Tampilkan postingan dengan label TAN TJOEI HOCK 1940-1941. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAN TJOEI HOCK 1940-1941. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Februari 2011

TAN TJOEI HOCK 1940-1941


Lahir di Jakarta 15 April 1908, adalah seorang sutradara Indonesia di era tahun 1940-an, karya filmnya banyak dimainkan oleh aktor Tan Tjeng Bok, Moh Mochtar , dan aktris Hadidjah. Ia di temukan oleh The Teng Chun di Lokasari. Saat itu The Teng Chun menyadari bahwa untuk bisa menarik penonton sebenarnya diperlukan orang yang mengenal betul selera penonton panggung. Tan Tjoei Hock adalah Cina peranakan sekolahnya sampai kelas 1 AMS, pernah jadi wartawan, tapi gemar dengan dunia pentas. Hampir saban malam ia membantu pementasan di Prinsen Park (sekarang Lokasari) sebagai tenaga sukarela, sampai tahun 1939 The Teng Choen melihat kegiatan pemuda ini dan menawarkan menjadi sutradara film. Sebetulnya ia tidak tahu cara buat film, tapi buat The Teng Chung yang penting ia berani.
 
Tan menjadi salah satu sutradara film paling produktif di Hindia Belanda antara 1940 dan 1941, menyutradarai sembilan film - aksi. Tan lahir di Batavia, Hindia Belanda, pada tanggal 15 April 1908, ia putus sekolah pada tahun pertama sekolah menengah atas. Pada akhir tahun 1930-an dia telah menjadi seorang pengusaha, menghabiskan malam-malamnya sebagai asisten tidak dibayar di rombongan drama yang tampil di Prinsen Park. Film pertama Tan bersama JIF adalah Dasima, cerita tentang seorang perempuan, yang dimanfaatkan oleh laki-laki yang menikahinya namun tidak mencintainya, yang menyimpang dari materi aslinya, novel 1896 Tjerita Njai Dasima karya G. Francis; Ini diikuti segera setelah itu oleh Matjan Berbisik, sebuah drama yang mengikuti dua anak laki-laki, dibesarkan sebagai saudara, dalam persaingan kekerasan untuk cinta seorang perempuan. Pada 1941, Tan menyutradarai beberapa film tambahan, dimulai dengan Si Gomar pada 1941; Film ini, mengikuti dua bersaudara yang telah lama berpisah dan hampir menikah, merupakan film debut Tan Tjeng Bok, mantan bintang teater bersama Dardanella.

Tan mengikuti ini dengan beberapa film pada tahun 1941. Ini termasuk adaptasi dari The Mark of Zorro. Meski baru aktif selama dua tahun, Tan adalah salah satu sutradara film paling aktif di Hindia Belanda selama periode ini. Setelah pendudukan Jepang, yang menyebabkan hampir semua studio di negara itu ditutup, Tan fokus pada jurnalisme. Sepanjang masa pergolakan yang melihat Indonesia mencapai kemerdekaannya, Tan menulis tentang olahraga dan retrospektif kehidupan di Hindia, ia menulis beberapa film untuk Young pada tahun 1949, meskipun ia tidak lagi aktif sebagai sutradara. Sepanjang 1950-an ia menjabat sebagai editor kepala majalah Djaja, menulis dengan nama samaran Tanu Trh, ia tetap aktif sampai kematiannya pada 1984. Tan terlibat dalam produksi dua belas film dalam sembilan periode sebagai sutradara. Banyak dari filmnya berada di bawah naungan Film Aksi anak perusahaan JIF dan menargetkan penonton kelas bawah. Sebagian besar tercatat sebagai kesuksesan sedang. Dasima - Sebagai sutradara Matjan Berbisik - Sebagai sutradara dan penulis skenario Sorga Palsoe - Sebagai sutradara Melati Van Agam - Sebagai sutradara Si Gomar - Sebagai sutradara dan penulis cerita Srigala Item - Sebagai sutradara dan penulis cerita Matula - Sebagai sutradara dan sinematografer Singa Laoet - Sebagai sutradara, penulis cerita and sound manager Tengkorak Hidoep - Sebagai sutradara, penulis cerita dan sound manager Sehidup Semati - Sebagai penulis skenario Saputangan - Sebagai penulis skenario Bengawan Solo,

SORGA PALSOE1940TAN TJOEI HOCK
Director
SI GOMAR 1941 TAN TJOEI HOCK
Director
DASIMA 1940 TAN TJOEI HOCK
Director
MATULA 1941 TAN TJOEI HOCK
Director Of Photography Director
MATJAN BERBISIK 1940 TAN TJOEI HOCK
Director
TENGKORAK HIDOEP 1941 TAN TJOEI HOCK
Director Of Photography Director
SRIGALA ITEM 1941 TAN TJOEI HOCK
Director
MELATI VAN AGAM 1940 TAN TJOEI HOCK
Director
SINGA LAOET 1941 TAN TJOEI HOCK
Director Of Photography Director

MATULA 1/ 1941

 

Hartawan Johan Bessey punya dua anak perempuan, Emma (20) dan Diana (18). Kemudian ada tokoh bernama Matula, seorang pemuda amat jelek tapi kaya. Suatu ketika ia mendatangi dukun, Bapak Tello, dan minta agar wajahnya diubah menjadi tampan. Ia sedia membayar berapa saja tapi pak dukun minta "jiwa". Bapak Tello menggunakan kekuatan ilmu hitamnya untuk membangunkan dan menarik Emma agar bertemu dengan Matula di kebun pala. Paul Hatu, tunangan Emma, membantu calon mertuanya, Johan Bessey, untuk menumpas aksi pak dukun. Hampir saja "jiwa" Paul terambil bapak Tello, tapi tercegah oleh senjata bambu khusus dari Johan Bessey. Akhirnya pak dukun mengambil kembali "jiwa" pinjaman dari Matula dan si jelek rupa kembali seperti semula. Badannya berbau busuk.

ACTION FILM

SINGA LAOET / 1941

 

Dalam perkelahian dengan Ibrahim, lawan terbunh oleh lemparan rencong, sehingga Robin dituduh sebagai pembunuh. Masyarakat mengusir Robin, termasuk Daud yang menaruh hati pada Yasmi, kekasih Robin. Dua puluh tahun kemudia, Mahmud (anak Ibrahim) terpanggil untuk mencari siapa pembunuh ayahnya. Pencarian membawa Mahmud ke Pulau Sampajo. Di pulau itulah tinggal Robin, kepala bajak laut dengan gelar "Singa Laoet". Mahmud jatuh cinta pada Miryam, anak Daud dari Yasmi. Karena ditolak cintanya, Hasan menculik Miryam. Dalam suatu perkelahian, Hasan terbunuh oleh Mahmud. Barulah diketahui bahwa Hasan, anak buah Robin, adalah pembunuh Ibrahim.
ACTION FILM

TAN TJENG BOK
HADIDJAH
BISSU
MOH MOCHTAR

SI GOMAR /1941

 

Karena serangan perampok, Badjoeri (Tan Tjeng Bok), dan anaknya Soebardja, terlempar ke sungai, sedangkan istrinya, Ramina (Hadidjah), dan anaknya Mariani dibawa para penjahat. Sesudah berhasil lolos, Ramina meninggal dunia, dan meminta agar sang penolong, Wirama (Bissu), merawat dan memelihara Mariani. Di pihak lain Badjoeri juga meninggal dunia setelah ditolong Mansur. Ia juga meminta agar Mansur merawat Soebardja. Karena terpisah dan berbeda pula yang merawat, nyaris terjadi pernikahan anatara Mariani dan Soebardja. Peristiwa itu tercegah oleh kehadiran Ismail (Moch. Mochtar), saudara sepupu mereka. Ini film pertama aktor-biduan Tan Tjeng Bok, yang berperan rangkap sebagai Badjoeri dan Soebardja. Hadidjah juga berperan rangkap sebagai Ramina dan Mariani.

MELATI VAN AGAM / 1940




Siti Norma (S. Soekarti) adalah gadis yang mengorbankan kebahagiaan diri demi bakti kepada orang tua. Sang kekasih, pemuda miskin yang bernama Idrus, harus rela melepas Norma menikah dengan pemuda lain yang hartawan.

Cerita diambil dari karya Parada Harahap alias "Swan Pen". Pernah difilmkan di zaman film bisu (1930).


JAVA INDUSTRIAL FILM

S. SOEKARTI
A.B. RACHMAN
R. ABDULLAH
S. THALIB
N. ISMAIL
ROCHANI
LENA
M. SANI

MATJAN BERBISIK / 1940

 

Setelah menyerahkan uang dan menitipkan anaknya Hamid, yang berumur 4 tahun, kepada Sanip (Said), Djaja (Bissu) tak pernah muncul. Sanip sendiri punya anak, Usman yang berumur 6 tahun. Setelah kedua anak itu dewasa, Usman merasa iri, karena Zainab (Hadidjah) memilih Hamid (Moch Mochtar). Berbagai usaha yang dilakukan Usman untuk menyingkirkan Hamid, selalu mengalami kegagalan. Sekali waktu Hamid jatuh ke jurang karena keroyokan teman-teman Usman. Sementara itu Sanip mau menyerakahi uang titipan Djaja, dan Usman mencoba menikahi Zainab.
ACTION FILM

HADIDJAH
MOH MOCHTAR
BISSU
SANI
M. TOHAR
HABIBAH
ADJA
M. NJAI
MOESA
ZOEBAIDA

 

TENGKORAK HIDOEP / 1941

 

Ia terus konsistem membuat film untuk kelas bawah, film ini dibuat 1941 ini ternyata laku keras di pasar. Kisahnya merupakan hayalan see  naknya mengenai masyarakat primitif. Faktor yang menyebabkan penonton suka, menurutnya adalah trik kuburan disambar petir, lalu keluar api dan kemudian muncul tengkorak yang bisa bergerak.Dalam trik ini sederhana sudah dimunculkan juru kamera Cho'Chin Hsin dalam produksi Star Film untuk efek lucu. Ia membuat sapu bisa menari dengan jongos dan semacamnya. Masuknya Jepang menghentikan produksi oleh swasta, dan berhenti pula karirnya, ia kemudian menjadi wartawan.

SRIGALA ITEM / 1941



Saat itu penonton kelas bawah senang-senang saja pada film dalam negeri. Film-film penuh aksi yang dibikin oleh Tan Tjoei Hock, produksi Action Film, lancar saja di pasaran. Pada paruh pertama 1941, film yang laku keras adalah Srigala Item. Srigala Item menyertakan jago panggung Tan Tjeng Bok yang merupakan film pertamanya. Film ini juga memperlihatkan kegesitan dan keberanian Moh.Mochtar yang luar biasa. Ia melompat dari notor ke atas truk yang sedang melaju dalam pengejarannya. adapun Tan Tjeng Bok di samping membawakan peran sebagai orang kaya kejam juga memperdengarkan suaranya yang merdu. Suksesnya film ini dipasar menurut analis Tan Tjoei Hock, adalah karena penonton bawah terwakili oleh tokoh Srigala Item ini, jagoan misterius bertopeng dengan menggunakan cambuk seperti zoro. Tapi bukan sperti zoro yang sehari-harinya adalah seorang pemuda bangsawan, tetapi pemuda miskin bernama Mochtar, walaupun ayahnya kaya, tetapi hartanya sudah dirampas. Penonton sampai sebel bila Srigala item ini di hinakan oleh orang kaya, hal ini terwakili penonton kelas bawah, sedangkan Mochtar pura-pura mengalah, dan nanti orang akan tahu siapa Mochtar ini adalah orang kaya yang terpandang. Penonton suka melihat orang kaya yang baik, lalu terhina oleh orang kaya yang tidak tahu siapa dia sebenarnya, mirip cerita telenovela. Film ini diambil dari film Amerika Son of Zoro.

ACTION FILM

 

SORGA PALSOE / 1940


Film ke 3nya Sorga Palsoe dikerjakan hanya sebulan. Ia bukan hanya sutradara, juga bisa mengoperasikan kamera dan suara. Ia menangani filmnya sendiri secara rangkap kerja, sama yang dilakukan The Teng Chung. Untuk Hock disiapi anak perusahaan sendiri sebagai anak perusahan dari JIF, yaitu Action Film, untuk menjaga nama JIF. Action filmn ini untuk menunjang film yang dibuat Hock seperti film action yang penuh aksi dan kocak, memeprlihatkan pertempuran dan kegemparan. Pada 1941 saja Action film ini sudah melahirkan 6 judul film. Pada tahun 1941 Action film menyelesaikan 9 film, 6 yang disutaradari Hock, yang lain oleh Andjar Asmara dan Suska.

Tapi film Ratna Moetoe Manikam yang ditangani Suska tidak rampung karena Jepang masuk. Lalu atas permintaan Jepang film itu dirampungkan oleh Hock. Dan saat film ini beredar saat pendudukan Jepang judulnya berubah menjadi Djoela Djoeli Bintang Tiga, selain itu juga Air Mata Iboe juga diselesaikan Hock, karena film ini tidak selesai juga karena masuknya Jepang dan diselesaikan saat pendudukan Jepang. Film Soerga Palsoe cerita tentang Hoakiau, ini adalah gagasan Fred Young. The Teng Chung yang dua tahun sebelumnya membuat cerita Hoakiau seprti malu mengakui bahwa ia masih membuat cerita Hoakiau pada 1940. Karena sejak masa lalu keluhan pada pembuat film Hoakiau adalah karena langkanya kalangan cina yang mau main film. Nona Lie Lian Hwa 1928 adalah suatu pengecualian yang luar biasa. Pada pembuatan Soerga Palsoe ini, Lo Tjin Nio terpaksa digunakan kembali. Ia adalah pemain bintang wanita satu-satunya dari film-film Hoakiau buatan JIF beberapa tahun silam. Bahkan dalam Panflet film nama pemain tidak dicantumkan. Cerita Soerga Palsoe berisi masalah yang lazim dalam kisah-kisah sastera Melayu-China sejak masa lalu, yakni tentang kekeliruan mendewakan uang dan keburukan berjudi. Film ini tidak seperti film-film Hoakiau buatan JIF pada 1937-1938, film Soerga Palsoe tidak disertai selingan musik sehingga mengherankan. The Teng Chun menilai film ini tidak bagus. Oleh sebab itu, film ini dimasukan ke dalam katagori produksi Action Film, walaupun ini bukan film Action..

Para sutradara pribumi saat itu menurut The Teng Chun belum paham dengan penataan kamera. Fungsi sutradara hanya melatih acting dan dialoq pemain serta pendapat secara artistik keseluruhan umum. Adapun penataan kamera dilakukan oleh juru kamera. Jadi juru yang menentukan arah pengambilan dan kemana perpindahan kamera, shot dan seberapa lama shotnya. Sutradara hanya sekalikali saja mengusulkan pengambilan gambar didekatkan atau dilakukan dari jauh. Tetapi masuknya orang panggung memberi masukan baru bagi The Teng Chun.. Oleh JIF dipercaya untuk menggarap produksi Type Action, antaralain Srigala Item 1941, Singa Laoet dan Tengkorak hidoep semuanya film action dan box office saat itu. Nyonya Roti menganaktirikan anak pertamanya, Hian Nio. Perlakuan terhadap anak ini seperti babu. Sebaliknya ia menganakemaskan anak kedua dan ketiga, Piet dan Nan, yang justru nakal dan genit. Nyonya Roti lebih sibuk dengan kegemaran berjudinya, sementara urusan rumah tangganya hampir seluruhnya ditangani oleh Hian Nio. Sebetulnya Hian Nio telah punya pacar, Kian Bie, yang bekerja pada Bian Hong. Karena Bian Hong duda dan menaruh hati pada Hian Nio, Kian Bie dipecat untuk memperlancar kedekatan Bian Hong pada Hian Nio. Akhirnya Bian Hong pun menikahi Hian Nio. Bersuamikan Bian Hong yang hartawan ternyata tidak membuatnya bahagia, terutama karena mertua perempuannya yang cerewet. Tak tahan dengan keadaan itu, Hian Nio lari dan meninggalkan anaknya, Gin Nio. Anak itulah yang kemudian membawa Hian Nio kembali ke rumah, walau tidak lama kemudian ia pun meningal.
JAVA INDUSTRIAL FILM

DASIMA / 1940



Lalu ia merubah cerita Njai Dasima menjadi Dasima saja tanpa Njai. Nampaknya ini revisi modern yang tertulis juga di poster filmnya. Ini bukan cerita kampung lagi seperti dulu. Cerita yang difilmkan bukan tentang Njai, tetapi tentang wanita biasa dari kehidupan sehari-hari di zaman modern. Pada judul tidak ada Njai-nya dalam cerita. Dalam cerita baru ini, Dasima tidak tertarik dengan Samiun karena guna-guna, namun akibat terpikat biasa. Bagian guna-guna dihilangkan karena tahayul orang kampung, artinya tidak modern. Karena menurut Pamflet film jaman sudah berobah.....publik punya kesukaan dan permintaan-permintaan dalam kalangan film pun turut berubah.. The Teng Chun setuju tanpa banyak koreksi. Sehingga Tan Tjoei Hock adalah sutradara paling produktif pada masanya.

Dasima Winata yang disibukan dengan urusan meningkatkan penghidupan, sering disalahpahami istrinya, Dasima. Akhirnya mereka bercerai. Kemudian Dasima jadi istri Samiun, yang lebih berminat pada harta Dasima. Karena perlakuan Samiun kian semena-mena, Dasima minta cerai. Segala perhiasannya, yang dihabiskan Samiun di meja judi, diminta kembali oleh Dasima. Samiun bersepakat dengan Bang Puasa untuk menyingkirkan Dasima. Ketika terkepung oleh Samiun dan Puasa di tengah jembatan, Dasima meloncat ke sungai dan meninggal. Belakangan polisi datang dan menangkap Samiun dan Puasa.
ACTION FILM

S. SOEKARTI
MOH MOCHTAR
M. SANI
S. TALIB
DJALEHA
TOEHAMSA
HABIBAH