Tampilkan postingan dengan label SOFIA WD 1948-1994. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOFIA WD 1948-1994. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Februari 2011

SOFIA WD 1948-1994

SOFIA WD
SOFIA
SOFIA WALDY


Lahir Senin, 12 Oktober 1925,di Bandung. Pendidikan : HIS. Dimasa pendudukan Jepang, masuk sekolah sandiwara Pimpinan Andjar Asmara. Ketika pecah revolusi turut barisan propaganda Persafi. Disamping itu menjadi pemain sandiwara Irama Mas, kemudian pindah ke Bintang Surabaya. Ketika bergabung dengan Fifi Young Taneelkunst, 1948, sempat bermain sampai ke Sumatera. Di tahun yang sama, dipercayai untuk menjadi Pemeran Utama dalam film "Air Mata Mengalir di Tjitaroem" (1948), masih menggunakan nama Sofia Waldy. Nama Sofia WD dipakai mulai tahun 1964 setelah cerai dengan S Waldy dan menikah dengan WD Mochtar. Banyak mempelajari teknik penyutradaraan, kamera dan penataan gambar (editing) dari bersaudara Yoshua dan Othniel Wong. Ketika membintangi "Djula Djuli Bintang Tiga" (1956), diberi kesempatan untuk bantu memegang kamera. Tahun 1960, pertama menyutradarai "Badai Selatan" produksi Ibukota Film, disamping menjadi Direktris perusahaan ini. Selain main dalam film, pernah mengadakan pertunjukan keliling Indonesia ditahun 1960-1969, membawa "Libra Musical Show" yang dipimpinnya, dan sering kali pula menghibur tentara di garis depan. Tahun 1970 mendirikan Libra Film dan menyutradarai produksi pertamanya "Si Bego Dari Muara Tjondet" (1970). Terpilih sebagai Ketua Umum Parfi untuk periode 1971-1974. Lewat permainannya dalam "Mutiara Dalam Lumpur" (1972), mendapat penghargaan sebagai Pemeran Pembantu Wanita Terbaik di FF1 1973. Mendirikan Dirgahayu Jaya Film, 1974, dan menyutradarai produksi perdananya "Melawan Badai" (1974), sekaligus menjadi Pimpinan Produksinya. Dari seratus lebih film-film yang sudah diselesaikannya, sebagian besar tampil sebagai Pemain, selebihnya sebagai sutradara atau pimpinan produksi. Sebuah film semi dokumenter yang disutradarainya adalah "Tanah Harapan" (1976). Tahun 1977 menyutradarai "Jangan Menangis Mama". Dalam "Christina" (1977), dia tampil sebagai Pemain merangkap Pimpinan Produksi. Pada 1978 bermain dalam "Sayang Sayangku Sayang", "Siluman Perempuan". Lalu "Remaja Tingting" (79), yang disutradarai Arizal, dll.

Usai diberlakukannya Perjanjian Renville pada Januari 1948, Bandung yang ada dalam kontrol Negara Pasundan, situasinya agak tenang. Kondisi seperti itu membuat penduduknya bisa melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari, termasuk Sofia yang fokus mengelola restoran kecil milik sang mertua.

Menjelang keluar dari dinas ketentaraan, Sofia sejatinya pernah dekat dengan seorang anggota FP Yogyakarta yang tengah ditugaskan di palagan Karawang-Bekasi. Namanya Wagino Dachrin Mochtar. Namun karena Sofia belum bisa lepas dari bayangan kematian Edi dan kondisi revolusi yang serba tak menentu, hubungan itu pun tak berlanjut.

“Tak ada pikiran  untuk menikah lagi saat itu,”ungkap Sofia kepada jurnalis Yoyo Dasrio.

Suatu hari restoran Sofia kedatangan rombongan kru Fifi Young Taneelkunst, perusahaan pementasan sandiwara milik aktris kenamaan saat itu. Usai menikmati hidangan masakan di restoran Sofia, para kru rupanya cocok dan memutuskan untuk menjadikan tempat makan mereka selama mengadakan pentas di Bandung.

Tak disangka Sofia, Nyoo Sheong Seng, suami dari Fifi Young, ternyata mengenal dirinya dan mengajak perempuan Bandung itu untuk ikut terlibat lagi dalam dunia akting bersama Fifi Young Taneelkunst. Gayung bersambut. Sofia mengamini permintaan Nyoo Sheong. Maka berangkatlah dia mengadu peruntungan ke Jakarta.

Selama di Jakarta, dua kali Sofia ikut menjadi pemain sandiwara dan aktingnya banyak menuai pujian dari penonton. Saat merasa rindu kepada anak-anaknya dan berniat kembali ke Bandung, tetiba aktor kenamaan Ramli Rasjid mengajaknya untuk ikut bermain dalam  Air Mata Mengalir di Tjitarum, sebuah film yang diproduksi oleh Tan Wong Bross dan Java Industrial Pictures.

“Melihat penampilan Sofia selama bersama Fifi Young Taneelkunst, kedua perusahaan film itu sangat yakin dia bakal mampu menggantikan peran Miss Rukiah yang keburu meninggal dunia,” ujar Yoyo Dasrio.

Desember 1948, Sofia mulai ikut syuting. Dalam film karya Roestam Palindih tersebut, dia beradu akting dengan Raden Endang, sang pemeran utama. Saat Air Mata Mengalir di Tjitarum edar tayang, kawan-kawan seperjuangan Sofia selama di Garut  banyak yang kaget bercampur bangga. Termasuk salah satu sahabat almarhum suami pertamanya, H.E. Rustama.

“Pak Rustama kaget waktu tahu Bu Sofia jadi bintang film dan merasa ikut terharu karena jalan cerita Air Mata Mengalir di Tjitarum mirip sekali dengan kisah hidup Bu Sofia dan Pak Edi,” kata Yoyo.

Jadi Sutradara
Air Mata Mengalir di Tjitarum melejitkan nama Sofia. Namanya semakin meroket saat dia diperistri oleh S. Waldy, lelaki Indo Jerman yang berprofesi sebagai sutradara sekaligus pelawak. Sejak itulah dia menambah namanya menjadi Sofia Waldy dan malang melintang di jagad perfilman nasional. Tercatat ratusan film yang sudah dibintanginya, di antaranya: Dendang Sajang, Mutiara Dalam Lumpur dan Badai Selatan.

Tidak puas dengan hanya memiliki kemampuan berakting, Sofia merambah ke dunia penulisan skenario, tata kamera, proses dubbing, editing film dan penyutradaraan. Itu semua dilakukannya secara otodidak dan berhasil.

Kali pertama menjadi sutradara dijalani oleh Sofia saat dipercaya menggarap film Badai Selatan pada 1960. Hasilnya, tiga tahun kemudian Badai Selatan berhasil menyabet penghargaan khusus bidang ketelitian penyutradaraan di Festival Film Berlin, Jerman dan menjadikan Sofia Waldy sebagai sutradara perempuan kedua Indonesia setelah Ratna Asmara yang membuat film Sedap Malam pada 1950.

Badai Selatan pun ikut mempertemukan kembali Sofia dengan Wagino Dachrin Mochtar yang ternyata terjun pula ke dunia film. Namun karena posisi Sofia yang masih memiliki suami, hubungan mereka tak lebih sebagai sahabat dan mitra kerja semata.

Tahun 1962, S.Waldy mangkat. Setahun kemudian, Wagino yang lebih dikenal sebagai W.D. Mochtar, melamar mantan pacarnya tersebut dan diterima. Sejak itulah Sofia yang memiliki dua anak  menabalkan dirinya sebagai Nyonya W.D. Mochtar atau lebih dikenal sebagai Sofia W.D.

Bersama W.D. Mochtar, Sofia lantas mendirikan Libra Musical Show (promotor pertunjukan para penyanyi kondang ke seluruh Indonesia) dan PT. Libra Film yang memproduksi film-film laga. Tercatat film-film yang pernah lahir dari Rahim PT. Libra Film adalah Si Bego Dari Muara Tjondet, Singa Betina Dari Marunda dan Si Bego Menumpas Kutjing Hitam.

Tahun 1974, Libra Film berubah nama menjadi PT. Dirgahayu Film. Dari perusahaan ini diproduksi film-film seperti Menerjang Badai yang pernah menyabet gelar aktor harapan di perhelatan The Best Actor/Actrees yang diadakan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jakarta Raya Seksi Film.

Dimakamkan di Kalibata.
Kiprah Sofia sebagai sutradara dan aktris kian bersinar dari waktu ke waktu. Ibarat kelapa, semakin tua santannya malah semakin baik. Banyak film yang dibintanginya diganjar dengan penghargaan, salah satunya Mutiara Dalam Lumpur yang mendapat penghargaan pemain watak terbaik bagi Sofia dalam Piala Citra 1973.

Kendati sudah malang melintang di dunia film, tidak menjadikan Sofia melupakan masa-masa perjuangan revolusi yang pernah dilaluinya. Bahkan pada 1986, dia pernah berencana membuat film Gong Tengah Malam yang berkisah tentang masa-masa perjuangannya dahulu selama di Garut. Sayangnya, seniman pejuang itu keburu menghembuskan nafas terakhirnya akibat serangan jantung pada 22 Juli 1986.

Dunia perfilman Indonesia pun berduka. Banyak yang kaget sekaligus bersedih saat mendengar bahwa Sofia W.D. telah mangkat. Buana Minggu edisi 27 Juli 1986 melukiskan bagaimana para handai tolan, rekan dan orang-orang yang bersimpati kepada Sofia berduyun-duyun mengantarkan jenazah sang seniman pejuang itu menuju persemayaman terakhir di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

“Tante Sofia harus dicatat sebagai tokoh perempuan yang memberikan andil besar dalam perkembangan perfilman nasional,” ujar aktor sekaligus pelawak Benyamin Sueb.

KISAH LAIN.
BINTANG film, Sofia WD (62) meninggal dunia di RS Cikini Selasa Malam, pukul 21.25, akibat tekanan darah tinggi yang mengakibatkan perdarahan di otak. Ia meninggal ditunggui oleh WD Mochtar suaminya, anak, menantu, cucu dan keluarga dekatnya. Sekitar pukul 23.45, jenazahnya diantar ke rumah duka Jln. Otista Raya Gg. H.A. Rachman Nomor 17 Jakarta Timur.

Sebelumnya Sofia WD mengalami pingsan ketika menghadiri acara silaturahmi  Lembaga Seni Tari di Pete’s Club, Jln. Gatot Subroto, Jakarta, 8 Juli, lalu dibawa ke rumah sakit. Saat itu pula WD Mochtar cemas merasa akan ditinggal oleh Sofi. “Saya punya insting demikian. Tapi saya tetap berusaha berdoa agar Sofi diberikan umur panjang. Saya memberikan semangat kepada Sofi. Sofi begitu sayang kepada saya, seperti dia menyayangi ibunya. Inilah yang membuat saya selalu terkenang keada Sofi. Meskipun Sofi lebih tua empat tahun dari saya, tapi itu bukan masalah. Dia adalah seorang istri yang baik,” ungkap WD Mochtar.

Pesan terakhir Sofia kepada suaminya agar WD Mochtar menjaga ibu dan merawatnya baik-baik. “Sofi begitu cinta dan penuh perhatian kepada ibu. Pesan Sofi akan saya laksanakan dengan baik. Saya sudah ikhlas, karena dia pergi dengan  wajah tenang,” kata WD Mochtar kepada BM Rabu pagi itu pukul 01.00.

WD Mochtar mengenang hidup bersama Sofi dalam karir dan profesi tidak ada gap. Tetap harmonis, tercipta rasa saling pengertian yang tinggi. “Terkadang Sofi merasa kesepian kalau saya tinggal Shooting. Seharusnya kalau saya shooting, dia juga ikut shooting”  kata WD Mochtar mengenang masa indahnya dengan air mata berkaca-kaca.

Sofia juga berpesan kepada anak-anaknya yang menunggui, agar menjaga dan memperhatikan WD Mochtar. “Pesan terakhir kepada anak-anak itu yang membuat saya tidak tahan. Anak-anak dipesan supaya menjaga dan memperhatikan saya. Saya sudah ikhlas merelakan kepergian Sofi,” ucap WD Mochtar dengan air mata berlinang tak tertahan.

Eks Pejuang
Sofia dilahirkan di Bandung 12 Oktober 1924. Pada usia 17 tahun sudah menunjukkan darah seninya. Kemudian kerja pada bagian kesenian jepang di Jakarta dalam masa kependudukan jepang di Indonesia tahun 1942. Menjadi wanita ulet dan pekerja keras karena Sofia menempa diri dalam pengalaman pergolakan perang kemerdekaan di Limbangan haruman Jawa Barat.

Pada peristiwa Bandung Lautan Api, 1946 Sofia menyandang pangkat sersan yang bersama suaminya, Kapten Eddy Endang menjadi anggota FP (Field Preparation). Ketika itu mereka menyingkir ke Garut dan bertempur untuk menghadang tentara Belanda yang hendak menerobos Garut dari  Bandung. Sofia kala itu tetap tinggal di markas FP, sementara kapten Eddy suaminya terdesak dan mundur ke gunung untuk bergerilya.

Suaminya yang pertama itu tidak ketahuan rimbanya, diculik oleh gerombolan DI/TII yang menamakan diri Laskar Sabilillah, pada 23 Oktober 1947.

“Suami saya seorang perwira yang pertama menjadi korban keganasan DI/TII” katanya kepada BM empat tahun lalu.

Kehilangan suami tercinta dalam kancah perjuangan mengobarkan semangat dan keyakinan dalam perjuangan. Sofia bangkit lagi meneruskan gerilya melawan Belanda dan  menumpas gerombolan DI/TII. Pada peristiwa Bandung Lautan Api, ayah dan keluarga mengungsi ke Jakarta. Sofia pernah menceritakan pada Buana Minggu, untuk masuk kota Bandung ia pernah menyamar sebagai istri tukang minyak. Ia pergi ke Bandung untuk memberitahukan kepada mertuanya bahwa suaminya telah gugur dibunuh oleh DI/TII. Di rumah mertua itu akhirnya Sofia membuka warung nasi.

Usai perang kemerdekaan timbul kerinduan pada ayahnya. Ia mencari dan menemukan ayahnya di Jakarta. Hidup di Jakarta membawanya berkenalan dengan kamer film, di test dan lulus. Kebetulan pula ia diminta menggantikan Rukiah (Ibu Rachmat Kartolo) aktris tenar masa itu karena Rukiah meninggal dunia. Ia berhasil.

“Air Mata Mengalir ke Tjitarum” film pertama yang dibintanginya (1948) produksi Wong Brother. “Badai Selatan” (1960)  Produksi ibukota Film garapan Sofia WD selaku  sutradara wanita pertama di Indonesia.

Tahun 1970 Sofia menangani “Si Bego Dari Muara Tjondet)produksi Libra Film yang didirikannya sendiri. Skenario dan pimpinan produksi juga ditanganinya sendiri.  Kemudian menyutradarai “Halimun”.

Flm terakhir yang dibintangi oleh Sofia WD “Yang Kukuh dan Yang Runtuh” (Wahab Abdi) bersama Soraya Perucha (1986) produksi Virgo Film, baru saja lolos sensor. Sedangkan film terakhir yang disutradarainya “Bermain Drama” produksi Kofina (1985).

Sama-Sama Pejuang
Pertemuannya dengan WD Mochtar sendiri merupakan rangkaian yang tidak bisa terpisahkan dalam perjuangan Perang kemerdekaan. Kala itu WD Mochtar anggota FP dari Yogyakarta yang bertugas di Kerawang dan Bekasi.  Sedang Sofia anggota FP yang bergerilya di daerah Garut. Dalam masa pergolakan itulah Sofia menambatkan hatinya kepada WD Mochtar. Namun sekian lama Sofia masih dicekam perasaan ingin tahu di mana kubur Kapten Eddy  suaminya, yang tak pernah ia temukan jua.

Menurut beberapa sumber kalangan pejuang di Jawa Barat, kemudian dibunuh dan mayatnya dibuang ke sungai.

Sementara itu perjumpaan dengan WD Mochtar tinggal kenangan, karena Sofia sudah menempuh jalan menjadi bintang film dan sandiwara di Jakarta. Sofia pernah pula dikenal sebagai Sofia Waldy karena menikah dengan sutradara film Waldy (almarhum).  Banyak film yang dibintanginya dengan penyutradaraan Waldy.

Rupa-rupanya WD Mochtar juga tertarik ke dunia film. Langkah ini mempertemukannya dengan Sofia lagi. Cinta membara yang terpendam di masa perjuangan, kenangan yang tak lekang dilanda gelora jaman, membuat mereka tak terpisahkanlagi. Mereka menikah ketika membuat film “Badai Selatan” (1961). Pernikahan mereka tidak dikaruniai anak namun mereka membentuk keluarga terdiri dari anak-anak yang mereka bawa dari perkawinan masing-masing terdahulu.

Sofia WD dan suaminya belakangan ini mengelola PT Dirgahayu  Jaya Film dan Produksi Pertamanya “Memburu Makelar Mayat” dengan para bintang pendukungnya D’Bodors, Lydia Kandau dan kwartet Tom Tam . Selain itu Sofia aktif membina Taman kanak-Kanak Citra Pagina.

Dalam perjumpaannya dengan Buana Minggu empat tahun lalu, suami-istri Mochtar-Sofia mengaku bahwa selaku bekas pejuang 45 mereka sama-sama menerima pensiun dari pemerintah. Bukan jumlahnya yang penting, tapi kebanggaan pernah ikut berjuang, menegakkan kemerdekaan itu yang utama.

Banyak artis terkejut tatkala mendengar Tante Sofi (panggilan akrab Sofia diantara artis untuk almarhumah), tutup usia. Segera mereka datang pada kesempatan pertama, melayat ke rumah duka. Justru kepergian Tante Sofi bertepatan dengan kegiatan insan perfilman sedang menghadapi puncak Festival film tahun ini. Jenazah almarhumah dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta dengan upacara militer yang dihadiri oleh para artis, pejabat pemerintah , handai taulan dan lain-lain.

Kesan Sesama Rekan
Tiga minggu sebelumnya Tante Sofi tutup usia, Eddy Sud Koordinator Artis Safari pernah dikunjunginya dan di rumahnya di Pulo Mas. “Tante Sofi banyak bicara kepada saya. Juga bicara tentang produksinya, “Memburu Makelar Mayat” yang mendapat sambutan hangat publik itu. Saya juga berpesan kepada Tante Sofi, kalau film-nya mendapat keuntungan, para pemainnya diberi imbalan lagi yang sepantasnya. Selain itu juga, tante Sofi pernah bicara tentang Om WD Mochtar yang bisa nyanyi. Pesannya akan saya laksanakan. Om WD akan saya rekam suaranya dalam waktu dekat ini,” kata Eddy Sud yang ketika Sofi Anvaal di restorant milik Rima Melati itu, sapu tangannya buat mengusap keringat Tante Sofi.

Benyamin S berkomentar “Tante Sofi adalah sutrafara film wanita pertama di Indonesia. Paling tidak Tante Sofi perlu dicatat dalam sejarah film Indonesia sebagai tokoh wanita yang banyak andil dalam dunia perfilm-an nasional,” kata Benyamin yang saat itu sedang shooting film “Haji Mabrur”.

Tokoh Parfi Bandung, Rachmat Hidayat berkesan: “Dengan kematian Tante Sofi kita kehilangan seorang tokoh perfilman, khususnya dalam dunia artis film. Tokoh yang bisa menjembatani antaraa artis senior dan yunior. Padahal saat ini kita membutuhkan tokoh seperti Tante Sofi. Kita kehilangan betul seorang tokoh wanita dalam dunia perfilman nasional yang punya andil besar,” kata Rachmat hidayat yang setia menunggu dari sakitnya Sofia WD sampai meninggal dunia.

HM Damsyik, Sekjend PARFI mengenang almarhumah: “Dulu Tante Sofi Ketua Umum PB PARFI . Kepemimpinannya patut dijadikan suri tauladan bagi kita semuanya, khususnya artis film. Meskipun Tante Sofi tidak aktif lagi di PARFI tapi masih memberikan saran dan pendapat buat kemajuan PARFI. Kita kehilangan sesepuh dalam dunia perfilm-an nasional,”  kata HIM Damsjik.

Sementara itu Us Us  pimpinan kelompok lawak D’Bodor yang juga bintang film berkesan: “ketika mau membuat film Memburu Makelar Mayat, Tante Sofi hunting ke Bandung dan mampir ke rumah saya. Dia sangat kecewa karena rencananya yang jadi tokoh dalam film tersebut Yan Asmi, tapi pilihannya jatuh pada Mang Kus. Di rumah saya, Tante sofi makan hidangan yang kami sajikan,” kata Us Us yang main juga dalam “Memburu Makelar Maya”.
 
Kwartet Tomtam yang terdiri dari Kimung, Ogut, Firman dan Komar mengatakan: “Ketika pembuatan film “Makelar Mayat”, Tante Sofi sangat memperhatikan seluruh pemain, baik yang senior maupun yang yunior. Tante Sofi tidak membeda-bedakan pemain,” kata Firman mewakili tiga rekannya.
 
TERPESONA 1966 S. WALDY
Actor
PENANGKAL ILMU TELUH 1979 S.A. KARIM
Actor
RORO MENDUT 1982 AMI PRIJONO
Actor
TAKKAN KULEPASKAN 1972 MOTINGGO BOESJE
Actor
DENDANG SAJANG 1953 S. WALDY
Actor
SAAT-SAAT KAU BERBARING DI DADAKU 1984 DJUN SAPTOHADI
Actor
MILIKKU 1979 MAMAN FIRMANSJAH
Actor
NODA TAK BERAMPUN 1970 TURINO DJUNAIDY
Actor
KALI BRANTAS 1954 S. WALDY
Actor
PANDJI SEMIRAN 1953 S. WALDY
Actor
JANGAN MENANGIS MAMA 1977 SOFIA WD
Director
GODAAN CINTA 1994 ATOK SUHARTO
Actor
GODAAN SILUMAN PEREMPUAN 1978 ACKYL ANWARI
Actor
BERNAFAS DALAM LUMPUR 1970 TURINO DJUNAIDY
Actor
BELAIAN KASIH 1966 TURINO DJUNAIDY
Actor
BENGAWAN SOLO 1949 JO AN TJIANG
Actor
BENGAWAN SOLO 1971 WILLY WILIANTO
Director
SECERAH SENYUM 1977 ARIZAL
Actor
LAGU UNTUKMU 1973 ISHAK SUHAYA
Actor
BINTANG PELADJAR 1957 DJOKO LELONO
Actor
TANAH HARAPAN 1976 SOFIA WD
Director
MALAM PENGANTIN 1975 LUKMAN HAKIM NAIN
Actor
TABAH SAMPAI AKHIR 1973 LILIK SUDJIO
Actor
PERKAWINAN 83 1982 WIM UMBOH
Actor
ANAK-ANAK BUANGAN 1979 ISMAIL SOEBARDJO
Actor
LARA JONGGRANG 1983 JIMMY ATMAJA
Actor
TIMANG-TIMANG ANAKKU SAYANG 1973 SANDY SUWARDI HASSAN
Actor
NILA DI GAUN PUTIH 1981 SANDY SUWARDI HASSAN
Actor
KADARWATI 1983 SOPHAN SOPHIAAN
Actor
TJITA-TJITA AJAH 1959 WAHYU SIHOMBING
Actor
ANAK BINTANG 1974 RATNO TIMOER
Actor
PENGANTIN REMAJA 1971 WIM UMBOH
Actor
SI BONGKOK DARI BOROBUDUR 1955

Actor
RATU PANTAI SELATAN 1980 ACKYL ANWARI
Actor
PENJESALAN 1964 LILIK SUDJIO
Actor
LAKI-LAKI TAK BERNAMA 1969 WIM UMBOH
Actor
KERETA API TERAKHIR 1981 MOCHTAR SOEMODIMEDJO
Actor
RANJANG SETAN 1986 TJUT DJALIL
Actor
BIOLA 1957 S. WALDY
Actor
RINA 1971 ABUBAKAR DJUNAEDI
Actor
BUAYA PUTIH 1982 FRITZ G. SCHADT
Actor
AIR MATA KEKASIH 1971 LILIK SUDJIO
Actor
BADAI PASTI BERLALU 1977 TEGUH KARYA
Actor
BADAI SELATAN 1960 SOFIA WD
Director
DJAKARTA DIWAKTU MALAM 1954 RD ARIFFIEN
Actor
SAYANG SAYANGKU SAYANG 1978 BAY ISBAHI
Actor
TERANG BULAN 1950 M. BUDHRASA
Actor
KUNANG-KUNANG 1957 WIM UMBOH
Actor
DUKUN BERANAK 1977 BAY ISBAHI
Actor
DI BALIK KELAMBU 1983 TEGUH KARYA
Actor
HANYA UNTUKMU 1976 ARIZAL
Actor
RATAPAN DAN RINTIHAN 1974 SANDY SUWARDI HASSAN
Actor
DIBALIK AWAN 1963 FRED YOUNG
Actor
DR. FIRDAUS 1976 ARIZAL
Actor
PERGAULAN METROPOLIS 1994 ACOK RACHMAN
Actor
PERAWAN-PERAWAN 1981 IDA FARIDA
Actor
KONSEPSI AJAH 1957 RD ARIFFIEN
Actor
GENDING SRIWIDJAJA 1958 S. WALDY
Actor
BINALNYA ANAK MUDA 1978 ISMAIL SOEBARDJO
Actor
HOLOKUBA 1959 BASUKI EFFENDI
Actor
WANITA INDONESIA 1958 RD ARIFFIEN
Actor
SEPIRING NASI 1960 AMIR JUSUF
Actor
PENGKHIANATAN G-30-S P.K.I. 1982 ARIFIN C. NOER
Actor
NAPSU SERAKAH 1977 BAY ISBAHI
Actor
BULAN DI ATAS KUBURAN 1973 ASRUL SANI
Actor
BULAN PURNAMA 1953 HENRY L. DUARTE
Actor
BERBUDI 1956 L.K. HASANUDIN
Actor
KARENA KASIH 1969 LILIK SUDJIO
Actor
BUDAK NAFSU 1983 SJUMAN DJAYA
Actor
IDOLA REMAJA 1985 MAMAN FIRMANSJAH
Actor
PESONA NATALIA 1986 NASRI CHEPPY
Actor
SAMIUN DAN DASIMA 1970 HASMANAN
Actor
RATU ILMU HITAM 1981 LILIK SUDJIO
Actor
RATU KENTJANA 1955 RD ARIFFIEN
Actor
BANTAM 1950 WONG BERSAUDARA
Actor
UNTUKMU KUSERAHKAN SEGALANYA 1984 YAZMAN YAZID
Actor
UNTUNG ADA SAYA 1982 LILEK SUDJIO
Actor
KHANA 1980 YUNG INDRAJAYA
Actor
BILA CINTA BERSEMI 1972 JOSHUA WONG
Actor
KLENTING KUNING 1954

Actor
ANJING-ANJING GELADAK 1972 NICO PELAMONIA
Actor
MERENDA HARI ESOK 1981 IDA FARIDA
Actor
YANG KUKUH YANG RUNTUH 1985 WAHAB ABDI
Actor
PAK SAKERAH 1982 B.Z. KADARYONO
Actor
TIGA DARA MENCARI CINTA 1980 DJUN SAPTOHADI
Actor
SEDETIK LAGI 1957 DJOKO LELONO
Actor
TITI-TITO 1958

Actor
RINI 1956 DJOKO LELONO
Actor
ARIE HANGGARA 1985 FRANK RORIMPANDEY
Actor
MISTIK 1981 TJUT DJALIL
Actor
RAKIT 1971 SANDY SUWARDI HASSAN
Actor
BAKAR TAK BERAPI 1954 HENRY L. DUARTE
Actor
RAHASIA GADIS 1975 B.Z. KADARYONO
Actor
BUSANA DALAM MIMPI 1980 IDA FARIDA
Actor
PEREMPUAN 1973 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
PEREMPUAN DALAM PASUNGAN 1980 ISMAIL SOEBARDJO
Actor
BUMI MAKIN PANAS 1973 ALI SHAHAB
Actor
BADJA MEMBARA 1961 BACHTIAR SIAGIAN
Actor
MELATI HITAM 1978 FRED WETIK
Actor
SISA-SISA LASKAR PAJANG 1974 C.M. NAS
Actor
SESUDAH SUBUH 1958 DJOKO LELONO
Actor
REMAJA IDAMAN 1979 ARIZAL
Actor
USIA 18 1980 TEGUH KARYA
Actor
SUSANA 1974 B.Z. KADARYONO
Actor
HATIKU DALAM HATIMU 1973 SUSILO SWD
Actor
GADIS KAMPUS 1979 ISHAQ ISKANDAR
Actor
AIR MATA PENGANTIN 1952 S. WALDY
Actor
AIR MATA MENGALIR DI TJITARUM 1948 ROESTAM ST PALINDIH
Actor
TIRTONADI 1950 HENRY L. DUARTE
Actor
DJULA DJULI BINTANG TIGA 1954 S. WALDY
Actor
YUYUN PASIEN RUMAH SAKIT JIWA 1979 ARIFIN C. NOER
Actor
DIMADU 1973 M. ABNAR ROMLI
Actor
DI UJUNG MALAM 1979 NICO PELAMONIA
Actor
SENJA DI PANTAI LOSARI 1975 CHAIDAR DJAFAR
Actor
BUNGALOW DI LERENG BUKIT 1976 TURINO DJUNAIDY
Actor
SINGA BETINA DARI MARUNDA 1971 SOFIA WD
Director
MUTIARA DALAM LUMPUR 1972 WAHYU SIHOMBING
Actor
PENASARAN 1977 A. HARRIS
Actor
ACH YANG BENERRR... 1979 MUCHLIS RAYA
Actor
EMBUN PAGI 1976 CHAIDAR DJAFAR
Actor
TIKUNGAN MAUT 1966 NYA ABBAS AKUP
Actor
BUKAN SANDIWARA 1980 SJUMAN DJAYA
Actor
AMALIA S.H. 1981 BOBBY SANDY
Actor
CHRISTINA 1977 I.M. CHANDRA ADI
Actor
GEPENG MENCARI UNTUNG 1983 LILIK SUDJIO
Actor
SENYUM DAN TANGIS 1974 ARIZAL
Actor
ROMANSA 1970 HASMANAN
Actor
DILERENG GUNUNG KAWI 1961 TAN SING HWAT
Actor
PANTAI BAHAGIA 1950 MOH SAID HJ
Actor
KOMEDI LAWAK 88 1986 SYAMSUL FUAD
Actor
BOLEH DONG UNTUNG TERUS 1992 YAZMAN YAZID
Actor
YA ALLAH AMPUNI DOSAKU 1978 CHAIDAR DJAFAR
Actor
HALIMUN 1982 SOFIA WD
Director
KUTUKAN IBU 1973 TURINO DJUNAIDY
Actor

TANAH HARAPAN / 1976

TANAH HARAPAN

Film penerangan transmigrasi yang disajikan dalam bentuk cerita. Awalnya adalah kemiskinan di desa. Pemuda yang ingin ke kota dicegah, karena kota bukan tempat untuk memperbaiki nasib. Datang tenaga penyuluh transmigrasi. Maka mulailah proses transmigrasi berjalan, mulai dari pendaftaran sampai ke tempat transmigrasi dan berhasil di tempat baru itu.
 DIREKTORAT TRANSKOP
P.T. DIRGAHAYU JAY FILM

PARTO TEGAL
CORRY MOCHTAR
DEDDY SUTOMO
MOH MOCHTAR
LIES LESTARI
DARTO JONED
ROLDIAH MATULESSY
W.D. MOCHTAR

SINGA BETINA DARI MARUNDA / 1971

SINGA BETINA DARI MARUNDA


Mirah (Conny Sutedja), janda kembang ditinggal mati suaminya, seorang jagoan. Ia ditinggali kejagoan juga dalam silat. Bermacam lelaki yang ingin mencobanya, dihajarnya. Kehebatan Mirah ini terdengar pula oleh Tirta (Hadisjam Tahax) yang anak buahnya termasuk dihajar Mirah. Ada jagoan lain, Nasah (WD Mochtar) yang terlebih dulu mengalahkan ayah Mirah, Bodong (Mang Topo), dan kemudian menghadapi Mirah dengan akhir tak jelas. Yang jelas Bodong pura-pura kesurupan agar Nasah kawin dengan Mirah. Kisah berlanjut dengan menyelesaikan tugas Nasah: memberantas gerombolan Tirta. Perkelahian akhir terjadi saat pesta perkawinan. Tirta berhasil dibunuh Mirah yang masih dalam pakaian pengantin. Ternyata Tirta adalah saudara Nasah yang hilang.

P.T. SUMANDRA FILM

CONNIE SUTEDJA
W.D. MOCHTAR
HADISJAM TAHAX
MANSUR SJAH
WOLLY SUTINAH
MANG TOPO
LAILA SARI
DINA DIANA
RD MOCHTAR
MPOK ANI
BANG MADI
REOG BKAK

BENGAWAN SOLO (River of Love) / 1971

BENGAWAN SOLO


Pembuatan Ulang dari film berjudul sama tahun 1949. Lan Sing adalah juara pop singer Taiwan.

Film ini di sutradarai oleh Willy Wilianto, Bay Isbahi dan Sofia WD

Main-mainnya Suprapto (WD Mochtar) dengan Winangsih (Rima Melati) membuahkan dua anak. Tatkala hubungan ini diketahui dan diancam istrinya, Suprapto dan anak-istri lalu pindah ke Jakarta. Maka derita tak berkeputusan dialami Winangsih: mau diperkosa majikan tempatnya kerja sampai akhirnya mati tertabrak kereta. 14 tahun kemudian. Anak Winangsih yang jadi penjual jamu, diperkosa, masuk perangkap germo dan ditawarkan pada Suprapto, ayahnya sendiri. Anak Winangsih yang lain pacaran dengan anak Suprapto dari istri sahnya, Priyanto (Frank Rorimpandey), hamil dan baru ketahuan bahwa mereka saudara seayah. 


Film yang tak jelas alur ceritanya ini, dihiasi lima perkosaan, dua adegan telanjang, dan dua tarian striptease.

P.T. CENDRAWASIH FILM
P.T. TOBALI INDAH FILM

RIMA MELATI
W.D. MOCHTAR
FRANK RORIMPANDEY
MARULI SITOMPUL
RD MOCHTAR
KOMALASARI
TUTY S
TAN TJENG BOK
HAMIDY T. DJAMIL
SULASTRI
M. BUDHRASA
BISSU

BADAI SELATAN / 1960

 

Film pertama SOFIA WD sebagai Sutradara, bersama L. K. HASANUDIN / LIAU KWAN HIEN yang juga penata kamera dalam film ini.


film Badai Selatan pada 1960. Hasilnya, tiga tahun kemudian Badai Selatan berhasil menyabet penghargaan khusus bidang ketelitian penyutradaraan di Festival Film Berlin, Jerman dan menjadikan Sofia Waldy sebagai sutradara perempuan kedua Indonesia setelah Ratna Asmara yang membuat film Sedap Malam pada 1950.

Badai Selatan pun ikut mempertemukan kembali Sofia dengan Wagino Dachrin Mochtar yang ternyata terjun pula ke dunia film. Namun karena posisi Sofia yang masih memiliki suami, hubungan mereka tak lebih sebagai sahabat dan mitra kerja semata.

IBUKOTA FILM

W.D. MOCHTAR
IDA NURSANTI
TAN TJENG BOK

JANGAN MENANGIS MAMA / 1977

JANGAN MENANGIS MAMA


Karena ditentang habis oleh ibunya (Sukarsih), Nani (Marini) memilih pergi dan kawin dengan kekasihnya Hendra (Roy Marten). Ayah Nani (Rd Mochtar) yang memihak Nani, mengalah saja terhadap kemauan istrinya. Hendra dan Nani hidup sederhana di kampung. Hendra bekerja sebagai guru. Tiga anak lahir dan tumbuh. Hendra kemudian meninggal karena kecelakaan. Maka, Nani harus kerja sendiri dengan menjahit, padahal tubuhnya lemah. Budi (Dadi Miradi) dan adiknya Lilik (Santi Sardi) diam-diam berusaha membantu ibunya hingga sering terjadi salah paham. Budi mencari uang dengan menjadi pemungut bola di lapangan tenis, dan bersama Lilik berjualan penganan di sekolah. Penganan itu diambil dari seorang pembuatnya dengan membayar belakangan. Kepada ibunya dikatakan bahwa mereka dibebaskan dari uang sekolah, padahal uang sekolah itu dibayar dari hasil keringat mereka. Digambarkan pula kesulitan mereka dalam usaha ini: dijahili kawan dan terpaksa bolos, hingga ibunya Nani terpaksa mengusut ke sekolah. Barulah semuanya disadari Nani. Film diakhiri dengan insyafnya orangtua Nani. Mereka datang ke Jakarta pada saat Nani harus dirawat di rumah sakit, sementara anak-anaknya naik kelas dan jadi murid teladan.
 P.T. ISAE FILM

SANTI SARDI
MARINI
ROY MARTEN
DADI MIRADI
R.D. MOCHTAR
DODDY SUKMA
DODDY LESMANA
SURYA LESMANA
SUKARSIH
ROLDIAH
HASAN DOLLAR
RACHMAH

HALIMUN / 1982

HALIMUN


Diangkat dari cerita bersambung yang dimuat di majalah berbahasa Sunda "Mangle" berjudul "Sanggeus Halimun Peuray". Satu dari lima film yang dibiayai Dewan Film Nasional 1981-1982. Empat lainnya: "Sorta, Titian Serambut Dibelah Tujuh, Lima Sahabat" dan "Peristiwa Don Muang (Woyla)", yang tak selesai.

Awit (Nungky Kusumastuti) hamil sebelum menikah, karena pacarnya meninggal oleh kecelakaan pesawat yang dicobanya. Hal ini baru diketahui di akhir film. Dasar dari kisah ini adalah prasangka-prasangka. Untuk menutupi aib dalam keluarga, pemuda Inu (Alan Nuari) yang telah banyak berhutang budi, terpaksa menyediakan diri mengawini Awit. Dengan kejadian itu, Mila (Joice Erna) yang telah membina hubungan cinta dengan Inu memutuskan hubungan dan kawin dengan pemuda lain. Semula Inu ingin segera menceraikan Awit setelah bayinya lahir, tapi Mila yang kawin dengan orang lain membuat Inu seolah putus asa dan pergi dari rumah mertuanya, janda kaya, yang sibuk terus mengurusi enam organisasi sosial. Berkat dorongan sahabatnya, Obos (Gito Rollies), Inu terbuka matanya bahwa Awit mencintainya. Begitu juga sebaliknya. Apalagi prasangka tentang Awit juga punah setelah mengetahui latar belakang Awit sesungguhnya dari sahabat Awit lewat Obos juga. Ibu Awit (Rahayu Effendi) terpukul ketika Awit pergi dari rumah. Ia merasa bersalah kurang memberi perhatian pada Awit. Obos berhasil menemukan Awit yang hidup mandiri bersama dua pembantu setianya dan sudah bekerja. Inu yang pada awalnya kecewa melihat Awit diantar lelaki berganti-ganti, akhirnya luluh ketika anak Awit sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit.

P.T. REMADJA ELLYNDA FILM

NUNGKY KUSUMASTUTI
ALAN NUARI
RAHAYU EFFENDI
JOICE ERNA
DHALIA
YETTY SYARIFAH
LAILA SARI
GITO ROLLIES
WINNY ADITYA DEWI
ABDI WIYONO