Tampilkan postingan dengan label SOFYAN SHARNA 1969-1992. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOFYAN SHARNA 1969-1992. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 Februari 2011

PENUNGGANG KUDA DARI TJIMANDE / 1971

 

 
Di sutradarai oleh CHITRA DEWI dan SOFYAN SHARNA
Dengan menunggang kuda putih, Purbaya (Agus Erwin), penunggang kuda dari Cimande, datang ke Sukajadi untuk mencari kuburan orangtuanya. Di situ ia jumpa dengan orangtua yang lalu mengisahkan masa lalunya. Maka dua pertiga film dihabiskan untuk sorot balik ini. 
 
Purbaya adalah anak Hamidah (Chitra Dewi) dan Meureksa (Ishaq Iskandar). Orangtuanya itu mati terbunuh oleh kelicikan Argasuta (Maruli Sitompul), karena dia sebenarnya juga mencintai Hamidah. Ia menggunakan Hasan Botak (Wahab Abdi) dan Bagus Bantar untuk mencapai maksudnya itu. Dua orang ini punya motivasi sendiri, tapi mereka lalu diselesaikan oleh Arga. Mendengar ini Hamidah kalap dan membunuh Arga. Arga tidak mati, tapi Hamidah mati oleh anak buahnya. Maka kisah kembali: Purbaya menuntut balas dendam pada Arga, yang tentu saja mati di tangan Purbaya. Sebuah film yang penuh darah, tangan buntung dan usus muncrat.
 CHITRA DEWI FILM PROD.

CHITRA DEWI
MARULI SITOMPUL
ISHAQ ISKANDAR
A. HAMID ARIEF
RENNY ASMARA
ISMAR LUBIS
HARUN SYARIEF
AMINAH CENDRAKASIH
MIRA INDRAWATI
WAHAB ABDI
WOLLY SUTINAH
SULASTRI

Selasa, 08 Februari 2011

SOFYAN SHARNA 1969-1992

SOFYAN SHARNA


Lahir Senin, 06 Juli 1936 di Jakarta.Jakarta. Pendidikan : SLA, Kino Workshop. Setelah 14 tahun berkecimpung dalam film dengan memegang bermacam-macam jabatan, akhirnya Sofjan menjadi Sutradara penuh pada 1977, dimulai dengan "Koboi Cilik."Karir filmnya dimulai sebagai Pembantu Penata Rias di Perfini lewat film" Krisis" (1953). Dan menjadi Penata Rias penuh sejak film "Pedjuang"(1960). Terus bekerja di Perfini sampai pembikinan film"anak-anak Revolusi" (1964). Lalu menjadi tenaga lepas (free lance). Sampai tahun 1974 Sofjan masih terus jadi Penata Rias. Diantaranya turut dalam pembuatan "Djampang Mentjari Hitam" (1968). Tapi sementara itu dia telah pula jadi Pembantu Sutradara dalam "Perawan Buta" (1971), dan jadi Penulis Skenario untuk "Ateng Sok Tau" (1976).Pernah bekerja untuk perusahaan Agora, dimulai dengan :"BUnga Putih" (1966) sampai"Dibalik Pintu Dosa" (1970). Sebelum itu turut dalam "Pilihan Hati" (1964) sebagai Pencatat Skrip. Pada 1974 mengikuti Adhi Yasa, sejak "Bapak Kawin Lagi" (1974) hingga diberi kesempatan menjadi Sutradara penuh untuk "Koboi Cilik". Lalu menyutradarai "Layu Sebelum Berkembang" (1977), "Bernafas Dalam Cinta" (78), dll. Sofjan sering juga muncul sebagai Pemain Pembantu dalam beberapa film yang ikut digarapnya. Peranan cukup penting dibawakannya dalam "Perawan Buta."

PERAWAN BUTA 1971 LILEK SUDJIO
Director
BERNAFAS DALAM CINTA 1978 SOFYAN SHARNA
Director
TUTUR TINULAR III 1992 SOFYAN SHARNA
Director
BARON MACAN TERMINAL 1990 SOFYAN SHARNA
Director
PENUNGGANG KUDA DARI TJIMANDE 1971 CHITRA DEWI
Director
KOBOI CILIK 1977 SOFYAN SHARNA
Director
BADUT-BADUT KOTA 1993 UCIK SUPRA
Actor
WANITA JELMAAN 1990 SOFYAN SHARNA
Director
APA JANG KAU TJARI, PALUPI? 1969 ASRUL SANI
Actor
LAYU SEBELUM BEKEMBANG 1977 SOFYAN SHARNA
Director
SUNAN KALIJAGA DAN SYECH SITI JENAR 1985 SOFYAN SHARNA
Director
PANGERAN GEGER MALELA 1991 SOFYAN SHARNA
Director
MELACAK TAPAK HARIMAU 1990 SOFYAN SHARNA
Director
PRABU SILIWANGI 1988 SOFYAN SHARNA
Director
SUNAN KALIJAGA 1983 SOFYAN SHARNA
Director

PANGERAN GEGER MALELA / 1991

PANGERAN GEGER MALELA

Cerita dari zaman Kerajaan Pajajaran ketika dipimpin Raja Mundinglaya (Andrion) yang dibantu Pangeran Geger Malela (Salman Fariz), Munding Sangkala Wisesa (Maman Sumanta) dan Dewi Asri (Diana Noviandini). Ketika itu, kerajaan tetangga, Kutalamaran, dipimpin Braja Lamatan (Asep Iskandar Z) dibantu Anjar Manik (Ratna Komalasari). Braja Lamatan jatuh cinta pada Dewi Asri yang ditemuinya dalam mimpi. Dibantu Anjar Manik, Braja Lamatan menculik Dewi Asri. Usaha ini dapat digagalkan oleh Pangeran Geger Malela. Untuk tetap mendapatkan Dewi Asri, Anjar Manik menantang duel. Perkelahian seru terjadi, Dewi Asri terpojok dan nyaris kalah. Saat itulah, Dewi Asri berpasrah diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa dan memohon bantuan. Anjar Manik termakan sumpahnya bahwa yang salah pasti kalah. Senjatanya berbalik mengenai dirinya dan ia mati di pangkuan Dewi Asri yang telah memaafkan semua kesalahannya.

P.T. SUNDA JAYA FILM

RATNA KOMALASARI
SALMAN FARIZ
DIANA NOVIANDINI
ASEP ISKANDAR Z
AGUS
MAMAN SUMANTA
ERNA
IRA MAMBO
KUSNADI
ANDRION
BAUN GAZALI

LAYU SEBELUM BEKEMBANG / 1977

LAYU SEBELUM BEKEMBANG

Judulnya dan tema cerita terilhami lagu "Layu Sebelum Berkembang" karya A. Ryanto, yang juga jadi lagu tema film ini.

Lina (Marini) datang ke Jakarta untuk meneruskan pelajarannya di Universitas Indonesia. Ia tinggal di tempat kakaknya, Rima (Rae Sita) yang sudah bersuami, Ir. Dhandy Suwardi (Ishaq Iskandar) dan punya dua anak. Rumah tangga itu kurang harmonis, karena Rima lebih mementingkan dirinya. Karena itu, terjadilah hubungan Dhandy dan Lina, hingga melahirkan seorang anak Linda (Juni Arcan). Hal ini dirahasiakan rapat-rapat. Sejak hamil, Lina diungsikan ke panti asuhan yang selalu dibantu Dhandy. Dhandy sendiri yang sudah punya sakit jantung lalu meninggal, hingga Rima mengambil alih perusahaan. Ia juga menjemput Lina dari panti asuhan, sementara Linda diaku sebagai anak Rima. Setelah berusia 18 tahun, Linda ini ternyata jadi masalah, karena sifatnya yang manja dan pergaulannya. Lina menunggu waktu untuk mengungkapkan rahasianya. Kesempatan datang saat Linda hendak kawin. Saat lamaran tiba Lina tak tahan. Kepada Dokter Kamil (Doddy Sukma) yang selalu merawat Dhandy dan Lina, ia katakan ingin membuka rahasia sebenarnya. Linda mendengar percakapan itu dan memberi tahu Rima. Rima mula-mula marah, tapi lalu menyadarkan Linda. Maka Linda pun mencium kaki ibunya, Lina, ketika hendak berangkat ke upacara pernikahannya.
 P.T. KALIMANTAN FILM

MARINI
ISHAQ ISKANDAR
RAE SITA
CASSIM ABBAS
RUDY SALAM
DODDY SUKMA
JUNI ARCAN

SUNAN KALIJAGA / 1983

SUNAN KALIJAGA


Tokoh ini cukup terkenal, terutama bagi masyarakat Jawa. Film terlaris II di Jakarta, 1984, dengan 575.631 penonton, menurut data Perfin.

Raden Mas Said putra sulung Tumenggung Wilarikta (WD Mochtar) di bawah Kerajaan Majapahit yang berkuasa di wilayah Tuban, melihat sebuah keluarga miskin menderita busung lapar. Ia merasa sangat prihatin dan hati nuraninya tergugah untuk menolong. Kemudian ia mencoba secara diam-diam mengambil makanan dari lumbung orangtuanya. Perbuatan itu tidak disetujui oleh orangtuanya bahkan ia disekap di dalam gudang makanan itu.

P.T. TOBALI INDAH FILM

DEDDY MIZWAR
SUNARTI RENDRA
CLARA SINTA
ZAINAL ABIDIN
W.D. MOCHTAR
KUSNO SUDJARWADI
IDJAH BOMBER
ISHAQ ISKANDAR
M. PANDJI ANOM
A.N. ALCAFF
CHAIDAR DJAFAR
SYAMAURI KAEMPUAN


Ini masih ada kaitan dengan FFI Yogya, tetapi mengenai cara pelukis Affandi memperlakukan undangan menonton film unggulan. "Saya baru menonton film Indonesia kalau lebih dulu ada jaminan filmnya bagus," katanya. Walau juri sudah mengunggulkan film Sunan Kalijaga, Affahdi ternyata menyerahkan undangan menonton film itu kepada anaknya. "Anak saya bercerita, film itu bagus, maka saya kepingin melihatnya." Celakanya, film itu sudah dibawa keluar Yogya untuk diputar di Solo. Apa boleh buat, kalau Affandi lagi ngebet, ia perintahkan sopirnya ke Solo. Baru separuh film tu diputar, persis ketika adegan Ario Tejo menghukum anaknya, Raden Said, karena mencuri, pelukis besar ini dipapih keluar gedung. "Saya sangat terharu," katanya. "Daripada saya harus menyediakan ember untuk menampung air mata, lebih baik saya keluar." Affadi memuji film Sunan Kaiijag,a. "Ini film baik untuk mendiik perasaan," katanya. SayanAffandi tidak terpilih jadi juri FFI 1984 sehingga tak muncul film terbaik.

Dialah "wali" yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam. 
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya. 
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam ('kungkum') di sungai (kali) atau "jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab "qadli dzaqa" yang menunjuk statusnya sebagai "penghulu suci" kesultanan. 
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. 
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. 
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. 
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga. 
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n 

SEORANG bocah priayi bernama Raden Mas Said tercenung melihat satu keluarga miskin, seluruhnya menderita busung lapar. Merasa prihatin, bocah ini memutuskan turun tangan menolong. Ia diam-diam mengambil sekantong makanan dari lumbung persediaan milik orangtuanya. Sayang, jalan pikiran kaum dewasa tak mampu mencerna niat mulia sang bocah.

Orangtua Raden Mas Said, Tumenggung Wilarikta --petinggi Majapahit di wilayah Tuban-- memergoki aksi itu. Di mata Wilarikta, perbuatan putra sulungnya adalah penjarahan. Itu tak termaafkan. Raden Mas Said pun dihukum sekap di gudang makanan itu. Sejak kejadian itu, Raden Mas Said tak lagi betah di rumah.

Ia terus berkelana dari satu daerah ke daerah lain. Sepanjang perjalanan, Raden Mas Said melihat sendiri betapa banyaknya penyelewengan kekuasaan para lurah, dan betapa tertindasnya rakyat. Tapi, ketika ia melaporkan semua yang dilihatnya kepada sang ayah, sekali lagi dunia tak berpihak padanya. Raden Mas Said justru dituding sebagai sumber fitnah.

Kisah hidup Raden Mas Said ini menjadi pembuka cerita Sunan Kalijaga (1984), film pertama yang mengangkat kisah Wali Songo ke pita seluloid. Dalam film itu dikisahkan, Raden Said akhirnya menjalani hidup sebagai pembegal. Beruntung, ia kemudian berjumpa dengan Sunan Bonang, yang berhasil menginsyafkannya, sekaligus menjadi gurunya.

Dalam versi Sunan Kalijaga, Raden Mas Said diperintahkan melakukan tapa di pinggir kali, hingga Sunan Bonang datang menemuinya. Penantian panjang di tepian kali itu --hingga lumut dan akar tumbuh menyelimuti tubuh-- menyebabkan Raden Mas Said memperoleh nur, cahaya Ilahi. Tapanya bertahun-tahun itu memberinya gelar Sunan Kalijaga. 
Sofyan Sharna, sutradara dan penulis skenario Sunan Kalijaga, punya alasan mengapa ia mengambil versi penantian di tepi sungai ini sebagai muasal nama Sunan Kalijaga --dari kata jaga (menjaga) dan kali (sungai). Legenda ini memungkinkan eksploitasi visual lebih ''seru'' ketimbang versi lain asal-usul nama Sunan Kalijaga.

Adegan menunggu bertahun-tahun di tepi kali, dengan lumut, akar, dan tubuh nyaris membatu, memang membuka peluang penggunaan tipuan optik untuk memainkan imaji penonton. Kemungkinan serupa sulit diperoleh dari versi lain asal-usul nama Sunan Kalijaga, yaitu dari nama sebuah desa di Cirebon, tempat ia pernah berdakwah. 
Versi ketiga malah cuma menyebut bahwa nama Kalijaga berasal dari bahasa Arab qadi zaka, yang berarti pelaksana dan membersihkan. Oleh lidah Jawa, qadi zaka dipelesetkan menjadi Kalijaga, dimaknai pemimpin yang menegakkan kesucian. Toh, pilihan Sofyan Sharna untuk lebih memanjakan mitos menjaga sungai itu justru bersambut. 
Masyarakat menyukai rangkaian legenda demi legenda yang dijahitnya. Menurut data Perfini, pada 1984 itu Sunan Kalijaga menjadi film terlaris nomor dua di Jakarta. Penonton pembeli tiket mencapai jumlah 575.000 lebih. Kabarnya, Sunan Kalijaga menghasilkan pemasukan lebih dari Rp 1 milyar, jumlah uang cukup besar ketika itu. 
Dari segi artistik, film ini juga diakui. Sunan Kalijaga tahun itu memperoleh beberapa nominasi untuk meraih Piala Citra, penghargaan tertinggi dalam Festival Film Indonesia. Sofyan Sharna dijagokan mendapat gelar sutradara dan penulis skenario terbaik. Pemeran Sunan Kalijaga, Deddy Mizwar, diunggulkan sebagai pemeran utama pria terbaik. 
Zainal Abidin masuk unggulan pemeran pembantu pria terbaik, diikuti Ardi Ahmad untuk penata artistik. Lebih dari itu, Sunan Kalijaga juga termasuk satu dari lima unggulan film terbaik dalam festival film tahunan yang kini tak terdengar lagi gaungnya itu. Walau memperoleh banyak unggulan, Sunan Kalijaga gagal merebut satu pun Piala Citra. 
Film ini cuma memperoleh Piala S. Toetoer untuk poster film terbaik, dan Piala Djamaluddin Malik untuk produsernya, PT Tobali Indah, sebagai penghargaan bagi produser idealis. Tapi, walau tanpa Piala Citra, Sunan Kalijaga boleh sedikit berbangga. Ia membuat kisah wali menjadi laku sebagai salah satu genre film Indonesia. 
Sebenarnya, jauh sebelum Sunan Kalijaga diproduksi, banyak kalangan telah berniat memfilmkan kisah Wali Songo. Masagung, pengusaha terkemuka yang juga kolektor benda-benda bersejarah Islam, misalnya, malah sudah menetapkan Sjumanjaya --sutradara pemenang beberapa Citra-- sebagai calon penggarap film Wali Songo yang didanainya. 
Masagung dan Sjumanjaya sempat mengklaim bertemu para wali dalam mimpi. Sayang, sampai akhir hayatnya, mereka tak kesampaian menggarap film itu. Barulah ketika Sunan KalijagaSunan Kalijaga, beberapa film wali menyusul diproduksi. 
''Ketika itu, kami lihat trend film yang digemari adalah film agama,'' kata Raam Soraya ketika dihubungi GATRA. Raam pun memutuskan menggarap film Sembilan Wali. ''Film yang sudah ada cuma menceritakan satu wali. Lewat Sembilan Wali, kami ingin film yang lebih lengkap lagi,'' katanya. 
Selain Sembilan Wali yang diproduksi Raam Soraya lewat PT Soraya Intercine Films, tahun itu juga ada Sunan Gunung Jati, produksi PT Inem Film. Sementara PT Tobali Indah mengajak PT Empat Gajah Film menyiapkan sekuel Sunan Kalijaga. Film bertajuk Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar ini kembali digarap oleh Sofyan Sharna.

Cuma, mengulangi sukses Sunan Kalijaga ternyata tak gampang. Lihat saja upaya Raam Soraya. Untuk mewujudkan gagasannya ke pita seluloid, Raam terpaksa menghamburkan dana lebih dari Rp 600 juta. Biaya yang terhitung besar menurut ukuran waktu itu diperlukan karena Raam menginginkan banyak adegan kolosal dalam filmnya. 
Raam juga menginginkan banyak nama terkenal bermain sebagai Wali Songo. Ia, misalnya, mengundang Guruh Soekarnoputra sebagai Sunan Muria. Juga ada tokoh Nahdlatul Ulama, Kiai Yusuf Hasjim, yang jadi Sunan Gresik. Penyanyi Alfian sebagai Sunan Gunung Jati, dan penari terkemuka Sardono W. Kusumo sebagai Sunan Kalijaga. 
Pada film Sunan Gunung Jati, yang disutradarai Bay Isbahi, tokoh di luar dunia film juga ikut ditarik berperan serta. Abdul Rahman Saleh, bekas Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pusat, diminta memerankan tokoh Sunan Gunung Jati. Pengacara ternama ini dinilai cocok memerankan Sunan Gunung Jati, yang raut wajahnya konon bersegi-segi Arab. 
Sayang, walau tampak serius dikerjakan, hampir seluruh film wali itu terjebak pada penekanan sisi action. Sehingga, walau secara verbal mengagungkan dakwah, penggunaan tipuan optik untuk menggambarkan kesaktian tokoh utamanya justru memperoleh porsi berlebih. Kebenaran sejarah tampaknya memang menjadi nomor dua bagi para penggarap kisah wali ini. 
''Kita bikin film ini untuk menarik penonton ke gedung bioskop, bukan mengarahkan mereka ke mimbar atau ke masjid,'' kata Djun Saptohadi, sutradara Sembilan Wali, dalam wawancara di buletin Karyawan Film dan Televisi pada 1985. Alim Bachtiar, penulis skenario Sembilan WaliSunan Gunung Jati, mengemukakan alasan senada. 
Menurut Alim, pada masa itu, film yang gampang laku adalah film silat dan seks. ''Kalau tak ada bumbunya, tak akan dilihat. Kisah Wali Songo harus dikemas sedemikian rupa biar enak ditonton,'' katanya. Boleh jadi, semangat semacam itulah yang membuat, dalam film-film Indonesia, para wali yang berjumlah sembilan itu bisa-bisanya dipertemukan. 
Kesembilan wali Allah itu digambarkan hidup pada zaman yang sama, bercakap serta hadir dalam majelis yang sama. Padahal, ketika Sunan Bonang lahir, misalnya, Sunan Ampel sudah berusia 64 tahun. Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa ketika Sunan Gunung Jati lahir, Sunan Gresik --alias Maulana Malik Ibrahim-- sudah wafat 29 tahun sebelumnya. 
Ada pula kesulitan lain dalam penggarapan film wali ini: pesan titipan. Djun Saptohadi menceritakan, Departemen Agama meminta ditampilkannya adegan orang naik haji. ''Maksudnya memberitahu bahwa Islam maju,'' kata Djun. Karena tak bisa menolak, pikiran jail pun muncul. Adegan itu diletakkan Djun di buntut film. ''Jadi, orang sudah berdiri pulang, baru ada gambar naik haji,'' katanya. sukses, orang film ramai-ramai menggarap tema-tema wali.

BERNAFAS DALAM CINTA / 1978

 

Andi (Ferry Fadly) yang biasa juara kelas tersaingi oleh murid baru Santi (Nur Afni Octavia). Mereka lalu saling benci, tapi buntutnya saling cinta habis-habisan. 

Beruntung orangtua mereka mendukung, bahkan ayah Andi (Dicky Zulkarnaen) sudah mempersiapkan hari pertunangan. Yang diharapkan tak terjadi, Santi menderita leukimia, Andi dan ayahnya tak mundur, Ayah Andi berusaha mengobati, Santi malah tambah penderitaan buta. Akhirnya maut menjemput.

P.T. MAS FILM

PRABU SILIWANGI / 1988

PRABU SILIWANGI

Putra mahkota dinobatkan jadi raja. Tapi, karena masih kecil, Prabu Anggalarang (Atin Martino), Raja Pakuan Pajajaran, yang sudah tua, menyerahkan kekuasaan sementara pada putra dari selir, Tarba (Iskandar Zulkarnaen) dan didampingi adiknya yang juga patih, Garbamenak (Baun Gazali). Garbamenak lalu bersekongkol dengan Tarba agar tahta tidak jatuh ke tangan Mundingwangi (Iwan Hermawan, Teddy Prangi). Usaha-usaha menyingkirkan Mundingwangi selalu gagal, apalagi Mundingwangi selalu dibantu Ratu Siluman dan anak buahnya, yang pernah dikalahkannya. Waktu Pajajaran diserbu kerajaan lain, Tarba terbunuh. Mundingwangi tetap dianggap masih terlalu muda, padahal raja penyerang itu dikalahkan Mundingwangi. Usaha terakhir Garbamenak adalah meracun Mundingwangi. Entah di mana Ratu Siluman kali ini. Karena kesaktiannya, Mundingwangi tak mati, hanya hilang ingatan dan menjadi hitam legam. Ia lalu dijual sebagai budak ke orang Sindangkasih dan sampai ke rajanya, Labuan (Tisna S.Brata). putri Labuan, Nyi Ambetkasih (Ratna Sari BG) melihat cincin yang dikenakan budak hitam itu dan jatuh hati. Ia mengira budak hitam itu keturunan Lutung Kasarung. Raja menyetujui niat putrinya, asal sang budak dapat menumpas bajak laut yang sedang beraksi di wilayah itu. Pukulan bajak sakti itu membuat racun yang ada di tubuh Munding keluar, maka pulihlah seluruh ingatannya dan hitam kulitnya juga hilang. Munding berhasil dan ia jadi Raja Sindangkasih dengan julukan Siliwangi. Waktu Pajajaran diserang lagi, Siliwangi membantu dan menewaskan raja penyerang, Lembu Wulung (Salman Fari). Garbamenak lalu minta maaf dan menyerahkan tahta Pajajaran. Prabu Siliwangi memaafkan dan tetap mempertahakan kedudukannya sebagai patih.
 P.T. LAUTAN INDAH FILM

TEDDY PRANGI
BAUN GAZALI
RATNA SARI BG
ISKANDAR ZULKARNAEN
S. PARYA
JAMAL JENTAK
TISNA S. BRATA
SALMAN FARI
ATIN MARTINO
ASEP S. PARYA
RIO THAMRIN
ALEX MENPUAR

MELACAK TAPAK HARIMAU / 1990

MELACAK TAPAK HARIMAU














Bang Dullah (Tanaka) mencuri dokumen penting Belanda yang berisikan daftar tokoh-tokoh anti Kompeni. Belanda lalu mengadakan pertandingan adujotos. Yang menang Mat Codet (Advent Bangun) jadi kapten dan wajib menangkap Dullah alias Harimau. Belum menemukan Dullah, anak buah Mat Codet malah dikutungi telinganya oleh Sabeni (Steven Sakari), sepupu Dullah, yang punya pacar Fatimah (Yurike Prastica), anak demang yang pro Belanda. Fatimah memilih pacarnya dan melawan ayahnya. la ketahuan Kompeni dan ditangkap. Pasukan Codet akhirnya bertempur melawan Dullah dan Sabeni. Fatimah berhasil dibebaskan.
 P.T. SIMBAR INTAN FILM

YURIKE PRASTICA
TANAKA
ADVENT BANGUN
STEVEN SAKARI
SYAMSURI KAEMPUAN
K. SUPRANTO
EDWIN LERRICK
EL KOESNO
TONNY YUSUF

KOBOI CILIK / 1971

KOBOI CILIK


Kisah "jiplakan" dari film-film koboi Amerika. Ayah-ibu Adi Bing Slamet dibunuh gerombolan penjahat yang sekarang menguasai kota. Sherifnya pun ditangkap dan dipenjara. Niat Adi untuk membalas dendam diperhalus oleh sahabat ayahnya yang kemudian mengangkat Adi sebagai anak, yaitu Eddy sud. Gaya Adi dan Eddy seolah-olah koboi sungguhan, sementara lawannya gerombolan S. Bagio bermain sebagai pelawak tolol, yang maksudnya untuk mencari efek lucu.

P.T. ADHI YASA FILM

ADI BING SLAMET
EDDY SUD
S. BAGIO
IDJAH BOMBER
DARTO HELM
S. DIRAN
SOL SOLEH
SYAMSURI
SOERIP

BARON MACAN TERMINAL / 1990


 
Mula-mula diceritakan ulah Baron (Harry Capri), jagoan di sebuah terminal angkutan umum, yang kerjanya memeras para sopir dan mengandalkan ototnya untuk hidup. Dimunculkan pula soal bagaimana dia gagal mengawini Arni (Yenny Farida), yang sudah jadi istri Abas (Johny Indo), kenek angkutan umum. Ketika dengan kekuatan fisik Baron dkk, tak mampu mengalahkan Abas, dia menggunakan akal culas. Kebetulan ada tiga gadis yang juga sakit hati terhadap Arni, karena kalah bersaing mendapatkan Abas. Tiga gadis ini mencelakakan Arni di pagi buta, hingga Arni yang tengah hamil tua, meninggal saat melahirkan tanpa suami di sampingnya. Kisah berbelok menjadi kisah Arni yang jadi hantu dan mengganggu penduduk desa. Baron dkk jadi sasaran utama, hingga mereka cari dukun. Ternyata tak mempan. Kepercayaan penduduk lalu berperan. Mereka memaku pohon-pohon, mengejar hantu dan memukuli hantu yang tiba-tiba hilang. Maka berpetuahlah seorang ulama tentang hantu dan setan.

P.T. GIRI ALAM PERMAI

YENNY FARIDA
JOHNY INDO
HARRY CAPRI
RIO RUANDA
VEDA S. SHARNA
MELISA HUSEIN
KIKI WIJAYA
SITI
SIMON PITTA
J. MOCODOMPIS
HENGKY NERO
LISA SUSANTI

TUTUR TINULAR III (pendekar syair berdarah) / 1992

TUTUR TINULAR III



Arya Dwipangga (Baron Hermanto) mengacau Majapahit dengan tujuan membalas dendamnya pada Kamandanu (Sandy Nayoan), namun pihak kerajaan mengira pengacaunya Mpu Bajil (Wingky Haroen), yang sedang memperdalam ilmu Aji Segara Geni. Untuk itu ia sudah mandi darah tujuh anak laki turunan satria. Untuk korban kedelapan ia akan menculik kemenakan Kamandanu, Pandji (Sawung Sembadha), anak Dwipangga dengan Ratih. Maka terjadi perkelahian antara Bajil dan Kamandanu yang memang ditugaskan untuk membawa kepala Bajil oleh raja. Di tengah perkelahian muncul Arya Dwipangga. Terjadilah perkelahian segitiga. Panji berhasil diselamatkan, dan Kamandanu yang terluka juga berhasil dilarikan istrinya, Sakawuni (Murti Sari Dewi). Luka ini mula-mula diobati oleh seorang tabib yang juga ditewaskan Dwipangga. Lalu Empu Lungga (Deddy Sutomo), yang sebenarnya masih merawat luka Kamandanu, bersama anaknya (Devi Permatasari) berhasil memulihkan Kamandanu, karena cintanya, meski akhirnya tak bisa berbalas. Kamandanu lalu membantu Sakawuni yang mencoba merebut Panji yang sudah hampir jadi korban. Bajil dikalahkan. Dwipangga muncul lagi. Setelah perkelahian sejenak, Panji muncul memanggil ayahnya. Dwipangga tak sampai hati meneruskan perkelahian. Ia menghilang sambil menyatakan dendamnya tidak bisa punah. Bajil diserahkan pada Majapahit.
 P.T. ELANG PERKASA FILM

MURTI SARI DEWI
SANDY NAYOAN
BARON HERMANTO
WINGKY HAROEN
DEVI PERMATASARI
SAWUNG SEMBADHA
DEDDY SUTOMO
AMIN ANSARI
WENDA WIJAYA
GOLDEN CASMARA
TORRO MARGENS
INTAN FULLY

WANITA JELMAAN (Nyupang) / 1990

WANITA JELMAAN


Kisah perkawinan gaib antara manusia bernama Darma {Sonny Dewantoro) dengan wanita jelmaan ular jadi-jadian bernama Sandra (Sally Marcellina). Darma hidup senang bergelimang harta karena tiap habis tidur bersama, sisik-sisik ular Sandra yang tanggal berubah menjadi uang. Darma harus mematuhi beberapa syarat yang cukup berat. Karena ingkar janji dan tak berhasil memenuhi syarat-syarat itu, Darma akhirnya menemui ajal ketika hendak menyaksikan istrinya melahirkan di tebing yang terjal.
  P.T. VIRGO PUTRA FILM

SALLY MARCELINA
SONNY DEWANTARA
ANNA SHIRLEY
KIKI AMELIA
RANIETA MANOPO
EL KOESNO
PHIRDHANIE REKSA
WENDA WIJAYA
DADENG HERANG

SUNAN KALIJAGA DAN SYECH SITI JENAR / 1985

SUNAN KALIJAGA DAN SYECH SITI JENAR


Perang saudara yang disebut Perang Paregreg telah membuat Majapahit kehilangan kewibawaan. Keadaan kacau, rakyat menderita. Banyak bupati yang ingin menggantikan Majapahit. Dalam keadaan seperti ini agam Islam mulai menyebar di Jawa. Para wali yang dikenal sebagai Wali Songo banyak yang mendirikan pesantren. Di antaranya adalah Sunan Kalijaga (Deddy Mizwar).

Dalam keprihatinan itu ada yang mengusulkan untuk menyerang saja Kerajaan Majapahit, lalu pusat kerajaan dipindahkan ke Bintoro. Apalagi mereka sudah punya calon kuat: Raden Patah (Anwar Fuady). Sunan Kalijaga menentang usul itu, dengan alasan bahwa Raja Majapahit tidak pernah mengganggu kegiatan para wali menyebar agama Islam.
 
Kemudian muncul masalah baru. Seorang wali yang cukup dikenal yakni Syech Siti Jenar (Ratno Timoer) telah menyeleweng dari ajaran Islam. Syech Siti Jenar mengaku dirinya sebagai Allah seperti ajaran terkenalnya manunggaling kawula gusti. Maka para wali memanggil Syech Siti Jenar. Hukuman bagi Syech Siti Jenar harus dilakukan. Sesudah sidang para wali itu, Sunan Kalijaga mengikuti kepergian Syech Siti Jenar, dan terjadi adu kesaktian, hingga akhirnya Syech Siti Jenar pasrah. Ia dihukum pancung.
 
Di akhir film ini tiba-tiba muncul tokoh tua yang bercerita pada serombongan anak-anak tentang akhir Siti Jenar itu. Ada maksud sutradara untuk menempatkan kisah ini dalam konteks sosial-politik saat itu: soal penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu saat itu, soal pertentangan Sunan Kalijaga dengan wali lain mengenai cara penyebaran agama dan soal konflik dan intrik politik saat itu. Bahkan sempat disinggung bahwa Jenar akan membantu Pengging, salah satu raja yang terlibat dalam intrik itu.

P.T. TOBALI INDAH FILM
P.T. EMPAT GAJAH FILM

DEDDY MIZWAR
RATNO TIMOER
KUSNO SUDJARWADI
ZAINAL ABIDIN
RD MOCHTAR
BARON ACHMADI
YUNUS TAKARA
S. PARYA
MANG DIMAN
ANWAR FUADY
ARMAN EFFENDY
BUDI SCHWARZKRONE

PERAWAN BUTA / 1971

PERAWAN BUTA


Oni (Widyawati) yang lahir dalam keadaan buta dan yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal dalam perkelahian, dibesarkan oleh seorang tukang gerobak. Rumah tempat tinggalnya kemudian terbakar, ayah angkatnya meninggal, hinga ia mengembara. Karena bisa menyembuhkan kelumpuhan seorang anak, ia diangkat anak oleh orangtua anak tadi. Waktu kampung itu dirampok, Oni ditolong oleh seorang kakek yang menjadikannya murid. Lalu ia mengembara lagi sebagai tukang pijat. Suatu ketika ia mendengar rencana perampokan lagi. Maka Oni bersama penduduk bisa menghalau mereka. Oni sendiri ditawan perampok, tapi lalu bebas dengan bantuan pendekar lain.


P.T. RAMAYANA FILM

WIDYAWATI
DICKY ZULKARNAEN
MARULI SITOMPUL
MOH MOCHTAR
RATNO TIMOER
ROCHMA BANI
SJUMAN DJAYA
ALAM SURAWIDJAJA