasuk Wang Hsia, Chen Hsing, dan Norman Chu; naskahnya ditulis oleh Erh Tung Sheng dan Jamie Lu). Filmnya saat ini THE SHINJUKU INCIDENT disutradarai oleh mantan bintang Shaw Erh Tung Sheng, sekarang Derek Yee. Tampaknya film Kurata Shaw, atau film yang juga menyertakan bintang Shaw, termasuk di antara filmnya yang paling populer.

Selain akting, Yasuaki Kurata menjalankan „Kurata Promotion“ (didirikan pada tahun 1976 sebagai „Kurata Action Club“), sebuah agensi untuk para aktor aksi, dan pemeran pengganti. Perusahaan ini tampaknya menjadi semacam kontra-bagian dari "JAC Japan Action Club" yang didirikan enam tahun sebelumnya oleh legenda laga Sonny Chiba. Kurata juga kepala penasihat di "Liga Nunchaku Seluruh Jepang", dan guru di perguruan tinggi swasta. Pada tahun 2004, ia menerbitkan buku "Hong Kong Action Star Koyuroku". Dalam kehidupan pribadi, Kurata memiliki hubungan dengan mitra bisnisnya selama bertahun-tahun, Yanzu Hibaishi. Yasuaki Kurata adalah satu dari sedikit bintang Asia yang secara terbuka mengakui homoseksualitas mereka; dia adalah anggota dari beberapa gerakan hak-hak sipil Asia, dan Liga Pro Gay Jepang.