Tampilkan postingan dengan label WISJNU MOURADHY 1953-1988. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WISJNU MOURADHY 1953-1988. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Januari 2011

WISJNU MOURADHY 1953-1988

WISJNU MOURADHY


Wisjnu Moeradhy dilahirkan di Sukabumi pada 25 Oktober 1921. Pendidikannya hanya sampai di Mulo kelas 2, dan pernah mengikuti kursus jurnalistik dan Akademi Wartawan secara tertulis. Sejak kanak-kanak ia gemar pada kesenian. Kegagalannya dalam sekolah karena ia sering turut bermain pada sandiwara kampung. Di tahun 1939 ia masuk Knil Bat. Genie Troepen pioner Comp. dan dalam militer pun ia turut menggabungkan diri pada sandiwara yang khususnya untuk hiburan para militer. Kemudian di tahun 1944 yang merantau ke Banjarmasin, untuk ikut pada Sandiwara Tokio kepunyaan saudara Aruman.  Dalam beberapa bulan saja di sana, disamping menjadi pemain ia dapat merebut kedudukan regisseur , hal ini bukan karena ia pandai bermain saja tapi juga dapat mengarang cerita. Beberapa hari sesudah proklamasi Kemerdekaan Tanah Air kita, Wisjnu kembali ke Jawa.

Seperti juga pemuda-pemuda lain ia turut terjun dalam kancah perjuangan. Sebelum merantau ke Bandjarmasin, Wisjnu turut bermain pada sandiwara WARNA DELIMA, di mana sdr Endang itu, bintang film dari Wong Brothers, untuk pertama menginjakkan kakinya dalam kesenian. Keluar dari Warna Delima, sdr Wisjnu turut sandiwara BULAN PURNAMA di bawah asuhan saudara Ananta Gaharasjah. Semua ini antara tahun 1942-1944. Dalam tahun 1948 ia turut dengan rombongan Fifi Young Toneel Kunst bersama Sdr Waldy, Sofia, Rd Endang, dan banyak pemain lagi yang kini sudah menjadi bintang film. Fifi Young Toneel kunts pada waktu itu di bawah pimpinan njoo Cheong Seng dan Rd. Ariffin.

Selain menjadi pemain sandiwara panggung dan penulis cerita, Wisjnu juga pernah menjadi regiseur sandiwara radio pada tahun 1947 di Jakarta, dan yang dimainkan adalah cerita gubahannya sendiri bernama KURBAN.

Di layar putih pun Wisjnu pernah turut beraksi. Film-film-nya adalah: TJITRA (SPF) sebagai figuran atau pemain ekstra, BANTAM produksi Tan & Wong (bijrol), BENGAWAN SOLO produksi Tan & Wong (Pembantu ekstra), THE LONG MARCH atau DARAH DAN DOA produksi PERFINI (bijrol), SEKUNTUM BUNGA DI TEPI DANAU (PFN), DARI RAKYAT UNTUK RAKYAT (Film dokumenter PFN) dan MERATJUN SUKMA(PFN).

Dalam karang mengarang saudara Wisjnu lumayan juga. Disamping membuat cerita pendek dan sandiwara kini ia sedang menyiapkan skenario film GADIS MENTAWAI. Tak diterangkan pada siapa akan diberikan cerita itu bila telah siap.

Wisjnu Moeradhy sekarang bekerja pada Perusahaan Film Negara pada seksi Urusan pegawai, bukan film cerita (Studio). Hal ini sangat bertentangan dengan bakat dan cita-citanya sebagai seorang seniman. Apakah kepala-kepala film cerita studio, Dokumentasi dan Journal dari PFN tidak mengetahui hal itu? Saya kira saudara-saudara Inu Perbatasari, Rasjid Subadi dan Kotot telah mengetahui tentang bakat dan cita-cita Wisjnu. Sungguh sangat sayang bila bakat dan cita-cita sdr tersebut dipatahkan di tengah jalan. Cakap rupa atau tinggi badan bukan menjadi ukuran film. Saya kira bila Wisjnu diberikan kesempatan dalam film, permainannya akan melebihi Rd. Endang, T. Djunaedy atau A. Hamid Arief. Menurut keterangan, Wisjnu sangat gemar memainkan rol-rol jahat, detektif, lucu dan sebagai orangtua. Apa lagi sebagai Don Juan, ini memang kesukaannya (ini kenyataan , jangan gusar saudara Wisjnu, BA.). Dalam DARAH DAN DOA Wisjnu memainkannya sangat tepat sebagai seorang pengkhianat. Dalam film itu ia mendapat sukses, karena penonton sangat benci padanya. Hal ini saya perhatikan sendiri.

Lirikan mata Wisjnu sungguh sangat tajam dan sewaktu-waktu ia dapat mengubah mukanya menjadi kejam. Suaranya ialah suara laki-laki sejati (mannelijk), bukan seperti Rd. Endang atau Turino Djunaedy.

Kepada PFN saya serukan, terutama pada saudara inu  Perbatasari, Bachtiar Effendi, dan Rd. Ariffien, berilah kesempatan kepada Wisjnu untuk mengembangkan bakatnya dalam film, berdasarkan hal-hal di atas. Dari sumber yang dapat dipercaya, PFN tak lama lagi akan membuat 2 film lagi, ialah “KEMBALI Ke MASJARAKAT” dan “TIMOR KUPANG”. Kami ingin lihat apakah tulisan ini mendapat perhatian dari orang-orang PFN, tidak suka membunuh bakat dan cita-cita seseorang, terutama orang yang sudah menjadi pegawai. Bersabarlah Wisjnu, kita lihat bersama-sama.

Perlu diterangkan di sini bahwa favorite-stars (bintang-bintang kesayangan) sdr Wisjnu Moeradhy adalah Humprey Bogart dan Jean Simmons.

 


BAGI mereka yang sering mengikuti majalah pasti pernah membaca tulisan manusia Lingga tersebut. Dan dia dikenal sebagai kritikus (?????) dan di samping itu dia juga adalah seorang redaktur  (corecctor?) dari majalah Duta Suasana.
 
Nama aslinya M. SUKAMTO yang kini disingkat di belakang nama samarannya. Entah dipungut di mana nama Rd. Lingga Wisjnu tersebut. Tapi biarlah tak perlu kita gugat.

Sebagai seorang kritikus, Lingga telah banyak menelorkan tulisan-tulisan yang menghantam ke kiri – ke kanan dengan “serampang dua belas”. Tapi sangat disayangkan, dalam tiap kritikannya, belum pernah kita jumpai “opbouwend kritiek”. Tambahan pula rasanya Lingga belum pernah meneliti dirinya terlebih dahulu, apakah dia cukup kuat atau tidak mempunya kelemahan atau tidak bercacat untuk menjaga diri. Pernah Lingga menghantam Munawar Kalahan dengan mencap-nya sebagai penulisan picisan. Karena Munawar seorang penulis terhormat, dia hanya membalas dengan sajak tapi halus. Yang memalukan waktu diadakan diskusi oleh Lembaga Seni Sastera. Dengan sangat berani Ajip Rosjidi mengupas dan menelanjangi Lingga.  Ajib mengatakan Lingga tak berpendirian dan tak beraliran. Selanjutnya Ajib mengatakan bahwa Lingga bukanlah Angkatan 45 atau pengikutnya dan juga bukan Angkatan sesudahnya. Lingga adalah angkatan “Lempung”, Lingga yang kita kenal dengan tulisannya yang pernah dengan filsafat tinggi dan psikologi (? –red) dalam-dalam, waktu itu melempem, tak dapat membalas, seperti tikus kena pukul. Qua Vadis lanpiye, Mas Kamto? Berhenti saja jadi penulis. Entah kalau di belakangnya ada berdiri orang-orang kuat  yang menjadi gurunya, yang mengemudikan dirinya di balik nama Rd. Lingga Wisjnu Ms, yang megah itu.

Aku berani mengatakan terus terang “person” Sukamto bukan seorang penulis/kritikus dan yang tak percaya pada dirinya sendiri. Hal ini dapat kubuktikan, ketika aku, Lingga dan Herman Pratikto memperdebatkan sebuah krangan Lingga cerita sandiwara “Datangnya Seorang Nabi”. Waktu itu Lingga meminta padaku agar cerita tersebut dimainkan oleh IKAPSI. Setelah kami bertiga berdebat, akhirnya kusanggupkan untuk memainkan cerita tersebut dengan tanggung jawab Lingga sendiri atas isi dan titel cerita itu. Memang dasar Lingga seorang yang tak berani bertanggung jawab dia lalu mengatakan: “Biar aku minta advice dan petunjuk lebih dulu dari Gajus Siagian”.

Belakangan kudengar cerita itu jadi dimainkan oleh IKAPSI dengan kepala: “KEHANCURAN”. Dan dalam pertunjukan itu nanti aku tidak turut campur tangan.

Memang ada kalanya orang yang kena kritik Lingga jadi melempem tak bisa mengadakan “kritikan kembali”. Dalam hal yang begini Lingga cukup banyak alasan dan orang yang dikritik lebih tolol daripadanya. Tapi Lingga belum pernah memikirkan: Tiap manusia tidak khilaf dari kesalahan dan dirinya sendiri tidak selamanya benar.

Aku telah banyak juga membaca tulisan Lingga yang pedas-pedas. Beberapa orang kawanku yag pernah kena serangan Lingga, minta aku menyerang Lingga. Tapi mengingat Lingga atau jelasnya Sukamto adalah kawanku juga, tak kuhiraukan segala permintaan kawan-kawanku itu. Aku tam mau “merugikan” sesama kawan. Entah kalau Lingga mulai menyerang aku.

Kritik yang sehat dan bertanggung jawab kita harus berani meletakkan nama kita atau setidaknya nama samaran  kita pada tulisan kita tersebut. Bila kita berani mengeritik orang lain mengapa kita tidak berani bertanggung jawab atas perbuatan kita? Aku akui Lingga adalah seorang yang berani dalam mengeritik dan pada setiap tulisan dibubuhi namanya.

Sangat kusayangkan dalam menghadapi aku, lempar batu sembunyi tangan. Sungguh aku tidak mengerti  atas perbuatannya yang pengecutdan tak bertanggung jawab itu. Dia berani mengertik aku tapi mengapa tidak berani berterus terang? Apakah ini bukan suatu perbuatan yang “busuk” dan “pengecut”?  Mengapa seorang Lingga yang sudah terkenal musti takut berhadapan dengan seorang penulis “sok menjunjung diri sendiri” seperti aku? Mengapa? Apakah “Manusia Iseng” ini yakin, yang aku tidak akan menyelidiki atau tidak berbuat apa-apa atas kritikannya yang disembunyikannya itu? Setiap yang berbau busuk, walau ditutup serapi-rapinya, pasti akan berbau juga.

PEMBACA tentu ingin tahu apa yang menjadi persoalannya bukan? Bukalah kembali majalah ANEKA No. 13 Tanggal 1 Juni 1954 pada halaman IV ada tulisan “Menginterviu Bintang Film” Sudahkah pembaca meneliti tulisan tersebut? Adakah pembaca menjumpai nama penulisanya? Ini adalah tulisan Sdr RD LINGGA WISJNU MS   yang menyerang aku. “Menginterviu Bintang Film” itu, kita jumpai tulisan: Bahan YSK. Jadi teranglah Lingga adalah “penulis tolol” yang tidak percaya  pada pikirannya sendiri. Semua orang belum tahu “kebobrokan” penulis Lingga ini dan kapasitasnya sebagai “manusia sok kritik” ini baik di dalam mengeritik sesuatu atau membuat resensi film. Kalau pengetahuan kita “nol besar” mengenai film, janganlah coba-coba menulis sesuatu yang berkenaan dengan film.

Telah beberapa kali Lingga menggugat para penulis biografie bintang film , hal ini karena dia pernah gagal dalam memulai menulis biografie seorang bintang film. Yang ditulisnya adalah biografi Lies Noor dalam majalah Duta Suasana. Ngawur dan merugikan Lies Noor. Sudah tentu Lies sangat marah pada “penulis tolol” ini karena Lies belum pernah diinterviu oleh Lingga. Lies mengirim surat terbuka kepada redaksi Duta Suasana. Lingga yang juga menjadi anggota redaksi dan mengetahui kesalahannya, tidak mau memuat surat bantahan Lies Noor. Tidak bertanggung jawab, bukan? Belakangan baru diketahui, biografie Lies Nor dicaploknya dari Aneka dan Ria, yang ditulis oleh Trisnojuwono. Apakah ini bukan perbuatan busuk?

Hal ini belum seberapa. Adalagi perbuatan yang tolol dan sembrono. Pernah Lingga hampir merugikan NV Endang, karena perbuatannya yang tak pernah difikirkan akan akibatnya. Bagi para penggemar majalah Duta Suasana tentu sering  menjumpai gambar pada majalah tersebut.   Linggalah yang membuat teks-nya dengan secara sembrono dan ngawur. Lebih-lebih pada  gambar bintang-bintang film atau salah sebuah adegan film. Ibaratnya gambar WD Mochtar ditulisnya Soekarno M Noor dan adegan film “Karina” ditulisnya “Senen Raya”. Yang sangat memalukan ialah mengenai sinposis film “Sriasih”, para pemainnya ditulis: T. Djunaedi, Chaidar Djaffar, Sukarno M. Noor, BM Amin, dan Mimi Mariani. Padahal seperti kita ketahui T. Djunaedi bertindak sebagai produser dan pemainnya adalah Mimi Mariani, Nazar Dollar, Chaidir Shakti, dan Ali Yugo. Oh, di domme Rd Lingga Wisjnu MS.

Di atas ada kusebutkan Lingga hampir merugikan NV ENDANG. Ini akibat kesembronoan lingga, entah ketololannya. Seperti kebiasannya Majalah Duta Suasana pada tiap tulisan cerita pendek dibubuhi gambar adegan film atau bintang film. Kebetulan pada sebuah cerita pendek dipasangi gambar Ade Ticoalu dan Sibarani dengan teks dibawahnya sangat sembrono. Tentu saja Sibarani menjadi marah menuntut kerugian. Dalam hal ini, Direksi NV Endang dan pemimpin Redaksi Majalah Duta Suasana minta bantuanku untuk membujuk Ade agar Sibarani menjadi sabar. Untung aku tak dapat menjumpai Ade, karena kebetulan waktu itu sedang ke Makasar. Sampai sekarang aku tidak tahu lagi mengenai hal ini.

Aku tidak mengerti mengapa Direktur NV Endang masih mau memakai seorang seperti Lingga. Padahal pemimpin redaksi Majalah Duta Suasana pernah mengatakan bahwa Lingga “een nick dooner” yang tenanganya tak dapat diharapkan. Kerja ini tak bisa dan kerja itu  tak  becus.

Mengenai tulisan Lingga “Pilihan Bintang Dunia Film Skandaleus” dalam Aneka baru-baru ini, benar-benar merupakan terompet yang ditiup segelintir manusia yang belakangan ini kedengaran bertentangan faham dengan Abdul Latief. Aku kurang percaya person Lingga yang menyetujui dan tak berpendirian, berani menulis serupa itu. Dia telah dipergunakan sebagai “vogelverschrikker” di tengah sawah yang bilamana tak digerakkan oleh tangan manusia tak dapat bergerak. Apalagi untuk menghantam “big-boss” dari Persari dengan mengatakan menjalankan politik kotor. Dalam hal ini bila Bung Djamal tak bersalah dan sebagai “bussines man” pasti tidak akan membiarkan hinaan Lingga serupa itu. Tak pernah terpikir oleh Lingga akan akibat dari tabiat “vogelverschrikker”nya dan orang yang “memperbudak” Lingga dalam tulisan di atas akan tertawa lebar melihat “slave-man”nya itu bekerja baik. Keledai yang dibebani garam dan dapat beristirahat dalam ari akan merasa senang setelah mendarat karena bebannya telah cair.  Tapi apa jadinya kalau keledai itu dibebani oleh pasir-pasir? Keledai memang tak dapat berfikir lebih luas seperti kita manusia, yang mengerjakan sesuatu dengan dipikir dulu.

Dalam tulisannya itu juga Linggamengatakan caranya Dunia Film membagikan hadiah cara kampung yang memalukan, dibawa juga dihadapan pers dan para undangan di luar negeri. Adakah orang kampungan bergaul dengan pers dan orang-orang luar negeri? Dapatkah orang-orang kampungan menghidangkan hidangan seperti apa yang telah melalui kerongkongan Lingga pada malam itu. (Wisjnu Mouradhy)


Berhubung dengan tulisan Saudara Wisjnu Moeradhy dalam Majalah Aneka tanggal 1 Agustus 1954 No. 16 tahun V dan Majalah Dunia Film tanggal 1 Agustus 1954 Nomor 24 tahun III, yang pada prinsipnya sebuah pengupasan atas diri Saudara Rd Lingga Wisjnu MS, maka untuk menghindarkan kesalahpengertian, baik oleh pembaca maupun bagi si penulis sendiri terutama, serta menjaga nama baik IKAPSI perlu beberapa penjelasan tentang ini kami kemukakan – sekedar menjernihkan suasana yang sudah bercampur aduk.
 
Justru si penulis tersebut di saat IKAPSI dalam persiapan untuk menyelenggarakan Malam Seni Drama  “Kehancuran” dikeluarkan tanpa pengusutan yang lebih lanjut sehingga membawa-bawa nama IKAPSI ke persoalan yang seharusnya di luar penulisan yang sewajarnya.

Dalam tulisan tersebut Sdr. Wisjnu Moeradhy telah mencoba hendak lebih menekan “Nama” Sdr. Lingga Wisjnu MS dengan me-medium-kan IKAPSI sebagai penguat kupasan yang sudah jadi “to the person” dengan tanpa lebih mendalami kedudukan situasi yang sebenarnya.

Untuk ini baiklah kami jelaskan dengan terlepas sama sekali dari rasa simpati atau antipati perseorangan atau hal-hal yang dapat mempengaruhi penulisan yang obyektif, bahwa:
  1. Cerita sandiwara “KEHANCURAN” yang pada mulanya bertitel “DATANGNYA SEORANG NABI” gubahan Sdr. Lingga Wisjnu MS tidak pernah diterima oleh Sdr. Gajus untuk diadpisir sebagai yang dikatakan oleh Sdr Wisjnu Moeradhy , justru di hadapannya dan Sdr. Herman Pratikto, Lingga memang merencanakan untuk minta adpis tetapi tidak pernah dilaksanakan. (keterangan Sdr. Lingga Wisjnu MS dan penjelasan Sdr. Gajus Siagian).
  2. Memang kepada Sdr. Wisjnu Moeradhy (aspek anggota pengurus IKAPSI di kala itu), Sdr. Lingga pernah menawarkan cerita tersebut untuk dipanggungkan. Sedangkan kekekendoran aktivitas Wisjnu Moeradhy di dalam organisasi sama sekali tidak diketahui oleh Sdr. Lingga Wisjnu MS. Jadi bukanlah maksud dari Sdr. Lingga “to the person” menyerahkan cerita tersebut tetapi untuk IKAPSI.
  3. Kemudian cerita tersebut oleh Sdr. Lingga Wisjnu MS diserahkan kepada Sdr. Imlhas Dyz’s untuk di-regisir dan untuk diteruskan ke sidang pengarang IKAPSI tentang kemungkinan dipanggungkan.
  4. Tentang titel KEHANCURAN itu adalah penamaan yang diberikan oleh Sr. Imlhas Dyz’s yang bertindak sebagai sutradara setelah melalui proses perubahan tiga kali sejak “Datangnya Seorang Rasputin”, “Hancurnya Extremis Agama”, dan akhirnya dengan positif bertitel “Kehancuran”, peninjauan dari banyak segi dengan persetujuan pengarangnya.
  5. Untuk penyelenggaraan drama ini oleh Badan Pengurus IKAPSI , setelah cerita tersebut disetujui oleh sidang pengarang, telah diadakan rapat sambil me-reorganisir badan pengurus lama yang sudah banyak “non aktif” termasuk Sdr. Wisjnu Moeradhy sendiri yang diundang tetapi tidak datang tanpa alasan sedikitpun, tidak terpilih oleh suara-suara di dalam badan pengurus yang baru.
Jadi pernyataan Sdr. Wisjnu Moeradhy dalam tulisannya tersebut bahwa dia tidak “campur tangan” di dalam penyelenggaraan senidrama ini, seolah-olah hendak mempersempit arti IKAPSI, adalah tidak beralasan sama sekali, dan hanya suatu usaha buat melarikan diri dari kecaman-kecaman rival-tulisnya di tengah persoalan lain.

Dan IKAPSI memang tidak pernah dan tidak menyerahkan kepercayaan, mempertanggungjawabkan, atau membawa Sdr. Wisjnu Moerady turut melaksanakan Malam Seni Drama – jadi memang tidak ikut di-campur tangan-kan”

GAYA MERAYU 1980 WISJNU MOURADHY
Director
PERMATA BUNDA 1974 WISJNU MOURADHY
Director
MELINDAS KARANG KAPUR 1986 WISJNU MOURADHY
Director
KOPRAL DJONO 1954 BASUKI EFFENDI
Actor
SILUMAN DAN TASBIH SAKTI 1983 WISJNU MOURADHY
Director
TUDJUH PAHLAWAN 1963 WISJNU MOURADHY
Director
MUSAFIR KELANA 1953 S. WALDY
Actor
DURJANA PEMETIK BUNGA 1983 WISJNU MOURADHY
Director
SATU CINTA SEJUTA RASA 1988 WISJNU MOURADHY
Director
KECUBUNG SAKTI 1988 WISJNU MOURADHY
Director
KARATE SABUK HITAM 1977 WISJNU MOURADHY
Director
TENGKORAK HITAM 1978 WISJNU MOURADHY
Director
DJUBAH HITAM 1954 WISJNU MOURADHY
Actor Director
SENEN RAJA 1954 S. WALDY
Actor
GARA-GARA 1973 WISJNU MOURADHY
Director
ABUNAWAS 1953 RD DADANG ISMAIL
Actor
SEMANGAT JANTAN 1988 WISJNU MOURADHY
Director
CINTA ANNISA 1983 USMAN EFFENDY
Actor
SATRIA 1985 WISJNU MOURADHY
Director
TUJUH PRADJURIT 1962 WISJNU MOURADHY
Director
SINGA BETINA 1987 WISJNU MOURADHY
Director
MUSTIKA IBU 1976 WISJNU MOURADHY
Director

TUDJUH PAHLAWAN / 1963

 
 
Di sebuah desa terpencil yang sering diganggu gerombolan, datang tujuh pejuang yang terpisah dari induk pasukannya dan tersesat. Tujuh jagoan ini yang lalu membantu penduduk menghadapi gerombolan pengacau. Sebuah kisah yang mengingatkan akan "Seven Samurai" (1954) dan "The Magnificent Seven" (1960).

P.T. GEMA MASA FILM

BAMBANG IRAWAN
ISMED M. NOOR
KAMSUL CHANDRAJAYA
ANAS S. BEY
S. BAGIO
ISKAK
R. MANTORO
AWALUDIN
WAHID CHAN
MILA KARMILA
NOORTJE SUPANDI
DOLF DAMORA

TUJUH PRADJURIT / 1962

 

Cuma cerita lucu tujuh pria yang (disuruh) melawak. Di antara mereka bukan gadis muda dan manis, tapi si "cerewet" Sulastri yang tak remaja lagi.
 GEMA MASA FILM

US US
EDDY SUD
WAHID CHAN
SULASTRI
BENNY SUPRIADI
BARNAS LESMANA
TETEN
DAHLAN RAFIIE

MUSTIKA IBU / 1976

 

Mustika ibu adalah sebuah film yg diproduksi tahun 1976 berdasarkan otobiografi Bapak Gono Tirtowidjojo pengusaha kapal keturunan Cina. film ini disutradarai oleh Wisjnu Mouradhy dan diproduseri oleh Jeffry Sani serta diperankan oleh beberapa artis-artis besar seperti Deddy Sutomo; A.Hamid Arief; Aminah Cendrakasih; Mansjur Sjah; Maruli Sitompul; Eva Devi; Debby Cynthia Dewi; Bagus Santoso; Bambang Irawan; Wolly Sutinah; Ade Irawan; Moh Mochtar. film ini juga memenangkan dua piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun 1977 untuk penata artistik terbaik dan pemeran anak-anak terbaik serta mendapatkan penghargaan dari PWI Jaya.

Kisah biografi peranakan Cina, Gono (Deddy Sutomo), sejak kecil hingga jadi raja kapal. Kisah perjuangan hidupnya sejak zaman Belanda, Jepang, hingga awal kemerdekaan. Karena tekanan ekonomi, Gono kecil pindah dari satu orangtua ke orangtua lain, dari satu kota ke kota lain. Setelah remaja, Gono mulai berhasil memperbaiki kehidupan ekonominya. Ia juga aktif membantu gerilyawan kemerdekaan dengan menyelundupkan senjata. Saat itu pula ia kawin dengan Tini (Debby Cynthia Dewi), seorang gadis pribumi. Persoalan timbul saat Kwee (Eva Devi), gadis Cina yang dijodohkan padanya, muncul di Indonesia. Untung Tini bisa mengerti, maka mereka hidup seatap, sampai saat Kwee meninggal.

Film dicetak juga dalam bahasa Mandarin (3 copy).



P.T. MEGA WIJAYA FILM

A. HAMID ARIEF
AMINAH CENDRAKASIH
MANSJUR SJAH
MARULI SITOMPUL
DEDDY SUTOMO
EVA DEVI
DEBBY CYNTHIA DEWI
BAGUS SANTOSO
BAMBANG IRAWAN
WOLLY SUTINAH
ADE IRAWAN
MOH MOCHTAR

DJUBAH HITAM / 1954

DJUBAH HITAM


Sebetulnya kerajaan Corsana dapat menaklukkan kerjaan Parsini, tetapi raja Muda Angkara (Mansjur), adik Raja Corsana, berkomplot dengan orang Parsini untuk menyingkirkan raja. Panglima Imam (Rd Endang) dapat meloloskan diri. Ia menyamar dan menjadi si Jubah Hitam bila melakukan aksi memberantas kejahatan. Salah seorang yang ditolong adalah seorang saudagar. Saudagar itu mempunyai anak gadis bernama Suciana (Rika Nilawardhani) yang menaruh simpati, padahal Imam telah mempunyai pacar, Indahya (Mimi Mariani). Sesudah berhasil mengembalikan kekuasaan raja Corsana, Imam menikahi Indahya, sedangkan Suciana dipersunting oleh Satria (WD Mochtar).

ARDJUNA FILM
TAN & WONG

RD ENDANG
MIMI MARIANI
OTS RAMELAN
WD MOCHTAR
SUKARNO M. NOOR
WISJNU MOURADHY
MANSJUR
DAMPU AWANG
M. RIDWAN
ZAINAL ABIDIN
RIKA NILAWARDHANI

SINGA BETINA / 1987

SINGA BETINA


Maini (Sherly Sarita) datang di sebuah pelabuhan untuk mencari kekasihnya . Maini yang pandai bela diri itu mula-mula di jajal jago-jago pelabuhan. Lalu ia ketemu dengan seorang wanita teman kakaknya. Dari wanita itulah diketahui di mana kakak yang dicari Maini, ia disekap gerombolan penjahat dan sebelum bisa dibebaskan, dibunuh, Maini marah dan mengobrak abrik komplotan penjahat.

SEMANGAT JANTAN / 1988

SEMANGAT JANTAN


Diah (Zurmaini) ingin membalas dendam pada Angkara (Robert Santoso). Angkara mencari putrinya Puspa (Sherly Sarita) yang hilang. Diketahui bahwa Puspa dipelihara di sebuah perguruan dan tidak mau mengakui ayahnya. Akhirnya Puspa pun membunuh ayahnya sendiri.
 P.T. INEM FILM

SHERLY SARITA
ZURMAINI
LEO CHANDRA
EMMA MARIA
DWI SUHARTI
JEDDY HERMANWAN
KAMSUL CHANDRAJAYA
HERMAN PERMANA
ROBERT SANTOSO
BOBBY GESHA
YAN BASTIAN
DOLF DAMORA

SATRIA / 1985

SATRIA


Andika (Johan Saimima) dan Sentanu, dua pendekar bersahabat saling uji kemampuan. Dalam pertarungan itu, Sentanu tergores pedang Andika hingga tewas. Ternyata pedang Andika di olesi racun. Baru kemudian diketahui biang keladinya adalah adiknya sendiri, yaitu Branta (Avent Christie), yang juga membawa lari istri Andika. Anak Sentanu, yaitu Sentana (Leo Chandra) setelah 20 tahun kemudian hendak menuntut balas. Begitu juga bibinya, Savitri (Tuty Wasiat). Dewi (Nina Anwar) murid ahli pembuat racun dan Ratih (Zurmaini), dari perguruan teratai putih yang ingin mencegah langkah Rahul (Djauhari Effendi) dari perguruan ilmu hitam. Rahul ingin menguasai dunia persilatan dengan mengundang semua jago-jago silat untuk kemudian di bunuhnya. Alasannya mencari ketua dunia persilatan. Dalam pertemuan inilah, Andika, Sentana, Ratih dan lain-lain datang dan menghancurkan Rahul dan anak buahnya. Sentana terkena racun dalam perkelahian itu. Dewi menyelamatkannya dengan cara mengorbankan diri. Maka duel Andika melawan Branta menjadi puncak pertarungan.

P.T. INEM FILM

ZURMAINI
NINA ANWAR
JOHAN SAIMIMA
TUTY WASIAT
DIANA SUARKOM
KAMSUL CHANDRAJAYA
AVENT CHRISTIE
ZAITUN
ROBERT SANTOSO
RUSLAN BASRIE
DJAUHARI EFFENDI

PERMATA BUNDA / 1974

PERMATA BUNDA

 

Untuk mencapai cita-citanya jadi penyanyi terkenal, Maya (Titiek Sandhora) dan Deddy (Muchsin), menitipkan bayi hasil hubungan mereka di luar nikah pada seorang petani, dengan alasan anak akan menghambat karier penyanyi. Bayi ini diberi nama Buang (Erwin Gautawa) oleh petani itu. Sepuluh tahun berlalu. Cita-cita Maya dan Deddy tercapai sudah, tapi Maya masih teringat akan anaknya, meski sekarang sudah punya anak lagi, Rini (Noviati Nusril). Saat mengadakan pertunjukan di desa yang kena banjir tempat ia menitipkan anaknya, Maya sempat pingsan. Ia makin rindu pada anaknya. Di carinya anaknya itu pada petani yang dulu jadi tempat penitipan anaknya. Ternyata anak itu sudah ikut adik petani itu, tukang komedi monyet, tanpa diketahui tepat alamatnya. Suatu hari Rini berkenalan dengan Buang dan bersahabat dengannya. Setelah melewati peristiwa banjir lagi, akhirnya Maya dan Buang bisa bertemu.

KECUBUNG SAKTI / 1988

KECUBUNG SAKTI


Kadrun (Yan Bastian) dan istrinya hendak mencuri Kecubung Sakti milik gurunya dengan memotong lengannya, tapi gagal. Ia dikutuk hidup menderita. Suami-istri itu kemudian hidup dengan teror. Mereka membutuhkan gadis perawan untuk mempertahankan kecantikan dan kesaktiannya. Yang disuruh anak kandung dan murid-murid mereka. Orang kampung yang diteror komplotan siluman itu, lalu membalas, dipimpin seorang kyai yang mewarisi Kecubung Sakti.
 

Kadrun (Yan Bastian) dan Laksmi (Devi Ivone) adalah murid di guru. Mereka rakus akan cincin dengan batu ajaib yang digendong gurunya. Cincin itu memiliki kekuatan supernatural. Suatu hari ketika gurunya sedang tidur mereka memotong tangannya dengan pedang untuk sampai ke ring. Namun rencananya gagal karena cincin tersebut segera diselesaikan dari tangan yang terputus dan terbang ke tangan guru yang lain. Guru segera menyembuhkan dirinya sendiri dengan cincinnya dan mengutuk Kadrun dan Laksmi. Keduanya kabur.

Beberapa tahun kemudian.
Kadrun dan Laksmi tinggal bersama kedua putrinya, Myra dan Sriyati di Hills.
Mereka dikutuk untuk hidup dalam penderitaan. Mereka membutuhkan gadis perawan dan meminum darah mereka untuk menjaga kekuatan dan kecantikan mereka. Mereka menggunakan anak dan siswanya sendiri untuk menculik gadis-gadis dari desa. Penduduk desa, yang diteror oleh kelompok iblis, kemudian melawan pembalasan, dipimpin oleh seorang guru agama yang telah mewarisi batu ajaib.

Sebenarnya hanya campuran aksi / horor biasa. Yan Bastian kembali sebagai penjahat. Sekali lagi, banyak perkelahian bisa dilihat, hampir setiap menit. Terkadang berdarah. Namun kekurangan momen tak terduga yang menjadi ciri beberapa film lain. Ide meminum darah perawan sekali lagi agar awet muda dan cantik pun kini bukan hal baru. Namun yang baru adalah bahwa putri Laksmi dengan pedang memotong tenggorokan korban, darahnya dimasukkan ke dalam cangkir dan diberikan kepada ibunya untuk diminum. : cheers: Itulah yang saya sebut cinta ibu sejati. : lol:

Ada juga beberapa elemen ajaib. Laksmi terbang di sekitar area tersebut dan dapatkah pejuangnya berubah menjadi ular atau membuatnya tidak terlihat.

Pada akhir dari semua orang jahat itu mati, Kadrun meleleh menjadi kerangka dan Laksmi meledakkan kepalanya.

Oke untuk ditonton, tapi ada yang lebih baik dari indonesia.


GARA-GARA / 1973

 

Karena tekanan hidup, kakak beradik Dudung, Udin, Diman dan Isah meninggalkan desa menuju Jakarta secara sendiri sendiri. Dudung sebagai penarik becak kemudian mengajak Harry adiknya untuk melanjutkan sekolah di Jakarta. Mereka tinggal terpencar dengan kesulitan masing masing. Suatu keajaiban tak terduga, tanpa sengaja mereka dipertemukan dari suatu kejadian demi kejadian. Mula mula Dudung menemukan Isah yang selamat dari perkosaan. Kemudian Diman dipertemukan waktu dibawa atasannya untuk membersihkan rumahnya yang kebetulan tetangga Dudung. Ternyata di rumah itu Isah bekerja sebagai pembantu. Kemudian Udin dipertemukan waktu saudara saudaranya mengantar Harry ke rumah sakit, Udin juga mengalami kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit yang sama. Mereka kemudian memutuskan untuk kembali ke desa.

DURJANA PEMETIK BUNGA / 1983



Durjana (Leo Chandra) dan Irawan (Golden Casmara) adalah teman bisnis yang baik. Keributan diantara mereka muncul saat kekasih Irawan direbut oleh Durjana. Dendam Irawan dilampiaskan dengan memperkosa bekas kekasihnya yang sudah menjadi istri Durjana, dan merebut kembali uang hasil rampokan Durjana. Wanita yang menjadi rebutan itu akhirnya putus asa dan bunuh diri. Lima belas tahun kemudian, Durjana ingin membuat perhitungan dengan memburu di mana Irawan berada. Dalam sebuah hajatan perkawinan, tiba-tiba Durjana muncul. Perkelahian terjadi dan berakhir dengan tewasnya Irawan. Indra (Avent Christie), adik Irawan yang baru pulang dari perguruan, mengetahui hal itu lalu bertekad untuk melumpuhkan Durjana, yang bersarang dalam kawanan penyelundup. Penyerangan dilakukan Indra dengan kawan-kawannya. Sewaktu berlangsung perkelahian hebat, datanglah pasukan polisi menangkap Durjana dan komplotannya.

P.T. INEM FILM

SHERLY SARITA
AVENT CHRISTIE
GOLDEN CASMARA
CITRA WIHARJA
LEO CHANDRA
WATY SIREGAR
TIEN KADARYONO
KAMSUL CHANDRAJAYA
EDDY BAKAR PARE
KAMIL MARVIN

TENGKORAK HITAM / 1978

TENGKORAK HITAM 


Toshiro (Boby Kim) didatangi empat orang bekas anak buahnya, Amalia (Jeffry Sani) dkk dalam tentara PETA untuk minta emas yang dititipkan pada saat mereka meledakkan rumah seorang cina dimasa revolusi. Mereka tak percaya bahwa emas itu sudah diserahkan pada pemerintah. Toshiro sendiri adalah orang Korea yang dipaksa jadi tentara Jepang dan menolong pribumi yang dikejar tentara Jepang, diserse dan lalu menikahi Rini (Tatiek Tito). Dia hidup menyepi disebuah kota kecil bersama anaknya Narti (Grace Zahara) dan adik iparnya Darto (Parto Tegal). Narti diajari bela diri oleh ayahnya dan pamannya. Keempat anak buahnya yang tak percaya itu mengeroyok Toshiro dan membuangya kejurang. Rini terpisah dari Narti dan Darto waktu melarikan diri. Setelah remaja Narti (Susy Anti) lalu berniat balas dendam tapi dihalangi oleh ibunya yang dijemputnya hidup menderita dengan jualan jamu. Ternyata Tashiro tidak mati dan berhasil mencegah Nartiyang nekat akan menyerbu markas Amallo dkk yang kini membuat sindikat kejahatan dengan kedok dermawan. Mengetahui Rini masih hidup maka Amalo memerintahkan kawan-kawannya untuk melenyapkan Rini.Rini meninggal dalam sebuah serbuan. Maka Narti dan Toshiro tak bisa lagi berdiam diri. Mereka aktif menyerbu. Diam-diam Darto juga mencari Amallo dkk Amallo dkk berhasil dituumpas tepat pada saat polisi juga datang. Kelemahan sangat mencolok terjadi pada ruas pemainnya, hingga kisah yang berlangsung makin panjang dan tak menampakkan perubahan wajah pemainnya.
  N.V. HARAPAN FILM

BOBBY KIM
TATIEK TITO
HADISJAM TAHAX
JEFFRY SANI
DOLF DAMORA
PARTO TEGAL
RACHMAT KARTOLO
GRACE ZAHARA
SUSY ANTI
ATMONADI

KARATE SABUK HITAM / BLACK BELT KARATE / 1977

KARATE SABUK HITAM
BLACK BELT KARATE


Billy Chong adalah Willy Dozan.
Willy justru mengawali kiprahnya di dunia hiburan dengan bermain film laga di Hong Kong. Bahkan bisa dibilang, ia termasuk generasi awal pemain film Indonesia yang berhasil go-internasional. Willy Dozan lahir di Magelang, 10 Februari 1957 dengan nama Chuang Chen Li. 
Ia pernah tinggal di Hong Kong, Taiwan, Jepang dan Amerika Serikat untuk menekuni film bergenre laga. Nama Willy Dozan baru dipakainya saat berakting dalam film-film pertamanya, sebut saja Pertarungan Kera Sakti (1977), Pembalasan si Pitung (1977), dan Karate Sabuk Hitam (1977).
 
Barulah sewaktu ia masuk industri film Hong Kong, para produser dari perusahaan Eternal Film memberi usul untuk mengganti nama Willy menjadi Billy Chong. Nama Billy Chong lah yang membuat Willy Dozan dikenal para penikmat film di luar Indonesia, terutama para penggemar genre film laga atau seni bela diri.
 
Total ada tujuh film yang memasang nama Billy Chong sebagai pemeran utama. Antara lain, Crystal Fist (1979), Super Power (1979), Hard Way to Die (1979), Kung Fu Executioner (1980), A Fistful of Talons (1981), Kung Fu Zombie (1982), dan Kung Fu from Beyond the Grave(1982). Yang membanggakan, Willy sempat meraih penghargaan di Internatonal Movie Academy Award.
 
Di ajang yang berlangsung di Milan pada 1980 itu, Willy terpilih sebagai The Best Newcomer berkat aktingnya di film Crystal Fist/Jade Claw. Begitu ia kembali melanjutkan karier akting di Indonesia, nama Billy Chong lalu ditanggalkannya. Nama Willy Dozan kembali muncul berbagai judul film Indonesia yang kemudian ia bintangi.

Tommy (Lee Chin Kun) sangat keranjingan karate. Ia datang ke kota untuk bekerja pada pamannya yang ternyata sudah pindah, sehingga ia bekerja menjadi pelayan di sebuah kedai makanan. Saat mengantar makanan rantangan ia selalu lewat Perguruan Karate Elang Emas, dan sering menonton mereka latihan karate. Harapannya untuk menjadi anggota perguruan karate mulai terkuak ketika secara kebetulan ia berkenalan dengan putri pemilik Perguruan Karate Elang Emas, Dewi (Deasy Surachman). Tommy diperkenalkan oleh Dewi kepada ayahnya. Awalnya Tommy diterima menjadi pelayan, kemudian diterima menjadi murid perguruan. Di perguruan itu ada Ramos (Toto Sugiarto) yang naksir Dewi dan selalu menganiaya Tommy, meski tanpa salah. Ramos pula yang menyebabkan Tommy dipecat dari perguruan dan menjadi tukang becak lagi. Ramos melamar Dewi, tetapi ketua perguruan (Rd. Mochtar), menolak, meski ia rela perguruannya dipimpin Ramos. Ramos memilih pergi dan menjadi pelatih di Perguruan Nagasakti. Ia ingin menguasai seluruh perkumpulan karate. Perguruan Elang Emas diobrak-abrik. Ketua melarang balas dendam, bahkan ia jatuh sakit. Tommy dipanggil pulang, bahkan mendapat rejeki belajar ke Hongkong hingga dapat Dan V. Sepulang dari Hongkong, ketua sudah meninggal. Tommy membuka lagi Perguruan Elang Emas. Ramos datang lagi menantang, tapi kali ini kalah. Ketua Nagasakti mendatangkan jago dari Jepang namun dapat dikalahkan juga. 

P.T. CINERAMA FILM


BILLY CHONG
TOTO SUGIARTO
LO LIEH
BRUCE LIANG SIAO LUNG
LEE CHIN KUN
DEASY SURACHMAN
KIES SLAMET
RD MOCHTAR
SOEYITNO
HERU SUTANTO
INNAWATI CYNTHIA
DAVID GEMBEL
 
 



GAYA MERAYU / 1980

GAYA MERAYU


Kisah tentang lima direktur yang hidup mewah, sama-sama jatuh hati pada Elvy (Elvy Sukaesih). Anen (Anen), tukang rokok di seberang rumah Elvy, dan Siti (Bu Siti) pembantu Elvy, bekerja sama memberi info dan menawarkan jasa sambil memeras uang dari para direktur itu. Karena ternyata info itu diberikan pada semua, maka kelima direktur itu selalu datang bersama dan terjadi perlombaan merayu. Akhirnya mereka kompak menyerang bersama ke pulau Bidadari saat Elvy dan kawan-kawan sedang piknik ke sana. Begitu pula para istri yang curiga melakukan hal yang sama.

P.T. SJAM STUDIO FILM PROD.

ELVY SUKAESIH
PAIMO
ATMO SUGIO
BU SITI
ANEN
NURLELA
ASMUNI
S. TRIMAN
GEPENG
NOOR IDA RATNA
SEVIHARA SOEDJARWO
IDJAH BOMBER

MELINDAS KARANG KAPUR / 1986

 

Ayah Teguh (Johan Saimima) meninggal karena kecelakaan tertimpa runtuhan batu kapur. Sepeninggal ayahnya, Teguh meneruskan pekerjaan sang ayah sebagai penggali kapur. Suatu saat ia diminta bekerja pada perusahaan penggergajian kayu milik Budi (Anwar Fuady). Keluguan dan kejujuran Teguh disalah gunakan oleh Budi untuk menyelundupkan emas dalam balok-balok kayu.

SILUMAN DAN TASBIH SAKTI / 1983

SILUMAN DAN TASBIH SAKTI

Satano, siluman sakti yang banyak dimusuhi orang dan keluarganya telah menjadi korban. Siluman jahat ini mempunyai beberapa anak buah yang tangguh untuk melampiaskan nafsu jahatnya. Jaka, pemuda yang orangtuanya telah menjadi korban keganasan Satano, terus mencari kekuatan dan jalan untuk menumpas kejahatan. Suatu ketika ia bertemu dengan Dirah, seorang buta yang sakti. Jaka kemudian menjadi muridnya bersama Hanoman yang telah lebih dulu menjadi murid Dirah. Pertarungan antara Satano dan Jaka terus berlangsung, dan kelompok Satano berhasil ditumpas dengan bantuan Tasbih Sakti yang diterima Jaka dari Timan, orangtua saleh yang dikenalnya.
  P.T. INEM FILM

JOHAN SAIMIMA
ERNA SANTOSO
MERRY JOSE
KAMSUL
B.Z. KADARYONO
ZAITUN
ANNY KUSUMA
ALEX MENPUAR
RUSLAN BASRIE

SATU CINTA SEJUTA RASA / 1988

SATU CINTA SEJUTA RASA


Miranti (Anna Tairas) mendapat tugas sebagai guru di Kuala Lumpur. Suaminya, Hermawan (Harry Capri), selesai mengantar Miranti ke bandara, jumpa dengan pacar lamanya, Ratih (Joice Erna). Cinta lama kambuh lagi, sampai Ratih hamil. Hermawan diminta pertanggungan jawab mengelak, apalagi saat Ratih tahu bahwa Hermawan sudah beristri. Suatu malam Ratih mendatangi rumah Hermawan. Ia mengambil pisau untuk membunuh Hermawan. Miranti yang pulang, berusaha mencegah. Ratih terjatuh, keguguran dan meninggal.
 P.T. JAPOS FILM

JOICE ERNA
HARRY CAPRI
ANNA TAIRAS
NETTA SRI SUPRAPTI
ADHYSTA RATIH
ZAINAL ABIDIN
ESSIE LOUSIANA
FITRIANI WULANDARI
DOLF DAMORA
FREDDY DJOHAR