Tampilkan postingan dengan label NICO PELAMONIA 1963-1989. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NICO PELAMONIA 1963-1989. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 Februari 2011

NICO PELAMONIA 1963-1989



Nama :Nico Pelamonia / NICK DJAJANINGRAT
Lahir :Ambon, Maluku, 16 Maret 1940
Pendidikan :SLA (Ambon),Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI)
Profesi :Pengarah acara TVRI,Sutradara Film

Lahir di Ambon, Maluku, 16 Maret 1940. Tamat SLA, tahun 1962, melanjutkan pendidikan di ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) namun tidak sampai selesai. Pernah mengikuti penataran penyutradaraan film dan televisi di Jerman Barat tahun 1969-1970.

Semasa kuliah di ATNI, ia aktif mengikuti pementasan drama. Di TVRI ia bekerja sebagai pengarah acara. Dan sambil bekerja di stasiun TV milik pemerintah tersebut, ia merangkap kerja sebagai figuran dalam film Di Balik Awan tahun 1963. Oleh tokoh pelayaran Kapten Harun Rasidi dan istrinya, Tuti Mutia, ia diajak ikut serta dalam perusahaan Pertisa Film yang kemudian menjadi Tuti Mutia Film Production pada tahun 1965-1976.

Dalam FFI tahun 1976, ia meraih Piala Citra untuk penyutradaraan terbaik dalam film Semalam di Malaysia yang diproduksi tahun 1975. Dalam FFA (Festival Film Asia) di Taipei, Taiwan tahun 1974, ia terpilih sebagai aktor terbaik dalam film Laki-Laki Pilihan yang diproduksi tahun 1973.
 
Film pertama yang disutradarainya adalah Senja di Jakarta tahun 1967, yang dibuat berdasarkan novel Mochtar Lubis. Filmnya yang lain adalah Yang Jatuh di Kaki Lelaki tahun 1971, Anjing-anjing Geladak tahun 1972. Film – film berikutnya Wajah Tiga Perempuan tahun 1976) Marina tahun 1977, Yoan tahun 1977, Perempuan Tanpa Dosa tahun 1978 dan Di Ujung Malam tahun 1979.

ANGGREK MERAH1977NICO PELAMONIA
Director
JANG DJATUH DIKAKI LELAKI 1971 NICO PELAMONIA
Director
KARMA 1965 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
YOAN 1977 NICO PELAMONIA
Actor Director
LUKA HATI SANG BIDADARI 1983 NICO PELAMONIA
Director
MARINA 1977 NICO PELAMONIA
Director
GEMA KAMPUS 66 1988 NICO PELAMONIA
Director
ISTRIKU SAYANG ISTRIKU MALANG 1977 WAHAB ABDI
Actor
NAGA BONAR 1986 M.T. RISYAF
Actor
MUSANG BERJANGGUT 1983 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
PEREMPUAN TANPA DOSA 1978 NICO PELAMONIA
Director
PERMAINAN BULAN DESEMBER 1980 NICO PELAMONIA
Director
PENYESAIAN SUMUR HIDUP 1986 FRANK RORIMPANDEY
Actor
FADJAR DITENGAH KABUT 1966 DANU UMBARA
Actor
LAKI-LAKI PILIHAN 1973 NICO PELAMONIA
Actor Director
SI DOEL ANAK MODERN 1977 SJUMAN DJAYA
Actor
AKIBAT KANKER PAYUDARA 1987 FRANK RORIMPANDEY
Actor
TRAGEDI TANTE SEX 1976 BAY ISBAHI
Actor
YANG TERBELENGGU 1984 NICO PELAMONIA
Director
SENDJA DI DJAKARTA 1967 NICO PELAMONIA
Actor Director
KARENA DIA 1979 NICO PELAMONIA
Director
PENGALAMAN PERTAMA 1977 JOPI BURNAMA
Actor
SAMIUN DAN DASIMA 1970 HASMANAN
Actor
WAJAH TIGA PEREMPUAN 1976 NICO PELAMONIA
Director
ANJING-ANJING GELADAK 1972 NICO PELAMONIA
Actor Director
HIDUP SEMAKIN PANAS 1989 HENKY SOLAIMAN
Actor
HIDUP, TJINTA DAN AIR MATA 1970 M. SHARIEFFUDIN A
Actor
PRAHARA 1974 NICO PELAMONIA
Director
SESUATU YANG INDAH 1976 WIM UMBOH
Actor
DI UJUNG MALAM 1979 NICO PELAMONIA
Director
DR. KARMILA 1981 NICO PELAMONIA
Director
SEMALAM DI MALAYSIA 1975 NICO PELAMONIA
Director
KENIKMATAN 1984 NICO PELAMONIA
Director
MASA TOPAN DAN BADAI 1963 D. DJAJAKUSUMA
Actor

GEMA KAMPUS 66 / 1988

 


Sebuah tema dan kisah yang unik: aktivis dan pimpinan gerakan mahasiswa di tahun 66 bersimpang jalan saat keadaan sudah "normal". Rima (Ariessa Suryo), Danu (Cok Simbara) dan Bima (Johan Mardjono) berusaha tetap setia pada cita-cita pergerakan. Sedang Bustaman, tokoh yang paling dikagumi saat pergerakan, dengan sigap beralih perahu dan menyambar kesempatan yang ada untuk menjadi kaya, termasuk di antaranya mengkhianati pacarnya, Arini (Nurul Arifin), dan mengawini anak orang kaya. Sayang semua masalah yang cukup besar dan gawat itu cuma tampil lewat kata-kata. Tindakan mereka hanya sekadarnya. Hal ini membuat film menjadi semacam dakwah atau sloganistis. Kesalahannya mungkin pada rentang waktu yang panjang dan banyaknya soal yang mau diceritakan. Ada keinginan untuk "menghidupkan" kembali peristiwa demonstrasi tahun 1966 di Bandung, yang menghabiskan hampir separuh film. Baru separuh film berikutnya bicara kehidupan para aktivis sekitar lima tahun kemudian. Ada juga kisah cinta yang terpendam antara Danu dan Rima. Danu tak berani berterus terang karena mengidap kelainan jantung, yang di saat puncak cerita (rebutan kontrak dengan pihak Jerman dengan Bustaman), merenggut nyawanya.

Film ini mengangkat peristiwa 66, yang di hadirkan pada tahun 1988, sudah biasa film tentang kenyataan apa lagi peristiwa, pasti selalu ada aja yang kurang.

P.T. PRASIDI TETA FILM
P.T. ARIYO SAKA NUSA FILM

ARIESSA SURYO
DIDI PETET
COK SIMBARA
NURUL ARIFIN
DIANA YUSUF
EKA GANDARA
JOHAN MARDJONO
NANI SUMARNI
ANNA TAIRAS
SIS TRIAJI
SJAEFUL ANWAR

YANG TERBELENGGU / 1984



Eddy (Johan Saimima), satpam sebuah bank, berhasil dibelenggu oleh Liona (Yenny Farida), bekas pelacur. Akibatnya Eddy terpaksa menceraikan istrinya yang telah mempunyai tiga anak. Menuruti gaya hidup Liona, membuat Eddy banyak hutang. Ditambah lagi menuruti bujukan Liona untuk mencalonkan diri sebagai lurah, tetapi gagal. Selanjutnya, Eddy bukannya mengawini Liona, tetapi gadis lain bernama Maryati (Nina Anwar). Kendatipun demikian Eddy tak dapat lepas dari belenggu Liona. Kesulitan demi kesulitan akhirnya menjerat Eddy, yang mendorongnya untuk berbuat jahat, dengan beberapa kali merampok nasabah bank. Tak pelak lagi Eddy akhirnya tertangkap tepat ketika berlangsung pelantikan lurah baru.

LUKA HATI SANG BIDADARI / 1983

LUKA HATI SANG BIDADAR

 
Parista (Johan Saimima), yang besar di Paris, punya masalah dalam hubungan seks dengan istrinya, Rindayu (Nina Anwar), hingga yang terakhir ini sempat keguguran delapan kali. Ketika akhirnya tahu bahwa akibat sifat kasar dalam hubungan seksnya itu yang menyebabkan keguguran, dan karena desakan orang tuanya, Parista menahan diri.

Ternyata bayi yang dikandung Rindayu, lahir mati karena sipilis. Sementara itu, waktu istrinya mengandung, Parista ternyata bermain dengan sekretarisnya, bahkan punya pacar lain lagi. Ada juga psikiater yang mengatakan Parista adalah homoseks, hingga tak jelas sosok tokoh ini.

Saat mengetahui perserongan suaminya, Rindayu membunuh pacar suaminya, namun di pengadilan ia dibebaskan. Dan Rindayu kembali akur dengan Parista.

DR. KARMILA / 1981

DR. KARMILA


Dalam suatu pesta muda-mudi, Karmila (Tanty Josepha) terjebak pemuda badung, Feisal (Robby Sugara) yang kemudian memperkosanya. Padahal, Karmila sudah punya tunangan, Edo (Rudy Salam) yang sedang belajar di luar negeri. Ia sendiri juga hampir menamatkan kuliahnya di Fakultas Kedokteran. Karmila rela nikah dengan Feisal dengan syarat setelah bayi lahir dan cukup umur, akan bercerai. Ia tinggal di tempat bibinya sampai melahirkan. Ia tak merawat bayinya dan bersikap ketus. Feisal bersikap sebaliknya karena sesal dan kemudian sungguh-sungguh mencintai Karmila. Sang anak kemudian ikut ayahnya. Karmila meneruskan kuliahnya sampai selesai. Ketika pesta untuk kepergiannya ke luar negeri, Karmila diberitahu bahwa anaknya sakit. Karmila datang untuk memeriksa. Hatinya luluh, dibatalkannya ke luar negeri dan memilih menjadi istri yang baik untuk Feisal, hingga punya dua anak. Ia juga menolak Edo yang kembali dari luar negeri, meski sempat membuat Faisal salah sangka.

Kemudian datang gangguan lain. Seorang gadis keturunan India dari Kuala Lumpur mengaku-aku anak pamannya, lalu tinggal di rumah Faisal - Karmila. Kemudian ketahuan bahwa gadis itu mencintai Faisal. Soal ini selesai bersamaan dengan lahirnya anak ketiga.

DI UJUNG MALAM / 1979



Dengan latar belakang sebuah pabrik rokok, sebuah drama keluarga terjadi. Sang ayah, Cokro (Aedy Moward) berselisih paham dengan anaknya, Baskoro (Mogi Darusman). Ini masih dibumbui pemberontakan buruh. Baskoro yang terkena kecelakaan saat kerusuhan buruh, harus mendekam di rumah dan menderita krisis kepercayaan diri. Ia lalu jatuh cinta pada perawatnya, Sumi (Dhany Dahlan). Hal ini menjadi ruwet karena ibu tirinya (Rae Sita), juga menyenangi Baskoro. Kepala pemberontakan buruh itu, Prabowo (Gito Rollies), ternyata anak hasil hubungan gelap Cokro. Sedang Sumi sendiri adalah adik mereka juga, karena dia adalah anak ibu mereka yang kawin lagi dengan Doel (Mansjur Sjah), sopir keluarga pemilik pabrik rokok itu. Kisahnya memang agak ruwet dan berbelit.
P.T. GRAMEDIA FILM

KARENA DIA / 1979



Rafiq (A. Rafiq), penyanyi dangdut, datang ke Jakarta untuk meningkatkan karirnya. Parto (Farouk Afero), teman sedesanya, berusaha membantu dengan mendatangi perusahaan-perusahaan rekaman. Dua orang ini agak berselisih, karena Rafiq polos sementara Parto bergaya kota yang merasa tidak bisa polos dan harus penuh intrik. Belum lagi perbedaan pandangan bahwa menurut Parto, Rafiq harus menyanyi pop, sementara Rafiq sendiri bersikukuh pada dangdut. Perselisihan diselesaikan oleh seorang ahli musik, dan mahasiswa musik, Norma (Yatie Octavia) yang sedang meneliti dangdut, dan jadi pacar Rafiq. Yang berhasil membawa masuk ke studio rekaman adalah kenalan Rafiq yang lain, Lily (Debby Cynthia Dewi), saat Rafiq masih jadi montir jalanan, kepandaian yang didapatnya dari desa. Jadi, di samping ada kisah karir Rafiq sampai ke puncak, ada juga kisah cinta Rafiq dengan Norma. Yang terakhir ini sempat dilarang oleh orang tuanya, sebelum akhirnya bisa terus. Ada usaha "meluruskan" film-film dangdut dari pembuat skenario maupun sutradara.
P.T. DINO DE YUKAWI FILM

PEREMPUAN TANPA DOSA / 1978












Lanny (Jenny Rachman) pacaran dengan Freddie (Gito Rollies), pemuda bandit yang ingin masuk rekaman tapi tak pernah kesampaian. Meski sudah dilarang ibu angkatnya sendiri (Farida Pasha), Lanny tetap berhubungan hingga hamil, padahal ia sudah dijodohkan dengan anaknya sendiri, Perdana (Robby Sugara), yang sekolah di luar negeri. Freddie ternyata merampok dan membunuh orang agar bisa kawin dengan Lanny. Ia tertangkap dan dipenjara 15 tahun. Perdana kembali dari luar negeri dan tetap mencintai Lanny. Ia mau mengawini gadis hamil itu, apalagi ada dorongan kuat ibunya yang juga sedang pacaran dengan Handaka (Rudy Salam), pemuda playboy. Handaka ikut menggerayangi Lanny, karena Perdana hanya mau berhubungan setelah bayi yang dikandung Lanny lahir. Freddie lari dari penjara sesudah menghitung bahwa bayinya lahir dengan maksud membawa pergi pacar dan anaknya. Polisi datang atas laporan Perdana. Freddie mati tertembak.

P.T. ISAE FILM

MARINA / 1977



Bahan kisah film ini agak lain. Anton SH (Robby Sugara), pengacara muda, dihinggapi rasa ketakutan akan penyakit gila yang menghinggapi ayah dan kakeknya. Karena itu dia takut kawin. Ketika akhirnya ia kawin dengan Marina (Marini), dia minta agar istrinya tidak hamil. Perjalanan keluarga ini bertambah ruwet dengan kenyataan sukses karier Marina sebagai penyanyi dan belum berhasilnya Anton sebagai pengacara. Kesulitan memuncak ketika Marina hamil.

P.T. PANORAMA FILM

SEMALAM DI MALAYSIA / 1975



Victor Abdullah (Sam Bimbo), penyanyi tenar Malaysia, berkenalan dan saling jatuh cinta dengan Sandra, mahasiswa dan penyanyi Indonesia yang tengah mengadakan pertunjukan di Malaysia. Victor ternyata adalah Jarot, sementara Sandra adalah Salmah, anak-anak pasangan Marto (Kusno Sudjarwadi) dan Ruminah (Rina Hassim) yang terpisah sejak kecil karena kapal Marto-Jarot yang mengangkut sapi dagangan mereka kandas di Malaysia. Jarot dibesarkan keluarga Malaysia, Salmah dibesarkan keluarga kaya Jakarta, dengan Ruminah sebagai pembantunya dengan syarat merahasiakan asal-usul Salmah, sementara Marto ternyata masih hidup dan kerja jadi kuli di Tanjung Priok. Berkat siaran televisi dan surat kabar, anggota keluarga yang terpisah itu bertemu kembali, saat Ruminah hendak meninggal dunia.

 Film ini terlalu ramah pada penonton, terlalu sopan dan sebagainya, beda sekali dengan ciri khas Nico. Karena film ini kerjasama Indonesia dan Malaysia, maka film ini baik-baik saja, sebuah hiburan yang ramah di hiasi nyanyi-nyanyian.

SENDJA DI DJAKARTA / 1967

Adaptasi dari novel berjudul sama.


 
Senja di Jakarta pertama kali terbit tahun 1970, semula judulnya Yang Terinjak dan Melawan yang ditulisnya ketika Mochtar Lubis masih berstatus tahanan rumah. Ketika pertama kali novel ini di terbitkan di London 1963, hasil terjemahan oleh Claire Holt, judulnya di ganti Twilight in Jakarta. Terus penerbit di Malaysia menerbitkan dengan judul Sendja di Djakarta. Barulah 1970 di terbitkan dalam bahasa Indonesia Senja di Jakarta. Novel ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa, Italia, Spanyol, dan Korea, Jepang, dan Inggris pastinya.

Cerita globalnya seputar gambaran yang terjdai pada masyarakat ibu kota Jakarta, termasuk para pejabat pemerintah dan politikus pada pertengahan tahun 50'an. Merajalela korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kebobrokan moral dan penyelewengan telah meyebabkan kemiskinan. Keadaan ekonomi yang parah mencekik rakyat, dan di tambah suhu politik yang panas menambah penderitaan rakyat.

Untuk di Indonesia, justru masyarakatnya mengenal cerita ini melalui film dari pada novelnya.
Rahadi Ismail, Rita Zahara, Nico Pelamonia, Mila Karmila, Farouk afero, Tina Melinda, Ratno Timoer. Main dalam film ini.

P.T. TUTI MUTIA FILM

KENIKMATAN / 1984



Mengambil cerita dari novel Ranjang Semua Orang karya Abdullah Harahap ; sutradara Nico Pelamonia ; skenario Buce Malawau

Noni (Chintami Atmanegara) menolak dikawinkan dengan pilihan orangtuanya, dan kawin lari dengan Tono (Robin Panjaitan). Tono lari dari rumah, karena tidak mau mengikuti keinginan orangtuanya untuk lepas dari pengaruh jelek pergaulannya. Harta orangtuanya jatuh ke tangan Yenny (Nina Anwar)adik angkatnya.Yenny lumpuh, saat kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Tono terus berjudi sampai rumah mereka pun habis, dan Untuk bertahan hidup, Tono menuruh Noni melacur. Nasihat Yenny terhadap Tono tak dihiraukan. Tono mengumpankan Noni pada Handoko (Yoseano Waas) duda beranak satu. Karena Handoko jatuh cinta sungguhan, anaknya takut hartanya jatuh ke tangan Noni. Suatu waktu Noni diperkosa anak Handoko bersama kawan-kawannya. Waktu hendak mengadu pada Tono, Noni hanya menemukan surat bahwa Tono hendak kawin dengan Mimi (Lucy Subardjo)pacar lamanya.Saat pesta perkawinan, Noni membawa pisau yang lalu dihujamkan ke tubuh Tono.

P.T. KANTA INDAH FILM

ANGGREK MERAH / 1977



Saat libur, Rangga yang sedang belajar di Bandung, pulang ke Jakarta untuk menghadiri ulang tahun ibunya. Di pasar kembang, saat telah membeli anggrek merah, Rangga diserempet mobil Ny. Nelly, istri pelaut yang kesepian. Ranggapun dinaikkan ke mobil Nelly dan dibawa pulang. Di pesta ulang tahun ibu Rangga menahan marah, melihar Rangga datang bersama Nelly. Ibu Rangga sangat kenal pribadi Nelly. Hubungan Rangga dan ibunya tak sempat terselesaikan, karena kesibukkan sang ibu, hingga Rangga makin masuk ke dalam pelukan Nelly. Di luar dugaan suami Nelly datang lebih cepat, dan Nelly kembali ke suaminya. Dan Rangga yang kalut, lari. Tertabrak mobil lagi, tergeletak di tengah jalan. Tidak ada lagi Nelly atau ibunya.

PRAHARA (Betinanya Seorang Perempuan) / 1974



Karena ayahnya, Surya (Yasso Winarto) yang bangsawan kaya meninggal, Ayu (Intan Nurcahya), terpaksa hidup menderita di bawah ibu tiri, Lisa (Tuty S), bekas penari ronggeng, bersama kedua anaknya, Eddy (Mardali Syarief) dan Wati (Sri Harto). Lisa yang selama suaminya di rumah sakit sudah pacaran dengan Broto (Muni Cader), sopir oplet yang pernah bekerja di perusahaan Surya, berusaha menguasai seluruh warisan yang sebenarnya menjadi hak Ayu. Mula-mula ia minta uang tunai dari saham suaminya di perusahaan, lalu asuransi Ayu sebesar 25.000 dollar. Gito (Boy Tirayoh), pacar Ayu, yang merasa aneh melihat hubungan dalam keluarga pacarnya, berusaha ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Informasi penting didapat dari sopir Surya, Mamat (Hadisjam Tahax) yang dipecat oleh Lisa. Kebobrokan Broto berakhir di tangan Eddy, yang sebenarnya mencintai Ayu. Sementara Ayu menganggap adik tidak lebih sebagai kakak. Eddy yang pemabuk ini memang lalu berubah karena pengaruh Ayu. Ia menjadi kalap ketika tahu Broto berusaha memperkosa Ayu. Padahal Broto ini sebelumnya sudah ketahuan Lisa, sedang menggumuli Wati, yang memang gatal. Eddy mengakui Ayu sebagai adik.

P.T. TUTI MUTIA FILM

PERMAINAN BULAN DESEMBER / 1980



Anton (Roy Marten) secara tak sengaja memergoki seorang gadis yang tengah diperkosa. Anton bermaksud menolong, tapi karena si pemerkosa berhasil kabur, Anton jadi buronan polisi. Dalam pelarian, suasana gelap dan hujan lebat membuat mobil yang dikemudikan Anton menabrak truk. Di rumah sakit Anton mengenal perawat cantik, Yosi (Suzanna). Anton memang bebas dari tuduhan dan berniat menjalin asmara dengan Yosi. Ternyata Yosi sudah jadi biarawati. Setelah mengalami tabrakan, hati Yosi beku, sementara Anton semakin nekad.

JANG DJATUH DIKAKI LELAKI / 1971



Film tentang orang-orang penderita kelainan seks, tapi digarap dengan cukup halus. Apalagi bila dibandingkan dengan trend obral adegan seks pada tahun bersangkutan. Parmin (Rachmat Hidayat) selalu ditolak istrinya, Sinta (Rima Melati), bila ingin berhubungan seks. Sinta ini punya trauma dengan adik tiri dan ayah tirinya, hingga ia kawin dengan Parmin untuk menutupi kehamilannya. Sinta jatuh ke hubungan lesbian dengan Sumiyati (Sri Harto), yang jadi lesbian karena seluruh saudaranya perempuan dan hubungannya dengan laki-laki diawasi secara ketat oleh orangtuanya. Sumiyati ini sudah punya pacar lain, Novita (Rahayu Effendi), istri yang punya suami dengan kelainan seks lain: sadisme. Sumiyati "diperkosa " oleh kakak iparnya, dan mulai merasakan lelaki, apalagi kemudian juga main dengan Parmin, sebagai ganti memperkenalkan Sinta pada Novita. Sum juga lalu jatuh cinta pada pemuda Arman (Frank Rorimpandey). Hubungan Sinta-Novita tak lama, karena suaminya yang ada di luar negeri pulang. Sinta putus asa, ngebut pakai mobil hadiah Novita, dan mati.
P.T. TUTI MUTIA FILM

RACHMAT HIDAYAT
RIMA MELATI
RAHAYU EFFENDI
SRI HARTO
FRANK RORIMPANDEY
DEDDY SUTOMO
SJUMAN DJAYA
RINA HASSIM
ISMED M. NOOR
AMINAH CENDRAKASIH
 
 
NEWS
04 Desember 1971
Yang jatuh & yang halus

TIDAK penting dipersoalkan ada tidaknja lesbian di Indonesia. Lebih menarik dipersoalkan adalah, apakah sutradara Nico Pelamonia telah mempersembahkan kisah lesbian itu dengan mejakinkan. Dari kisah "porno" jang ditulis oleh Abdullah Harahap, lahir skenario Jang Djatuh Dikaki Lelaki karja Sjuman jaja. Nico telah bekerdja dengan tekun dan bersih untuk menjelesaikan filmnja sehingga sedikit sekali bau tjabul disana. Adegan-adegan jang sangat bisa ditumpangi oleh eksploitasi sex, dengan sangat hati-hati terlalu hati-hati malah dikerdjakan oleh sutradara. Meskipun agak klise, adegan tempat tidur itu diselesaikan dalam bentuk insert-insert. Tidak selalu kena, tapi senonoh. Nampaknja ada kerdja sama antara penulis skenario dengan sutradara. Disini soal sex bukanlah topik panas buat film selama tjara mempersembahkannja tjukup wadjar. Kisah jang ditulis Abdullah Harahap ini telah diberi bobot psichologis oleh Sjumandjaja.

Tokoh-tokoh jang ada didalamnja sebagian besar hanjalah merupakan korban-korban dari kekuasaan diluar dirinja. Tentu sadja tidak seluruhnja berhasil. Peranan jang dibawakan Rima Melati, misalnja, rasanja terlalu dibesar-besarkan. Seorang jang diperkosa oleh saudara tiri dan ajah tiri sekaligus, lalu menghasilkan anak, belum tentu merupakan alasan rasionil untuk mendjadi lesbian. Mendjadi tugas sutradara tentunja untuk memberikan penekanan pada motif-motif jang bisa menolong skenario dalam hal jang demikian. Dan barangkali ini jang kurang. Utuh. Tokoh jang paling utuh adalall njonja besar jang dimainkan oleh Rahaju Effendi. Ia mendjadi lesbian dibawah siksaan suaminja jang sadistis. Sajangnja ahaju terlalu teateral, dialog maupun aktingnja, sampai-sampai djustru kesan lutju jang timbul dan bukan tragis. Jang paling mengganggu adalah peran masinis kereta api jang dibawakan oleh Rachmat Hidajat. Peranan ini memang dibawakan dengan mejakinkan oleh Rachmat, tjuma sadja tetap mendjadi pertanjaan tentang tingkat hidup ekonomis maupun sosiologis njonja masinis jang lesbian itu. Taruhlah ekonomis mungkin, tapi sosiologis terlalu berat, sehingga timbul lelutjon bahwa Rachmat memainkan peran masinis Amerika. Meskipun demikian, disamping kritik-kritik ketjil jang harus dilemparkan kepada film Jang Djatuh ini, harus diakui bahwa Tuti Mutia telah melahirkan sebuah film jang diselesaikan dengan selera jang halus dan pahlt untuk ditonton. Film-film matjam inilah jang paling sedikit bisa mentjegah keruntuhan film Indonesia jang sekarang ini makin terantjam hak hidupnja itu.

YOAN / 1977



Seperti juga Chicha Koeswoyo, Yoan Tanamal adalah penyanyi anak-anak yang sedang laris saat film ini dibuat. Maka cerita pun dibuat berdasarkan keadaan itu. Paling tidak Yoan harus tampil menyanyi. Karena kesibukan orangtuanya (Tanty Josepha dan Enteng Tanamal), yang pemain film dan pemusik, Yoan (Joan Tanamal) menjadi nakal dan akrab dengan anak pembantu. Hal yang kurang disadari orangtuanya ini, diketahui kakek-neneknya yang kebetulan berkunjung. Maka diusulkan supaya Yoan sekolah. Nasehat dituruti, tapi kesibukan orangtua jalan terus, hingga suatu waktu Joan pulang sekolah sendiri, karena terlambat dijemput. Maka datanglah saat Yoan harus nyanyi. Ayahnya berhasil mencipta lagu berdasarkan senandung Yoan saat bermain boneka. Rekaman sukses dan laris. Soal baru muncul. Jadwal rekaman membuat nilai rapot merosot, dan sang ibu yang sudah menghentikan kontrak film merasa bahwa anaknya diperas. Masalah ini akhirnya bisa juga diselesaikan berkat campur tangan Oma Yoan
P.T. GARUDA FILM
YOAN TANAMAL
ENTENG TANAMAL
TANTY JOSEPHA
DIDU MS
TAN TJENG BOK
S. BONO
CHITRA DEWI
YATTI KUSUMAH
MUSTAFA
ETTY SUMIATI
NICO PELAMONIA
FARIDA ARRIANY








WAJAH TIGA PEREMPUAN / 1976

WAJAH TIGA PEREMPUAN


Sebuah kisah tentang tiga wanita yang nyaris bernasib sama. Sebuah kisah tentang latar belakang mereka yang dengan mudah diasosiasikan dengan kisah-kisah para pelacur. Tiga wanita itu adalah Lindri (Rima Melati), Susy (Dana Christina) dan Sarah (Lenny Marlina). Lindri bekerja di steambath Blue Star itu karena untuk memanjakan anak hasil hubungan luar nikah, Herman (Rano Karno). Karena desakan anaknya, ia mencuri uang tamu, hingga hukum pun berlaku baginya, bersamaan dengan meninggalnya anaknya karena kebut-kebutan. Susy (Dana Christina) yang bekerja di tempat sama sebagai waitress, karena ingin membantu ibunya yang sedang dirawat di rumah sakit. Meski pacarnya Iwan (Robby Sugara) akan membantu, Susy menolak karena Iwan pun bukan orang berpunya. Susy mengorbankan kehormatannya. Pengorbanannya sia-sia. Ibunya meninggal, sedang tamu yang dilayaninya juga meninggal karena serangan jantung. Sarah (Lenny Marlina) punya suami penjudi sedang putrinya lumpuh, dan rumahnya akan digusur. Sarah terpaksa berbuat serong dengan seorang pemborong atas rayuan dan tekanan seorang germo. Ternyata putrinya meninggal saat Sarah dalam pelukan sang pemborong. Steambath memang banyak jadi bahan pembicaraan masyarakat saat itu.

P.T. SUGAR INDAH FILM

LAKI-LAKI PILIHAN / 1973



Suara Azan, cahaya subuh, taluk beduk, kesibukan menyembelih hewan kurban, semua itu adalah kesibukan Haji Anwar (Nico Pelomonia) pada suatu pagi di Idul Adha. Inilah dia cerita tentang kisah jagoan dari Banten, bekas pejuang, pengusaha kaya, dan bapak bagi family, bekas anak buah maupun teman-teman sekampungnya. Sebagai orang Banten dengan latar belakng islam yang kuat, pada diri Anwar berakar kesalehan, tetapi hidup yang selalu mudah selepas revolusi tidak sanggup menghindarkannya dari keterlibatannya dalam dunia keras, pahit dan kadang berdarah. Disat suasana lebaran Idul Adha itu, dimana semua tamu sedang menikamati makanannya, datang pengaduan suami-istri yang anak gadisnya diperkosa beberapa pemuda. Walaupun hakim sudah memutuskan, tetapi suami istri tidak puas akan keputusan hakim itu. Haji Anwar punya Deden SH (Ami Priyono) seorang anak angkat yang banyak hidup bersama Haji Anwar. Sedangkan yang lain ada Akil (Dicky Zulkarnaen) anak asuh H.Anwar juga yang memiliki temperatur yang keras. Konflik dalam keluarga besar ini terletak pada anak asuh H.Anwar yang memiliki banyak kewatakan mereka.

Kemauan dan cita-cita. Contohnya produser Film (Kris Biantoro) yang melakukan aksi sepihak terhadap anak angkat H.Anwar yang bernama Fuad (Achmad Albar) harus meraung-raung setelah menemukan ayam aduannya mati tersembelih. Dan Anak muda yang ingin merencanakan pembunuhan pada H.Anwar akhirnya babak belur oleh tangan Akin. Akin akhirnya mati ditangan Bandit Murtado (Ruslan Basri) disaat dengan mudah ia dipancing keluar rumah oleh Murtado. Pertikaian antara Akil dan Mochtar (Dady Djaya) adiknya. Mochtar seorang anak lebih menikmati melaut dari pada hidup dikeluarga itu. Berkali-kali ia menolak ajakan bapaknya untuk memegang peranan dalam kegiatan keluarga. Tetapi ketika gerombolan Murtado melakukan aksi berdarah, tidak ada pilihan lagi terlibat dan membalas dendam. Tragisnya pula, kebrutalan Murtado bermula pada anak angkat Haji sendiri, Piet (Franky Rorimpandey) yang terlalu cepat ingin kaya dan memusuhi bapanya yang menolak terlibat dalam perdangan narkoba. Perang Haji Anwar dan Murtado pun terjadi hingga ke kampung. Cerita ini teringat oleh Godfather novel, entah kenapa sama. Kehidupan Don Corleone (Marlon Brando) sama seperti H.Anwar. Corleone juga punya anak bertemperament panas bernama Sonny, H.Anwar punya Akil, dan kedua anak muda itu mati dengan jalan yang sama. H.Anwar tidak pernah mengucapakan ini kepada Ahli Hukum "Seorang pengacara dengan tasnya dapat mencuri lebih banyak uang dari yang dapat diperoleh seratus orang bersenjata." dan ini juga sama dengan film Godfather. Yang jelas perbedaanya adalah suasana dan maksud yang ingin disampaikan. Tetapi Laki-Laki Pilihan mulai dari pakaian, penataan ruang, penyusuanan dialog, pengaturan pemain, iringan musik, semua itu secara bersamaan telah menciptakan suatu film yang sederhana tetapi hidup dan memancarkan kemesraan yang dikenal orang Indonesia.
PT. Tuti Mutiara Film

Cacat yang paling besar dari film ini adalah kelalaian menyebutkan nama Mario Puzzo (pengarang Godfather) dalam credit title. NB: Film ini jadi teringat akan banyaknya organisasi masyarakat (ormas) yang ada di Indonesia ini. Bahkan film ini lebih Indonesia sekali bila ingin menggambarkan tentang premanisme yang bernaung dalam sebuah ormas. Ada yang berdasarkan nasionalis, pancasila, hingga ke Agama. Itu yang nyata dalam negara Indonesia. Sosok Pak Haji di film ini adalah gambaran yang jelas tentang ormas islam yang ada di Indonesia ini. Ini jauh lebih baik dari pada ke bule-bule'an atau ke mafia-mafian Italia'an seperti film gengster Bule. Film ini sangat khas Indonesia sekali gambarannya. Saya jadi iri akan kebebasan cerita film saat itu. Bagaimana bisa mungkin kita membuat film seperti itu saat ini.?

ANJING-ANJING GELADAK / 1972



Potret Kota Besar Anjing-anjing geladak dengan sutradara nico pelamonia, skenario syumanjaya dan produksi tuti mutia film dengan pemain utama sandy suwardi, rina hassim kisahnya tentang penyelundupan obat bius.

BERMULA pada banjir yang menghancurkan tulang punggung keluarga, harta benda dun harapan. Kematian sang ayah ine merlukan pengganti kepala keluarga, dun karena si anak sulung sudah jadi kuli di Pasar Ikan Jakarta, sang ibu terpaksa mengirim utusan untuk menyampaikan kabar. Kedatangan utusan itulah awal pengenalan suasana kota besar bagi seorang udik. Ternyata meskipun desa tidak banyak memberi harapan tapi ia toh masih lebih lembut dari, sebuah metropolitan. Kekerasan dan perjuangan hidup di kota besar itulah yang ingin digambarkan sutradara Nico Pelamonia melalui filmnya yang berjudul Anjing-Anjing Geladak produksi Tutu Mutia Film. Obat bius. Tokoh utama film ini adalah Makbul (Sandy Suwardi). Dialah yang memainkan peranan kuli "kasar di Pasar Ikan. Mula-mula memang cuma ikan yang hinggap berkeranjang-keranjang di pundaknya, tapi tanpa-disadari-nya, kemudian ikan yang hinggap itu-pun mengandung obat bius dalam perutnya. Berangsur-angsur Makbul masuk dalam jaringan penyelundupan tanpa diingininya. Tapi karena tujuannya memang mendapatkan, uang sebanyak mungkin, apa yang tidak direncanakannya itupuri tidak ditolaknya. Orang kedua adalah Maulana (Frank Rorimpandey). Dia inilah yang datang dari desa mencari abangnya, Makbul, di tengah hutan belantara yang bernama Jakarta ini, tanpa disertai alamat. Tapi anak muda ini termasuk orang beruntung. Ia memang tidak punya modal kecuali dirinya, dan dengan itulah - melalui hidup gelandangan - ia akhirnya bisa menjadi tuan bagi sepotong tanah pelataran parkir. Mauli cantik. Kedua bersaudara ini musing-musing menghidupi, diri, sampai akhirnya mereka bertemu dan bergembira di rumah seorang bekas pelacur yang kini telah menjadi gendak Makbul (Rina Hassim). Belum seluruh isi botol bir tertuangkan pada pesta kecil itu terpaksa usai di awal senja, ketika seorang germo datang dengan Mauli yang cantik. Perempuan yang semula hendak dipersembahkan kepada Makbul itu ternyata adalah adik kandung mereka berdua yang oleh penderitaan desa terdesak ke kota menyusul sang abang. Sekali lagi: tidak ada alamat, dan menghindari mati kelaparan terpaksa kehormatan yang jadi bayarannya.





Dari Mauli ini pula datangnya keterangan yang berakhir dengan amukan Makbul terhadap atasannya: uang yang diminta oleh Makbul agar dikirim kepada ibunya di kampung ternyata tidak pernah dilakukan. Di puncak perputaran kisah ada pula tuan besar Irwan (Syuman Jaya) yang misterius dun eksentrik. Orang ini lebih banyak bertengkar dari pada berbaikan dengan isterinya. Dan jika ketegangan memuncak, tuan berangkat ke gunung dengan sopir serta babu. Dengan cara yang fantastis, sang babu dilantik menjadi istri sementara dengan menggunakan atribut-atribut milik sang nyonya, kamar mandi dan kamar tidur yang mewah. Pada kesempatan itu pulalah Irwan - yang ternyata pimpinan tertinggi operasi penyelundupan - menikmati candu-candu hasil selundupan. Sekoper uang.

Cerita berakhir dengan kemenangan polisi juga, meskipun yang hancurnya tokoh-tokoh penyelundupan itu adalah akibat amukan Makbul. Ketika tiba giliran Irwan untuk dihabisi, yang terakhir ini sempat mengganggu impian Makbul tentang sekoper uang yang sejak lama menjadi rencananya untuk menjadi hadiah bagi ibu yang terus menerus menderita. Uang itu memang sampai di tangan ibu yang malang. Tapi kejadian tersebut merupakan bagian terakhir darn pengejaran polisi. Mereka terpaksa melepaskan tembakan terhadap Makbul yang bagaikan dikejar setan melarikan mobilnya ke arah rumah kelahirannya. Di atas mobil kedua adik dun calon istrinya terlebih dahulu mengakhiri usia oleh peluru polisi, dan di depan ibunya Makbul memenuhi janji sebelum hembusan nafas terakhir. Tragis? Ya, tapi juga realistis. Inilah pertama kali film Indonesia berkisah tentang manusia Indonesia kjas bawah dengan cara yang realistis tapi tetap artistik. Yang dikisahkan adalah manusia dengan darah dun keringat yang di potret dalam pakaian dun lingkungan Indonesia. Tokoh-tokohnya dekat dengan penonton, hidup dun berbicara tentang hal yang kita rasakan namun jarang kita persoalkan. Nico Pelamonia kini tampil dengan suatu pendekatan artistik yang tiidak bisa lain dan membawa para penonton ke suatu kesimpulan logis: hidup di kota besar belum berarti lebih baik dari hidup di desa yang tidak pula memberi harapan lagi. Makbul, Maulana dan Mauli adalah korban dari tragedi itu. Tapi berapa banyakkah.

Makbul, Maulana dan Mauli-Mauli lain yang akhirnya hanya terdampar di emper-emper toko, rumah-rumah pelacuran murah, menjadi obyek pemerasan para jagoan, jadi, uberan polisi, hansip serta team penertib? Mereka-mereka itu tadinya datang dari desa dan kampung sebagai orang baik-baik, anak ibu yang manis putra dan putri harapan bapak. Tapi Jakarta tidak mau tahu hati nurani ibu dan kebanggaan bapak. Mereka yang kalah akan hancur, dan si pemenang harus tetap berotot baja kalau ingin terus jadi pemenang dalam pertarungan. Konsumen. Tentu saja tidak harus dikatakan bahwa film berwarna kedua karya Nico ini seluruhnya pantas mendapat pujian. Meskipun tidak teramat mengganggu, penonton yang kritis tetap raja mempersoalkan soal yang lebih banyak menyangkut penulisan skenario yang dikerjakan Syumanjaya. Pertama adalah soal ke mana hasil selundupan itu dilemparkan. Sampai film berakhir hanya Irwan yang kelihatan menjadi konsumen utama candu-candu itu. kini pada gilirannya menjadi soal: bagaimana membiayai penyelundupan bahan mahal kalau konsumennya cuma tuan Irwan? Kalau ditambah saja beberapa shot atau dialog barangkali soal ini akan selesai. Adegan terakhir pengejaran polisi terasa lebih "puitis" dari pada realistis. Kelihatannya adegan ini sengaja dibuat demikian untuk mencapai suatu efek tragis sebesar mungkin. Efek itu memang dicapai, tapi setelah sempat berpikir, orang lalu bertanya-tanya: begitu bodohkah polisi kita? Kalau saja tembak menembak baru terjadi ketika Makbul dan lain-lain sudah di mobil, barangkali logika tidak terlalu dikorbankan. Sayang sekali. Tapi meskipun demikian, kedua soal itu tidak sedemikian besar sehingga mengurangi kenikmatan penonton film ini. Setelah jatuh Di Kaki Lelaki, kini Nico Pelamonia membuktikan dirinya sebagai seorang sutradara muda yang bukan saja berbakat, tapi juga berselera baik. Kerjasamanya dengan para aktor, dan aktris menghasilkan permainan yang bermutu. Juru kamera Leo Fioole serta pengarah artistik Ami Priono ikut menghasilkan gambar yang indah. Dan kalau Idris Sardi cukup punya waktu saja tentu ilustrasi film ini bisa lebih mengena dari pada sekedar iringan yang hanya menunjukkan betapa Idris kini sedang asyik dengan Paul Mauriat.

P.T. TUTI MUTIA FILM